Joedo Prihartono Joedo Prihartono
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, FK Universitas Indonesia

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGARUH STRES KERJA BERAT TERHADAP KECENDERUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA STAF MANAJERIAL PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING Rachmawati Ayu Azhariya; Joedo Prihartono; A.A.A.A Kusumawardhani
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 69 No 12 (2019): Journal of The Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran Indonesia Volu
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/jinma.v69i12.167

Abstract

Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres kerja berat sebagai staf manajerial dengan risiko terjadinya kecenderungan gangguan mental emosional. Metode: Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2016 di Perusahaan Penanaman Modal Asing di Jawa Barat menggunakan metode comparative cross sectional. Stres kerja diukur dengan kuesioner Survei Diagnosis Stres (SDS) sedangkan kecenderungan gangguan mental emosional dinilai dengan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL 90). Jumlah responden pada penelitian ini adalah 105 orang yang terlebih dahulu diminta mengisi kuesioner stres kerja. Kemudian untuk menilai kecenderungan gangguan mental emosional, sebanyak 30 responden dipilih secara acak dari masing-masing kelompok stres kerja ringan-sedang dan stres kerja berat. Hasil: Prevalensi stres kerja berat pada staf manajerial adalah sebesar 35,2%. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara stres kerja berat dengan kecenderungan gangguan mental emosional (OR 47; 95% CI 7,37-300,17; p<0,001). Komponen stresor kerja yang memiliki hubungan bermakna dengan gangguan mental emosional adalah beban kerja kualitatif (OR 10,67; 95%CI 1,03?109,94; p 0,047) dan perkembangan karir (OR 10,83; 95%CI 1,03?114,15; p 0,047). Pendidikan merupakan faktor individu yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap kecenderungan gangguan mental emosional (OR 0,17; 95% CI 0,03-0,83; p 0,029). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pekerjaan terhadap terjadinya kecenderungan gangguan mental emosional.
KORELASI NILAI T2*, T2 RELAKSOMETRI DAN SIR T2* HIPOFISIS DENGAN KADAR FSH DAN LH PADA PASIEN THALASSEMIA MAYOR Wita Septiyanti; Damayanti Sekarsari; Pustika Amalia W; Joedo Prihartono
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 70 No 2 (2020): Journal of the Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran Indonesia Volum
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/jinma.v70i2.174

Abstract

Pendahuluan: Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik yang diturunkan. Transfusi berkala pada pasien thalassemia menyebabkan deposit besi di hipofisis yang mengakibatkan hipogonadotropik hipogonadisme. Pemeriksaan MRI mulai digunakan unutuk mengukur kadar besi pada hipofisis. Metode: Uji korelasi dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui nilai korelasi nilai MRI T2 dan T2* relaksometri serta SIR T2* hipofisis dengan kadar FSH dan LH pada pasien thalassemia mayor. Pemeriksaan dilakukan 28 subjek penelitian dalam kurun waktu Desember 2016 hingga Maret 2017. Hasil: Terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dengan kadar FSH dan LH, serta terdapat pula korelasi antara nilai SIR T2* hipofisis dengan kadar LH. Kesimpulan: Nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dan SIR T2* hipofisis dapat digunakan sebagai acuan deposit besi pada hipofisis serta dapat memonitor terapi kelasi pada pasien thalassemia â mayor.
Rasio Malondialdehyde Katalase Sebelum dan Sesudah Radiasi sebagai Prediktor Persentase Pengecilan Volume Tumor pada Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut Lokal Aida Lufti Huswatun; Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo; Alida R Harahap; Joedo Prihartono
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 5, No 1 (2014): Volume 5 No.1 Januari 2014
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (903.729 KB) | DOI: 10.32532/jori.v5i1.20

Abstract

Pada keganasan terjadi stres oksidatif, yang ditandai dengan peningkatan kadar serum malondialdehyde (MDA) dan aktivitas antioksidan enzim katalase yang rendah. Penelitian ini merupakan kohort prospektif pada 30 pasien kanker serviks lanjut lokal di Departemen Radioterapi RS CiptoMangunkusumo periode Juli sampai September 2013. Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas enzim katalase dilakukan sebelum dan sesudah radiasi fraksi ke 15, menggunakan spektrofotometri. Respons terapi berdasarkan kriteria WHO dengan membandingkan persentase ukuran volume tumor sebelum radiasi dan 4 minggu setelah radiasi komplit. Pada penelitian ini ditemukan peningkatan serum MDA (p<0,001) dan penurunan aktivitas enzim katalase (p<0,001) setelah fraksi ke 15. Ditemukan korelasi yang signifikan antara rasio MDA katalase sesudah fraksi ke 15 dengan presentase pengecilan tumor 4 minggu setalah radiasi komplit (r=0.689, p=0.001). Penelitian ini menunjukan terjadi stres oksidatif pada pasien kanker serviks lanjut lokal, yang ditandai dengan peningkatan kadar serum MDA dan penurunan aktivitas enzim katalase. Rasio MDA katalase sebelum dan sesudah radiasi fraksi ke 15 dapat menjadi prediktor persentase pengecilan tumor 4 minggu pasca radiasi komplit.
Kriteria Diagnosis Kanker Paru Primer Berdasarkan Gambaran Morfologi pada CT Scan Toraks Dibandingkan dengan Sitologi Aziza Icksan; Faisal -; Elisna -; Pudjo Astowo; Heriawaty Hidayat; Joedo Prihartono
Indonesian Journal of Cancer Vol 2, No 1 (2008): Jan - Mar 2008
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2106.769 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v2i1.30

