Waria merupakan wanita setengah pria (banci) yang mana masih di anggap tabuh dan mendapatkan stigma negatif di masyarakat indonesia, karena di anggap salah dalam agama,budaya, dan norma sosial. Penelitian ini dilatar belakangi oleh penolakan oleh masyarakat umum.Fokus dari penelitian ini adalah melihat bagaimana proses resiliensi waria terhadap penolakan yang masyarakat lakukan ke mereka. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kualitatif naratif yang merujuk pada alur pengalaman masing-masing informan kemudian dianalisis dan dipahami. Teori yang di gunakan dalam penelitian ini sendiri adalah Konvergensi Simbolik.Informan dalam penelitian ini adalah tiga orang waria yang dianggap sudah memiliki ciri- ciri resiliensi, dan masyarakat yang tinggal di dekat waria itu sendiri. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat menolak keberadaan waria yang tinggal di dekat mereka, yang melatar belakangi mereka menolak kehadiran waria adalah Agama,norma sosial dan budaya indonesia yang menilai laki-laki itu harus maskulin. Dari penolakan itu waria harus melakukan proses agar diterima dalam lingkungan masyarakat,mereka sebisa mungkin untuk tetap melakukan hal yang positif dan menerima keadaan diri mereka yang di anggap aneh oleh masyarakat.Dari melakukan hal positif tersebut agar di terima oleh masyarakat itu maka terjadilah komunikasi interpersonal antara waria dan masyarakat yang tinggal di sekitar nya, seperti waria tetap berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik ke masyarakat, mereka juga bahkan kadang memberikan makanan untuk anak-anak yang tinggal di sekitar mereka. di samping itu mereka juga mengatakan untuk siap dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat jika di butuhkan,itu semua mereka lakukan agar diri mereka di terima di lingkungan masyarakat. Dan sampai saat ini waria masih berjuang dalam melakukan proses resiliensi terhadap penolakan masyarakat yang mereka terima. Kata Kunci: Resiliensi, Penolakan Lingkungan, Waria, Komunikasi Interpersonal