Ni Kadek Ayu Sri Undari
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

LEGALITAS FORMIL PENERBITAN PERPPU CIPTA KERJA: KAJIAN ATAS SUBJEKTIVITAS PRESIDEN DI TENGAH OVERSIZED COALITION Ni Kadek Ayu Sri Undari; Kadek Agus Sudiarawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 4 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i04.p01

Abstract

Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu CK) telah mencabut keberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU CK) yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menjabarkan secara komprehensif persyaratan legalitas formil penerbitan Perppu di Indonesia serta mengkaji penerapannya dalam konteks Perppu CK. Studi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan berupa statute, case dan conceptual approach. Hasil studi menunjukkan terdapat tiga syarat formil penerbitan Perppu yakni: (1) Adanya kegentingan yang memaksa; (2) Terjadinya kekosongan hukum atau hukum tidak memadai; dan (3) Tidak tersedianya waktu penyusunan undang-undang dengan prosedur normal. Ketiga persyaratan tersebut tidak terpenuhi dalam penerbitan Perppu CK akibat saratnya subjektivitas Presiden dalam memaknai “kegentingan yang memaksa” yang lebih mengarah pada “kegentingan yang dipaksakan”. Kedudukan UU CK yang masih berlaku sebagai hukum positif berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 juga menunjukkan bahwa saat ini tidak terjadi kekosongan hukum, bahkan materi muatan Perppu CK yang tidak jauh berbeda dengan UU CK justru membuktikan UU a quo masih memadai. Tersedianya waktu perbaikan UU CK hingga 25 November 2023 pun tidak digunakan dengan baik oleh pemerintah dan pembentuk undang-undang. Sebaliknya, pemerintah justru memilih “jalan pintas” melalui penerbitan Perppu CK. Kondisi tersebut diperparah dengan situasi oversized coalition melalui dominasi partai koalisi Jokowi di Parlemen saat ini. Dengan demikian, proyeksi posisi DPR mengarah pada persetujuan dan pemberian legitimasi objektivitas formil atas Perppu CK tanpa mengindahkan dinamika penolakan di tengah masyarakat maupun amanat Putusan MK. ABSTRACT The Job Creation Substitute Government Regulation has revoked the existence of the Job Creation Law, which was declared conditionally unconstitutional. Therefore, this study aims to comprehensively describe the formal legality requirements for issuing Substitute Government Regulation and its application in the Job Creation Substitute Government Regulation. This study uses a normative juridical method with a statute, case, and conceptual approach. The results show there are three formal requirements for issuing a Substitute Government Regulation, namely the existence of (1) compelling crisis; (2) legal vacuum or inadequate law; and (3) the unavailability of time for drafting laws with the usual procedure. The Job Creation Substitute Government Regulation issuance did not fulfill these requirements due to the President's subjectivity in interpreting "forced urgency". The enforceability of the Job Creation Law based on the Constitutional Court’s Decision Number 91/PUU-XVIII/2020 shows that, currently, there is no legal vacuum. The similarities between the Job Creation Substitute Government Regulation and Law contents proved that the law is still adequate. Instead of using the available time to amend the Job Creation Law, the government chose a "short cut" by issuing the Job Creation Substitute Government Regulation. The oversized coalition situation exacerbates this condition through the dominance of Jokowi's coalition parties in the current Parliament. Thus, the projection of the Parliament's position tends to approve and give formal objectivity legitimacy without regard to society's rejection dynamics and the Constitutional Court's mandate.
Diskursus Kompetensi Pengadilan Negeri dalam Memutus Penundaan Pemilu: Studi Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst Ni Kadek Ayu Sri Undari; I Gusti Ayu Ketut Intan Pradnyawati
Kertha Patrika Vol 45 No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2023.v45.i01.p01

Abstract

Pemilu merupakan pranata terpenting bagi negara demokrasi sehingga penundaan pemilu dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap konstitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan secara komprehensif ketentuan penundaan pemilu yang dikaji berdasarkan perspektif konstitusi dan peraturan perundang-undangan derivative lainnya; menyajikan implementasi ketentuan tersebut dalam konteks Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst serta mengelaborasi proyeksi implikasi yuridis dan politis atas dikeluarkannya Putusan in casu. Metode penelitian normatif dipilih untuk mengkaji permasalahan tersebut melalui statute, case dan conceptual approach terhadap sumber hukum primer dan sekunder yang kemudian disajikan secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara yuridis, kewenangan penetapan penundaan pemilu berada pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Presiden dengan dasar pertimbangan berupa adanya kerusuhan; gangguan keamanan; bencana alam; gangguan lainnya atau terjadinya situasi bahaya. Keseluruhan indikator tersebut tidaklah terpenuhi dalam konteks Putusan Pengadilan Negeri in casu yang bahkan sejatinya tidak memiliki kewenangan untuk memutus sengketa proses pemilu dan terlebih menetapkan penundaan pemilu. Kendatipun demikian, asas res judicata pro veritate habetur mengakibatkan putusan tersebut tetap harus dianggap benar dan dijalankan sehingga pada akhirnya menyisakan ruang besar implikasi yuridis berupa penyudutan KPU dalam posisi yang dilematis, serta secara politis akan menjadi sebuah preseden yang melegitimasi pemanfaatan celah hukum demi menjalankan agenda politik penundaan pemilu di kemudian hari.