Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen masih memperbolehkan perdagangan pakaian bekas impor dengan syarat pengusaha wajib memberikan informasi sejelas-jelasnya terkait keadaan pakaian bekas, searah dengan hal ini penetapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.010/2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor mengatur tarif bagi impor pakaian bekas, sedangkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas secara tegas melarang perdagangan pakaian bekas impor. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Perdagangan sehingga berlaku asas preferensi yaitu: lex specialis derogat legi generali sehingga Peraturan dari Menteri Perdagangan dapat mengesampingkan peraturan mengenai perlindungn konsumen dan peraturan Menteri Keuangan. Terjadi kekaburan norma hukum karena tidak ditemukan penjelasan yang jelas terkait pakaian bekas impor sehingga analisis hukum yang tepat untuk memecahkan kekaburan norma ini adalah dengan melakukan pendekatan peraturan perundang-undangan untuk penafsirannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan jenis pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan frasa. Sumber bahan hukum yang digunakan diantaranya bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan terkait larangan penjualan pakaian bekas impor di Indonesia). Teknik analisis bahan hukum interpretasi digunakan dalam penelitian ini khususnya dalam melakukan penafsiran gramatikal (arti kata/ bahasa), penafsiran kontektual (konteks/ pemaknaan kalimat), asas-asas hukum, teori-teori hukum, serta penafsiran peraturan perundang-undangan.