Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KAJIAN HUKUM SURAT KETERANGAN TANAH YANG DIKELUARKAN KEPALA DESA SEBAGAI BUKTI AWAL HAK MILIK ATAS TANAH Yosep Surya Ditama Sibarani; Maarthen Youseph tampanguma; Susan Lawotjo
LEX PRIVATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penerbitan SKT banyak menimbulkan persoalan Hukum bagi masyarakat, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan serta persoalan hukum Surat Keterangan Tanah yang dibuat kepala Desa Sebagai Bukti Awal Hak Milik Atas Tanah dengan mengakaji Hukum yang berlaku di Indonesia terkait mengenai Surat Keterangan Tanah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, pendekatanUndang-undang dan pendekatan kasus. Adapun hasil dari penelitian ini Bahwa kedudukan hukum Surat Keterangan Tanah yang dibuat Kepala Desa sebagai bukti awal hak milik dalam rangka pendaftaran tanah merupakan penjelasan tentang riwayat tanah menyangkut dari mana tanah itu berasal, siapa yang menguasai secara fisik tanah tersebut serta batas-batasnya, sehingga surat keterangan tanah berfungi sebagai bukti awal penguat penguasaan secara fisik, ketika pemohon tidak memiliki atau tidak lengkap bukti penguasaanya. Dan persoalan hukum yang masi sering ditemui dalam masyarakkat yang mana tumpang tindi kepemilikan sebuah tanah yang mengakibatkan tanah tersebut bersengketah yang mana kemudian masyarakat mengalami kendala dalam pengelolaan tanahnya. Kata Kunci: Kedudukan Hukum; Surat Keterangan Tanah, Kepala Desa
ANALISIS MENGENAI PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA NOMOR 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Kristian Brando Kasdi; Maarthen Youseph Tampanguma; Maya Sinthia Karundeng
LEX PRIVATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis legalitas dari suatu perkawinan yang dilaksanakan beda agama serta untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan beda agama. Setelah dikaji dan dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif maka diperoleh kesimpulan yaitu pertama, legalitas dari perkawinan yang dilaksanakan beda agama didasarkan pada ketentuan agama dan perundang-undangan dibidang hukum perkawinan adalah tidak sah. Namun demikian, dalam Undang-Undang Perkawinan tidak secara tegas melarang perkawinan beda agama. Dilain sisi, perkawinan beda agama yang dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan secara legal adalah sah menurut hukum dan berhak untuk dicatatkan oleh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Hal ini menunjukan adanya pertentangan hukum diantara 2 (dua) undang-undang ini, yang tentu saja menimbulkan multi tafsir di kalangan masyarakat, terlebih khusus hakim dalam memutus permohonan perkawinan beda agama. Tercermin dari disparitas penetapan hakim, dimana sebagian menolak, sebagian lagi mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Hal ini tentu menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua, Hakim Pengadilan Negeri Surabaya mendasarkan pertimbangannya kepada Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1989, berikut Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan penjelasannya, serta pada ketentuan yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia sebagaimana termuat dalam Pasal 29 dan Pasal 28 B Ayat (1) UUD 1945. Yang pada pokoknya memandang bahwa perbedaan agama dari calon suami istri bukan merupakan salah satu larangan perkawinan, dan mengenai larangan perkawinan beda agama tidak ditemukan dalam rumusan pasal demi pasal dalam Undang-Undang Perkawinan, sehingga permasalahan terkait perkawinan beda agama atau kepercayaan menjadi wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutusnya. Kata Kunci : perkawinan beda agama, legalitas perkawinan, penetapan pengadilan
KEDUDUKAN DEWAN PENGUPAHAN DALAM MENENTUKAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA Sinta Lamria Yulianti Siagian; Ronny A. Maramis; Maarthen Youseph tampanguma
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kedudukan dewan pengupahan dalam penetapan upah minimum dan untuk mengetahui bagaimana hubungan dewan pengupahan dengan Gubernur pada penetapan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Dewan pengupahan bersifat indenpenden dan nonstruktural yang memiliki dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2021. Tugas dan Wewenang Dewan Pengupahan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 menuliskan bahwa dewan pengupahan memberi saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta pengembangan sistem pengupahan nasional. Dewan Pengupahan Provinsi juga bertugas menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota juga bertugas menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. Pembentukan, pengangkatan, dan pemberhentian Dewan Pengupahan dilakun para pihak yang terlibat dalam pembuatan Kebijakan Upah Minimum. 2. Gubernur dan Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki hubungan yang sangat erat dalam penetapan Upah Minimum, mulai dari pemberian saran dan pertimbangan maupun rekomendasi dalam rangka penetapan Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/kota. Kata Kunci : Kedudukan Dewan, Upah Minimum, Buruh