Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Indikator Perawatan Pasien: Resep Pasien Degeneratif-Nondegeneratif dan Resep Racikan-Nonracikan di Salah Satu Apotek di Bandung Destiani, Dika P.; Nasution, Ainun M.; Pratama, Anita P.; Mujihardianti, Elida R.; Rahayu, Fenadya; Michael, Michael; Amrillah, Muhammad W.; Anistia, Nida; Pamolango, Steven A.; R., Theresia; Sinuraya, Rano K.; R., Abdurahman; Permata, Riestya D.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.68 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2018.7.2.134

Abstract

Apotek merupakan salah satu sarana dilakukannya pelayanan kefarmasian oleh seorang apoteker. Dilaporkan bahwa 50% pasien gagal menerima pengobatan secara tepat karena peresepan dan praktik pemberian obat (dispensing) yang tidak sesuai. Apoteker memiliki peran untuk lebih terlibat dalam pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang berorientasi pada pasien. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi perawatan pasien (patient care) di Apotek Pendidikan Universitas Padjadjaran (Unpad) Kota Bandung, pada bulan Juli–Oktober tahun 2017, dengan menilai beberapa faktor dalam pemberian obat sesuai dengan ketentuan instrumen indikator perawatan pasien dari WHO. Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional dengan jumlah sampel minimal 20 pasien. Indikator yang digunakan meliputi: lama waktu konsultasi, lama waktu pemberian obat, persen obat yang dapat diserahkan, pelabelan yang benar, dan pengetahuan akan dosis. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata waktu pemberian obat 264 detik, persentase obat yang diserahkan 97,18%, persentase obat yang terlabeli dengan benar 100%, dan waktu rata-rata konsultasi 99,03 detik. Indikator pengetahuan pasien mengenai obatnya hanya 17,07% dan waktu konsultasi bervariasi yaitu 10–370 detik, dibandingkan waktu rekomendasi yaitu 60 detik. Tingkat pengetahuan pasien mengenai obat atau dosis hanya 21,17%. Kegiatan pelayanan kefarmasian di Apotek Pendidikan Unpad dapat dinilai dengan menggunakan indikator WHO dan diketahui bahwa pengetahuan pasien akan dosis obat dipengaruhi oleh jenis penyakit yaitu penyakit degeneratif dan nondegeneratif, sedangkan waktu pemberian obat dan pelabelan obat yang benar dipengaruhi oleh jenis resep pasien yaitu resep racikan atau nonracikan. Kecepatan waktu pelayanan untuk pasien nonkonseling perlu ditingkatkan sehingga diharapkan pasien dapat menerima obat dengan cepat. Pengetahuan pasien mengenai terapinya yang masih rendah juga diharapkan dapat meningkat dengan pemberian informasi obat atau konseling.Kata kunci: Indikator pasien, pelayanan kefarmasian, pengetahuan pasien, waktu konsultasi, waktu dispensing, tepat labelPatient Care Indicator: Degenerative-Nondegenerative Patients and Compounded-Non-Compounded Prescription in One of Community Pharmacy in BandungAbstractPharmacy is one of facilities for pharmacist to do a pharmaceutical care. It has been reported that 50% of patients failed to receive a treatment properly because of error in prescription and dispensing practices. Pharmacist has to be more involved in patient-oriented of pharmaceutical care. This study was conducted to evaluate pharmaceutical care in Apotek Pendidikan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung from July–October in 2017, by assessing several factors in drugs dispensing using WHO patient indicators instrument. This cross-sectional study was conducted with a minimum sample size of 20 patients. The indicators that we used based on WHO assessment were average consultation time, dispensing time, percent of drugs that can be delivered, percent of labeling, and knowledge of dosage. The results showed that the average of consultation time was 99.03 s, average of dispensing time was 264 s, percentage of delivered drug was 97.18%, and 100% of correctly labeled drugs. Patients’ knowledge about their drug was only 17.07%, and consultation time varied from 10 to 370 s, compared with recommended time which is 60 s. Patients’ knowledge about dose was only 21.17%. Pharmaceutical care in Apotek Pendidikan Unpad Bandung could be assessed by WHO indicators and can be seen that patients’ knowledge of drug dose was influenced by type of disease which is degenerative and nondegenerative diseases, while time of drug administration and correct drug labeling was influenced by type of prescription of patients that is prescription of compounded medicine or non-compounded medicine. Pharmacists need to increase their service time so that patients can receive the drug quickly. Low patient’s knowledge is also expected to increase by drug information service and counseling.Keywords: Consultation time, dispensing time, patient indicators, patient knowledge, pharmaceutical care, right label
REVIEW PENERAPAN REGULASI ICH Q3D DAN PENGARUHNYA BAGI INDUSTRI FARMASI INDONESIA Pamolango, Steven A.; Musfiroh, Ida
Jurnal Farmasi Medica/Pharmacy Medical Journal (PMJ) Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.519 KB) | DOI: 10.35799/pmj.2.1.2019.23608

