Panglima Laot is a traditional institution in Aceh that regulates and coordinates fishing communities based on Islamic Sharia and plays a role in the marine and fisheries sectors. Massive shark fishing in Aceh still occurs, although bycatch, and threatens several species such as the hammerhead shark (Sphyrna lewini), cowboy shark (Carcharhinus longimanus), sawfish (Pristis microdon), whale shark (Rhyncodon typus), and monkey shark (Alopias pelagicus), whose status is protected. This study aims to determine the role of Panglima Laot in preventing protected shark fishing in Aceh and the constraints of Panglima Laot in preventing protected shark fishing in Aceh. The theory used in this research is Democratic Leadership Style. The method used is qualitative, with observation, interview, and field study. The results showed that Panglima Laot plays a role through direct socialization with fishermen and the delivery of appeals with props such as pamphlets from the Marine and Fisheries Service. However, they face obstacles such as budget limitations, difficulties in changing fishermen's habits, accidental shark catches, and the high value of shark products triggering market demand. Therefore, there is a need for gradual education about protected sharks in Panglima Laot, and it is hoped that the Panglima Laot customary institution can become a reference for marine and fisheries issues in Indonesia. Abstrak Panglima Laot adalah lembaga adat di Aceh yang mengatur dan mengkoordinasi komunitas nelayan berdasarkan Syariat Islam serta berperan dalam bidang kelautan dan perikanan. Penangkapan hiu yang masif di Aceh masih terjadi, meskipun sebagai tangkapan sampingan dan mengancam beberapa spesies seperti hiu martil (Sphyrna lewini), hiu koboi (Carcharhinus longimanus), hiu gergaji (Pristis microdon), hiu paus (Rhyncodon typus), dan hiu monyet (Alopias pelagicus) yang statusnya dilindungi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Panglima Laot dalam mencegah penangkapan hiu yang dilindungi di Aceh dan kendala Panglima Laot dalam mencegah penangkapan hiu yang dilindungi di Aceh. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Demokratis. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan observasi, wawancara, dan studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Panglima Laot berperan melalui sosialisasi langsung kepada nelayan dan penyampaian himbauan dengan alat peraga seperti pamflet dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Namun, mereka menghadapi kendala seperti keterbatasan anggaran, kesulitan merubah kebiasaan nelayan, penangkapan hiu secara tidak disengaja, dan nilai produk hiu yang tinggi memicu permintaan pasar. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi secara bertahap tentang hiu yang dilindungi kepada Panglima Laot serta diharapkan lembaga adat Panglima Laot ini dapat menjadi rujukan untuk permasalahan kelautan dan perikanan di Indonesia.