Ahmad Gelora Mahardika
UIN Sayyid Ali Rahmatullah

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PENANGGULANGAN WABAH PANDEMI DENGAN METODE OMNIBUS LAW Ahmad Gelora Mahardika
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 3 No 1 (2023): Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 3 No 1 Tahun 2023
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.895 KB)

Abstract

Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia telah mengubah seluruh tatanan kehidupan manusia, dengan adanya perubahan tersebut Pemerintah membuat regulasi baru sebagai upaya untuk menanggulangi wabah pandemi covid-19. Tindakan tersebut didasarkan sebagap upaya Pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dimasyarakat. Akan tetapi, problematika terkait penanggulangan wabah pandemi semacam Covid-19 yang mana terjadi dihampir seluruh wilayah Indonesia tidak hanya terbatas pada persoalan karantina dan pembatasan sosial, melainkan terkait pula dengan kebijakan ekonomi, ketenagakerjaaan hingga problematika lainnya sebagai dampak yang diakibatkan wabah pandemi Covid-19. Dari berbagai macam peraturan yang tersedia, diketahui banyak peraturan yang tumpang tindih satu sama lain, hal ini tentu saja berdampak terhadap ketidakpastian hukum. Oleh karena itulah penataan regulasi menjadi sesuatu hal yang perlu dilakukan, dibutuhkan pengharmonisasian dari semua regulasi yang mengatur terkait penanggulangan wabah pandemi dengan metode omnibus law. Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah metode yuridis normatif. Dimana metode yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma hukum yang berkaitan dengan omnibus law. Kesimpulan dalam karya tulis ilmiah ini adalah terjadi disharmonisasi norma terkait dengan wabah pandemi sehingga perlu dilakukan harmonisasi melalui metode omnibus law.
POLITIK HUKUM DI DALAM HAK KEBEBASAN BERPENDAPAT PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA: Legal Politics in the Right to Freedom of Speech in Law Number 1 of 2023 Concerning Book of Criminal Codes Ahmad Gelora Mahardika
Constitution Journal Vol. 2 No. 1 (2023): Constitution Journal June 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/constitution.v2i1.45

Abstract

Human rights are an essential part of the constitution. Therefore, any regulations should place human rights as the main paradigm in their formation process. Law Number 1 of 2023 concerning the Book of Criminal Code is a legal product emerged from a prolonged process. It is since the Indonesian legal system has a dream to have criminal law regulations that are in line with the values of the Indonesian nation. This concept is based on the fact that the previous Book of Criminal Code was a colonial legacy which of course was not in line with the traditions of the Indonesian nation. However, the existence of Articles 217 and 240 paragraph (1) of book of Criminal Codes which provide criminal sanctions for perpetrators of insulting against state institutions, government or President raises concerns that Indonesian law stands upright not to be in line with human rights principles. Based on that review, this article aims to answer the question of what it is the ideal political law related to insulting against President, state institutions or government to ensure that the Indonesian legal system is in line with human rights values, especially the right to freedom of speech. Normative juridical with comparative study was applied in this study. The hypothesis was that the provisions in Articles 217 and 240 paragraph (1) of Law Number 1 of 2023 contradict to human rights values. Keywords: human rights, law, government   Hak asasi manusia merupakan bagian penting dalam konstitusi. Oleh karena itulah, setiap regulasi apapun sepatutnya menempatkan hak asasi manusia sebagai paradigma utama dalam proses pembetukannya. UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP merupakan produk hukum yang lahir dari proses yang berkepanjangan. Hal itu disebabkan, sistem hukum Indonesia mempunyai mimpi untuk mempunyai peraturan hukum pidana yang selaras dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Konsep tersebut disebabkan KHUP sebelumnya merupakan warisan kolonial yang tentu saja tidak selaras dan sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia. Akan tetapi, adanya Pasal 217 dan 240 ayat (1) KHUP yang memberikan sanksi pidana bagi pelaku penghinaan terhadap lembaga negara, pemerintah atau Presiden memunculkan kekhawatiran bahwa hukum Indonesia justru berdiri tegak untuk tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebutlah, artikel ini hendak menjawab pertanyaan bagaimanakah politik hukum yang ideal terkait penghinaan terhadap Presiden, lembaga negara atau pemerintah untuk memastikan sistem hukum Indonesia selaras dengan nilai-nilai HAM khususnya hak untuk menyatakan pendapat. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi komparatif. Hipotesis dalam artikel ini adalah bahwa ketentuan dalam Pasal 217 dan 240 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Kata Kunci : Hak Asasi Manusia, Hukum, Pemerintah.
Pengujian Satu Atap Sebagai Optimalisasi Penataan Regulasi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Ahmad Gelora Mahardika
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2023): Morality : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52947/morality.v9i1.311

