Faradilla Fadlia
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Women Friendly Mosque in Banda Aceh: A Study of the Concept of Gender Justice and Gender Planning Perspective Faradilla Fadlia; Ismar Ramadani; Siti Nur Zalikha
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 16, No 1 (2021): April
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.723 KB) | DOI: 10.21580/sa.v16i1.6330

Abstract

All public spaces, including mosques, should be accessible to everyone and must accommodate the needs of all gender groups. This paper analyzes several mosques in Aceh which are considered unfriendly to one gender and several mosques which are considered gender responsive and their impact on the convenience of women to worship in the mosque. This study used a qualitative method with in-depth interviews and gender planning theory as an analytical tool. This study found several findings. First, the female and male congregations experience comfort and discomfort related to spatial planning and facilities. Second, spatial planning and facilities have discriminated against one gender group. Third, mosques in Aceh are generally reserved for men. This resulted in the layout of the mosque not accommodating the needs of women. Therefore, this study recommends that all public spaces, especially mosques, must be designed as gender-friendly buildings, accommodating all needs for worship for both men and women, parents and children, without reducing the value and spatial aspects of the mosque building.
Kerusakan Lingkungan di Lokasi Wisata Puncak Geurutee Faradilla Fadlia; Ulfa Ramadhani; Ismar Ramadani; Maghfira Faraidiany
Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi) Vol 17, No 1 (2023)
Publisher : Sociology Department Of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jsu.v17i1.29469

Abstract

The Puncak Geurutee area is one of the tourist destinations in Aceh Jaya Regency, as regulated by Regional Regulation No. 9 of 2014 concerning the Spatial Planning and Area of Aceh Jaya Regency for the period of 2014-2034. This research aims to describe the potential environmental impacts in the Puncak Geurutee area. The research method used is qualitative descriptive, utilizing primary and secondary data sources. Data collection is conducted through interviews. The research findings indicate that this tourist location is situated in a protected forest area and along the road. Therefore, the selling activities conducted by vendors along Geurutee Road are considered violations of regulations. Furthermore, this tourist site lacks waste management services, resulting in vendors disposing of trash indiscriminately, including into the ravine, which can eventually reach the sea. The absence of government intervention in regulating these illegal vendors contributes to ongoing environmental damage and disruption to the road's functionality. Additionally, the culinary huts located at the tourist site are also illegal structures.AbstrakKawasan Puncak Geurutee merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Aceh Jaya. Hal ini tertuang dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014-2034. Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang keberadaan lokasi wisata yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan di kawasan Puncak Geurutee. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dengan sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data digunakan dengan cara wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lokasi wisata ini berada di kawasan hutan lindung dan badan jalan maka kegiatan berjualan yang dilakukan oleh pedagang di sepanjang jalan Geurutee merupakan tindakan yang dilarang. Temuan penelitian ini, lokasi wisata yang berada di badan jalan dan kawasan hutan lindung menyebabkan tidak ada layanan pengelolaan sampah hal ini menyebabkan pedagang membuang sampah sembarangan ke dasar jurang dan dapat mencapai laut. Pemerintah tidak hadir untuk mengatur pedagang liar yang menyebabkan kerusakan lingkungan terus terjadi dan fungsi jalan yang terganggu bangunan pondok kuliner di lokasi wisata tersebut bersifat illegal.
Peran Panglima Laot dalam Mencegah Penangkapan Hiu yang Dilindungi di Aceh: Studi Kasus di Gampong Lampulo Teuku Ichlas Arifin; Faradilla Fadlia; Iqbal Ahmady
Journal of Political Sphere Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Journal of Political Sphere

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jps.v5i1.40003

Abstract

Panglima Laot is a traditional institution in Aceh that regulates and coordinates fishing communities based on Islamic Sharia and plays a role in the marine and fisheries sectors. Massive shark fishing in Aceh still occurs, although bycatch, and threatens several species such as the hammerhead shark (Sphyrna lewini), cowboy shark (Carcharhinus longimanus), sawfish (Pristis microdon), whale shark (Rhyncodon typus), and monkey shark (Alopias pelagicus), whose status is protected. This study aims to determine the role of Panglima Laot in preventing protected shark fishing in Aceh and the constraints of Panglima Laot in preventing protected shark fishing in Aceh. The theory used in this research is Democratic Leadership Style. The method used is qualitative, with observation, interview, and field study. The results showed that Panglima Laot plays a role through direct socialization with fishermen and the delivery of appeals with props such as pamphlets from the Marine and Fisheries Service. However, they face obstacles such as budget limitations, difficulties in changing fishermen's habits, accidental shark catches, and the high value of shark products triggering market demand. Therefore, there is a need for gradual education about protected sharks in Panglima Laot, and it is hoped that the Panglima Laot customary institution can become a reference for marine and fisheries issues in Indonesia. Abstrak Panglima Laot adalah lembaga adat di Aceh yang mengatur dan mengkoordinasi komunitas nelayan berdasarkan Syariat Islam serta berperan dalam bidang kelautan dan perikanan. Penangkapan hiu yang masif di Aceh masih terjadi, meskipun sebagai tangkapan sampingan dan mengancam beberapa spesies seperti hiu martil (Sphyrna lewini), hiu koboi (Carcharhinus longimanus), hiu gergaji (Pristis microdon), hiu paus (Rhyncodon typus), dan hiu monyet (Alopias pelagicus) yang statusnya dilindungi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Panglima Laot dalam mencegah penangkapan hiu yang dilindungi di Aceh dan kendala Panglima Laot dalam mencegah penangkapan hiu yang dilindungi di Aceh. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Demokratis. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan observasi, wawancara, dan studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Panglima Laot berperan melalui sosialisasi langsung kepada nelayan dan penyampaian himbauan dengan alat peraga seperti pamflet dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Namun, mereka menghadapi kendala seperti keterbatasan anggaran, kesulitan merubah kebiasaan nelayan, penangkapan hiu secara tidak disengaja, dan nilai produk hiu yang tinggi memicu permintaan pasar. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi secara bertahap tentang hiu yang dilindungi kepada Panglima Laot serta diharapkan lembaga adat Panglima Laot ini dapat menjadi rujukan untuk permasalahan kelautan dan perikanan di Indonesia.