Tiara R Radamuri
Bahasa Indonesia

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Perbandingan Metode Double Moving Average dan Doubel Exponential Dmoothing Pada Peramalan Garis Kemiskinan Nusa Tenggara Timur Tiara R Radamuri; Christine K. Ekowati; Ofirenty E. Nubatonis
Fraktal : Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Vol 3 No 2 (2022): November 2022
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/fractal.v3i2.8961

Abstract

Garis kemiskinan adalah rata-rata pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Data garis kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan, dikarenakan pola konsumsi yang menjadikan beras sebagai komoditas utama. Peramalan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang proyeksi garis kemiskinan pada masa mendatang dan berkonstribusi dalam pengambilan kebijakan terkait kemiskinan. Data yang digunakan sebanyak 22 data garis kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2011 hingga 2021 (Rp/Kapita/Bulan). Data tersebut berpola trend, sehingga penelitian ini akan membandingkan metode double moving average dan double exponential smoothing untuk meramalkan. Data diolah menggunakan Zaitun Time Series untuk mendapatkan metode terbaik. Perbandingan metode double moving average dan double exponential smoothing pada penelitian ini dilihat melalui persamaannya yaitu tingkat akurasi, dan perbedaannya berdasarkan nilai MAPE terbaik, hasil peramalan, dan keefisienan metode. Berdasarkan perbandingan tersebut, metode yang tepat untuk meramalkan garis kemiskinan daerah provinsi (MAPE=1,755638) menggunakan double moving average. Hasil peramalan rata-rata pengeluaran minimum penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memenuhi kebutuhan hidup layak adalah Rp 443.386,58/kapita/bulan (Maret 2022), Rp 454.902,04/kapita/bulan (September 2022), Rp 466.417,5/kapita/bulan (Maret 2023), dan Rp 477.932,96/kapita/bulan (September 2023). Oleh karena itu, pemerintah dapat meningkatkan popularitas pangan lokal sehingga dapat mengurangi ketergantungan konsumsi beras