Abstract

Disharmonisasi tata regulasi Indonesia telah menjadi persoalan yang cukup pelik. Banyak faktor yang menyebabkannya. Salah satu faktor yang menjadi penyebab disharmonisasi peraturan perundang-undangan adalah tidak terpusatnya pengujian peraturan perundang-undangan dalam satu lembaga tersendiri. Berdasarkan Pasal 24A dan 24C UUD NRI 1945, Pengujian peraturan perundang-undangan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dilakukan oleh dua lembaga terpisah yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Putusan kedua lembaga peradilan tersebut adalah final dan mengikat dan tidak dapat diajukan banding, sehingga putusan tersebut harus dilaksanakan. Persoalan terjadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia ketika kedua lembaga tersebut mengeluarkan putusan yang saling bertentangan sehingga berdampak terhadap ketidakpastian hukum terkait norma mana yang harus diterapkan. Oleh karena itulah, pengujian satu atap menjadi sesuatu yang urgen untuk diberlakukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sebagai upaya untuk menciptakan harmonisasi regulasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hipotesis penelitian adalah bahwa pengujian satu atap diperlukan dan selayaknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi.
POLITIK HUKUM DI DALAM HAK KEBEBASAN BERPENDAPAT PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA: Legal Politics in the Right to Freedom of Speech in Law Number 1 of 2023 Concerning Book of Criminal Codes Ahmad Gelora Mahardika
Constitution Journal Vol. 2 No. 1 (2023): Constitution Journal June 2023
Publisher : UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/constitution.v2i1.45

Abstract

Human rights are an essential part of the constitution. Therefore, any regulations should place human rights as the main paradigm in their formation process. Law Number 1 of 2023 concerning the Book of Criminal Code is a legal product emerged from a prolonged process. It is since the Indonesian legal system has a dream to have criminal law regulations that are in line with the values of the Indonesian nation. This concept is based on the fact that the previous Book of Criminal Code was a colonial legacy which of course was not in line with the traditions of the Indonesian nation. However, the existence of Articles 217 and 240 paragraph (1) of book of Criminal Codes which provide criminal sanctions for perpetrators of insulting against state institutions, government or President raises concerns that Indonesian law stands upright not to be in line with human rights principles. Based on that review, this article aims to answer the question of what it is the ideal political law related to insulting against President, state institutions or government to ensure that the Indonesian legal system is in line with human rights values, especially the right to freedom of speech. Normative juridical with comparative study was applied in this study. The hypothesis was that the provisions in Articles 217 and 240 paragraph (1) of Law Number 1 of 2023 contradict to human rights values. Keywords: human rights, law, government   Hak asasi manusia merupakan bagian penting dalam konstitusi. Oleh karena itulah, setiap regulasi apapun sepatutnya menempatkan hak asasi manusia sebagai paradigma utama dalam proses pembetukannya. UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP merupakan produk hukum yang lahir dari proses yang berkepanjangan. Hal itu disebabkan, sistem hukum Indonesia mempunyai mimpi untuk mempunyai peraturan hukum pidana yang selaras dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Konsep tersebut disebabkan KHUP sebelumnya merupakan warisan kolonial yang tentu saja tidak selaras dan sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia. Akan tetapi, adanya Pasal 217 dan 240 ayat (1) KHUP yang memberikan sanksi pidana bagi pelaku penghinaan terhadap lembaga negara, pemerintah atau Presiden memunculkan kekhawatiran bahwa hukum Indonesia justru berdiri tegak untuk tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebutlah, artikel ini hendak menjawab pertanyaan bagaimanakah politik hukum yang ideal terkait penghinaan terhadap Presiden, lembaga negara atau pemerintah untuk memastikan sistem hukum Indonesia selaras dengan nilai-nilai HAM khususnya hak untuk menyatakan pendapat. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi komparatif. Hipotesis dalam artikel ini adalah bahwa ketentuan dalam Pasal 217 dan 240 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Kata Kunci : Hak Asasi Manusia, Hukum, Pemerintah.
Modifikasi Dimensi Hoax dan Negative Campaign dalam Pemilihan Umum Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Kebebasan Berpendapat Ahmad Gelora Mahardika
TANFIDZIY Vol 3 No 1 (2024): Tanfidziy: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Publisher : Constitutional Law and Siyasah Department, Sharia and Law Faculty, IAIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47766/tanfidziy.v3i1.2089

Abstract

The election is a regular political momentum in the Indonesian constitutional system. History records that elections have always been a political contestation that presents various dynamics at the national and local levels. This dynamic has various forms, including hoax news or negative campaigns whose truth cannot be verified. However, the Indonesian legal system still needs to provide a concrete definition regarding the differentiation of meaning between insult and criticism. That causes the perpetrators of the criminal act of spreading hoaxes to be interpreted unilaterally by law enforcement even though it was criticism. On the other hand, as the supreme leader of law enforcement, the government has the potential to abuse power and intervene in law enforcement processes, which can disrupt Indonesia's democratic process in elections. Based on this, the idea of modifying the dimensions of hoaxes and negative campaigns in elections, especially related to the criminal system, is urgent. The hypothesis in this study is that it is necessary to modify the dimensions of the election, especially those governing the electoral criminal system as a form of state existence to present democratic elections.