Abstract

REVIEWPENERAPAN REGULASI ICH Q3D DAN PENGARUHNYA BAGI INDUSTRI FARMASI INDONESIA Steven A. Pamolango1), Ida Musfiroh1)1)Program Studi Profesi ApotekerFakultas Farmasi, Universitas PadjadjaranJalan Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363Email : stevenpamolango@gmail.com  ABSTRACT Regulation issued by the International Council for Harmonization (ICH) in ICH Q3D makes the pharmaceutical industry need to consider the assessment of the impurity factors on the drug products they produce. The elemental impurity assessments have been based only on the heavy metal test, but ICH Q3D assessments requires specific method for each elemental impurity. To quantify the amount of the elemental impurities require a special instrument, The United State Pharmacopeia (USP) suggests the use of Inductively Coupled Plasma (ICP) as instrument in its tests. Indonesia National Agency of Drug and Food Control as the regulatory agency has not issued a special regulation related to the elemental impurities but some pharmaceutical companies in Indonesia who export their products to ICH member countries have conducted the risk assessment of elemental impurities especially the pharmaceutical companies with Foreign Investment. Keywords : ICH Q3D, Elemental Impurities, Analysis Method, Risk Assessment.  ABSTRAK Peraturan yang dikeluarkan The International Council for Harmonisation (ICH) dalam ICH Q3D membuat industri farmasi perlu menerapkan penilaian resiko terhadap unsur pengotor pada produk obat yang mereka produksi. Sebelumnya, penilaian unsur pengotor selama ini hanya berdasarkan pengujian terhadap logam berat namun ICH Q3D mewajibkan pengujian spesifik untuk tiap unsur pengotor. Upaya untuk mengetahui unsur pengotor yang merupakan unsur logam memerlukan instrument khusus, dan pada United State Pharmacopeia (USP) menyarankan penggunaan Inductively coupled plasma (ICP) sebagai instrumen dalam pengujiannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia sebagai instansi regulatory saat ini belum mengeluarkan regulasi khusus terkait unsur pengotor namun beberapa perusahaan farmasi di Indonesia yang melakukan proses ekspor produknya ke negara anggota ICH telah melakukan kajian resiko unsur pengotor terutama perusahaan farmasi dengan Penanaman Modal Asing (PMA). Kata Kunci : ICH Q3D, Unsur Pengotor, Metode Analisis. Kajian Resiko.
UJI FITOKIMIA, ANTIOKSIDAN, DAN TOKSISITAS DARI EKSTRAK DAUN KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM) DENGAN METODE 1.1-DIPHENYL-2-PICRYLHYDRAZYL (DPPH) DAN BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) Pamolango, Steven A.
PHARMACON Vol 5, No 3 (2016): Pharmacon
Publisher : PHARMACON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

UJI FITOKIMIA, ANTIOKSIDAN, DAN TOKSISITAS DARI EKSTRAK DAUN KENTANG (Solanum tuberosum) DENGAN METODE 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)   Steven A. Pamolango1), Widdi Bodhi1), A. C. Wullur1) 1)Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95116   ABSTRACT Potatoes (Solanum tuberosum) is only used for it?s tuber, otherwise it?s leaves and the other parts just be a waste, whereas the potato plants in previous research is having potential use as antioxidants that contain high anthocyanin, makes potatos have strong antioxidants activity, so the other parts of potatoes which is the leaves also potentially have similar content. This research aims to determine the potential of the leaves of potato based on it?s phytochemical content, the ability of antioxidant activity, and toxicity, so that later the leaves of potato is not only to be a waste but can be processed and used. Result of this research showed that ethanol extract of the potatoes leaves contains flavonoids and tanins which potentially as an antioxidant, despite it?s low value of Concetration Inhibition 50 (IC50) was 266,69 µg/mL based on tested by the method of 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), potatoes leaves have a high toxicity values, the value of Lethality Concentration 50 (LC50) was 44,46 µg/mL tested using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) methods. Keywords : Potatoes leaves, Phytochemical, Antioxidant, Toxicity, DPPH, BSLT, IC50, LC50.   ABSTRAK Pengolahan kentang (Solanum tuberosum) terbatas pada umbinya saja, bagian lainnya seperti daun hanya menjadi limbah, padahal tanaman kentang merupakan tanaman yang memiliki potensi sebagai bahan antioksidan dengan kandungan antosianin yang tinggi yang membuat kentang mempunyai aktivitas antioksidan kuat pada penelitian sebelumnya, sehingga bagian dari tanaman kentang lainnya yakni bagian daun juga  berpotensi memiliki kandungan serupa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari daun kentang berdasarkan kandungan fitokimia, kemampuan aktivitas antioksidan, dan toksisitasnya, agar nantinya daun kentang tidak hanya menjadi limbah melainkan dapat diolah dan dimanfaatkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kentang memiliki kandungan flavonoid dan tanin yang berpotensi sebagai antioksidan walaupun hanya memiliki nilai Inhibisi Concetration 50 (IC50) yang rendah yakni, 266,69 µg/mL berdasarkan pengujian dengan metode 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), daun kentang mempunyai nilai toksisitas yang tinggi, yakni nilai Lethality Concetration 50 (LC50) sebesar 44,46 µg/mL yang dilakukan dengan metode pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).     Kata kunci : Daun Kentang, Fitokimia, Antioksidan, Toksisitas, DPPH, BSLT, IC50, LC50.