Abstract

Menetapkan komponen gambaran morfologi kanker paru primer pada CT scan toraks yang dapat dipakai sebagai kriteria diagnosis. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Dalam kurun waktu Desember 2006 - Mei 2007 di RS. Persahabatan Jakarta dilakukan pemeriksaan CT scan toraks terhadap 28 pasien dengan gambaran klinis diduga kanker paru primer. DinilailO gambaran morfologi kanker paru pada CT scan toraks, setiap gambaran morfologi kanker dibandingkan dengan hasil sitologi CT guided TTNA sebagai baku emas. Terdapat 7 komponen morfologi kanker paru primer pada CT scan toraks yang mempunyai sensitivitas yang tinggi dalam diagnosis yaitu: ukuran tumor > 3 cm sensitivitas 95,7%, penyangatan s24 HU sensitivitas 82,6%, tepi irregular-spiculated sensitivitas 78,3%, lobulated sensitivitas 73,9%, air bronchograms sensitivitas 69,6%, ground glass opacity sensitivitas 65,2 % dan densitas heterogen sensitivitas 65,2%.Komponen morfologi ukuran tumor > 3 cm, penyangatan 24 HU, tepi irregular spiculated, lobulated, air bronchograms, ground glass opacity dan densitas heterogen mempunyai sensitivitas yang tinggi serta dapat dipakai sebagai kriteria diagnosis kanker paru primer pada CT scan toraks.Kata kunci: morfologi, kanker paru primer, CT scan toraks
Metastasis Kelenjar Getah Bening Retrofaring pada Penderita Karsinoma Nasofaring dengan Pemeriksaan Computed Tomography di Rumah Sakit Kanker Dharmais FLORENSA SIHALOHO; KARDINAH -; BUDIANTO KOMARI; EVLINA SUZANNA; JOEDO PRIHARTONO
Indonesian Journal of Cancer Vol 7, No 4 (2013): Oct - Dec 2013
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33371/ijoc.v7i4.308

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data metastasis KGB retrofaring pada penderita KNF dengan pemeriksaan CT nasofaring di Rumah Sakit Kanker Dharmais.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dari data sekunder CT nasofaring penderita Karsinoma Nasofaring (KNF) yang belum mendapatkan terapi radiasi dan kemoterapi. Penilaian metastasis Kelenjar Getah Bening (KGB) retrofaring dengan diameter aksial minimal ? 5 mm yang berada di level atlas dekat arteri karotis interna. Penilaian massa tumor menurut TNM AJCC edisi ke-7 tahun 2010. Dilakukan uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan metastasis KGB retrofaring dengan massa tumor, tipe histopatologi, invasi lateral, dan massa tumor melewati midline.Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 85 penderita KNF dengan subjek terbanyak laki-laki, umur rerata 43,2 tahun, metastasis KGB retrofaring sebanyak 81 subjek, dan metastasis KGB servikal level II merupakan metastasis KGB terbanyak.Kesimpulannya, metastasis KGB retrofaring adalah metastasis KGB terbanyak kedua setelah KGB servikal level II. Kedua metastasis KGB ini merupakan drainase pertama metastasis KGB pada KNF.Kata Kunci: Metastasis KGB retrofaring, Karsinoma nasofaring, Pemeriksaan CT nasofaring.
EFFECT OF BLOOD GLUCOSE CONTROL TOWARDS PLASMA AND VITREOUS LEVELS OF VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR AND PLACENTAL GROWTH FACTOR IN DIABETIC RATS Anggun Rama Yudantha; Nina Asrini Noor; Joedo Prihartono
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 49 No 1 (2023): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v49i1.100794

Abstract

Purpose: To compare plasma and vitreous level of vascular endothelial growth factor (VEGF) and placental growth factor (PlGF) in diabetic rats with poor blood glucose (BG) control, reconstitution of good BG control, and nondiabetic rats, and to investigate the effect of reconstitution of good BG control to VEGF and PlGF plasma and vitreous level. Methods: This is an experimental study using eighteen Sprague Dawley rats which were divided into intervention group (n=14) and control group (n=4). Intervention group were given Streptozotocin (STZ) injection to induce diabetes. After 4 weeks, intervention group was randomly divided into group I for termination and group II for reconstitution of good BG control with insulin for the following 4 weeks, and so was the control group. Plasma and vitreous samples were taken. VEGF and PlGF levels were evaluated with enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Results: Seventeen of 18 rats survived in intervention group. BG level of intervention group II decreased dramatically to normoglycemia. ELISA at month 1 showed that VEGF vitreous level tend to be higher in intervention group I compared to control I, 196.36 ± 65.24 pg/dL and 123.64 ± 44.99, respectively (p=0.20). ELISA at month 2 showed that PlGF vitreous level of intervention group I were significantly higher compared to control I, 59.04 ± 2.48 and 51.93 ± 3.15, respectively (p=0.01). Vitreous and plasma VEGF of intervention group I and II were not different, while vitreous and plasma PlGF were significantly higher in group II. Conclusions: Vitreous levels of VEGF and PlGF were increased in diabetic rats compared to nondiabetic, and reconstitution of good BG control for 1 month were unable to reduce VEGF and PlGF levels.