, Subekti
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENYELESAIAN PERKARA ANAK DALAM BENTUK RECIDIVE (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN FILIPINA) M. Asadur Rifqi; , Subekti
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i3.58955

Abstract

AbstrakPenelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  penyelesaian  perkara  Anak dalam bentuk recidive dengan cara membandingankan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan Republic Act 9344 sebagai Undang-Undang anak di  Filipina. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif  yang bersifat preskriptif. Pendekatan  yang digunakan  penulis adalah pendekatan perundang-undangan, perbandingan, serta konseptual. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Teknik analisis bahan hukum adalah analisis hasil penelitian dan pembahasan dengan menggunakan teori keadilan restoratif. Hasil penelitian ini menunjukkan perbandingan penyelesaian perkara Anak dalam bentuk recidive antara Indonesia dengan Filipina. Peraturan diversi di Indonesia tidak dapat mengupayakan anak yang melakukan pengulangan tindak pidana (recidive) yang mana hal tersebut mencederai  prinsip  nondiskriminasi,  sementara  dalam  peraturan  diversis  di Filipina mempunyai cara tersendiri dalam menangani Anak yang melakukan pengulangan tindak pidana (recidive). Indonesia dapat mengadopsi dan mereformulasi ulang peraturan mengenai recidive anak agar keadilan restoratif dalam proses diversi di Indonesia dapat terwujudkan.Kata Kunci: Diversi, Anak, Recidive, Keadilan Restoratif.AbtractThis research aims to determine the settlement of juvenile cases in the form of recidive by comparing Law Number 11 of 2012 on the Juvenile Criminal Justice System with Republic Act 9344 as the Juvenile Law in the Philippines. This is a normative law research that is prescriptive. The approach used by the author  is  a  legal,  comparative,  and  conceptual approach.  Techniques  of collecting legal materials performed with literature study. The technique of analysis of legal materials is the analysis of research results and discussion using the theories contained in the literature review. The results of this study show a comparison of the settlement of Anak cases in the form of recidive between Indonesia  and  the Philippines.  Diversion  regulations  in  Indonesia  do  not prosecute children who commit repeat offenses which violates the principle of nondiscrimination, while diversification regulations in the Philippines have their own way of dealing with children who commit repeat offenses. Indonesia can adopt and reformulate regulations on child recidivism so that restorative justice in the diversion process in Indonesia can be realized.Keywords: Diversion, Children, Recidive, Restorative Justice.
SINKRONISASI PENGATURAN DIVERSI DALAM MEMENUHI HAK ANAK BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Resti Pangesti; , Subekti
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 2 (2021): AGUSTUS
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i2.58874

Abstract

AbstractThis  research  was  written  to  examine  the  suitability  of  the  diversion arrangements  in  Article  7  Paragraph  (2)  of  Law  Number  11,  year  2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System with other laws and regulations in Indonesia. The method used in this research is the normative method which is prescriptive and applied, and uses the statue approach or statutory approach. The results of research conducted by synchronizing both vertically and horizontally according to the hierarchy of laws and regulations in Indonesia, show that the regulations regarding the diversion requirements stipulated in the SPPA are not in  sync  with  other Indonesian  laws and  regulations because  they  violate  the principle of non-discrimination and do not promote the best interests of Children, so that there is no real restorative justice. Based on this, it is necessary to re- examine the regulation of diversion requirements and be of concern to law enforcement officials and legislators to make a regulation that prioritizes the best interests of children in the juvenile criminal justice system.Keywords:  synchronization;  diversion;  non-discrimination;  restorative justice. AbstrakPenelitian ini ditulis untuk mengkaji kesesuaian pengaturan diversi pada Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode normatif yang bersifat preskriptif dan terapan, serta menggunakan pendekatan penelitian statue approach atau pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian yang dilakukan dengan mensinkronisasikan baik secara vertikal maupun horizontal menurut hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, menunjukkan bahwa pengaturan mengenai syarat diversi yang diatur dalam UU SPPA tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan Indonesia lainnya karena melanggar prinsip nondiskriminasi dan tidak mengedepankan kepentingan terbaik bagi Anak, sehingga   kurang  mewujudkan   adanya   keadilan  restoratif.   Berdasarkan   hal tersebut, perlunya dikaji kembali mengenai pengaturan syarat diversi dan menjadi perhatian oleh para aparat penegak hukum dan pembuat peraturan perundang- undangan untuk membuat suatu peraturan yang mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi Anak dalam sistem peradilan pidana anak.Kata kunci : sinkronisasi; diversi; nondiskriminasi; keadilan restoratif.
PIDANA PELATIHAN KERJA TERHADAP ANAK DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 13/PID.SUS ANAK/2020/PN MRE) Siti Nadhiroh; , Subekti
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i3.58963

Abstract

AbstractThis research aims to analyze the criminal of job training on children who commit criminal  of  copulation  in  The  District  Court  of  Muara  Enim  Case  Number 13/Pid.SusAnak/2020/PN Mre is it proper with the Act Number 11, 2012 article 78 paragraph (2) about system child criminal justice. This research used normative legal research with prescriptive and applied characteristic. This research used case approach. The legal materials consists of primary legal materials and secondary legal materials. The legal sources was obtained by literature study. The legal sources was analyzed by using deductive syllogism law method. Based on the results of the research, the author can conclude that the criminal of job training in The District Court of Muara Enim Case Number 13/Pid.SusAnak/2020/PN Mre in the form of job training for 2 (two) months incompatible with the Act Number 11, 2012 article 78 paragraph (2) about system child criminal justice which states that job training is imposed for a minimum of 3 (three) months and a maximum of one year. The provision of time is used as a benchmark for children to master the criminal skills of job training to the fullest, discipline and work ethic can be embedded well in children, and can be restore the child's psychological condition. The decision that impose a job training on a child below the minimum time will be not effective.Keyword: Criminal Job Training; Children; Copulation AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pidana pelatihan kerja terhadap Anak yang melakukan tindak pidana persetubuhan dalam Putusan Pengadilan Negeri Muara Enim Nomor 13/Pid.Sus Anak/2020/PN Mre apakah sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 78  Ayat  (2)  Undang  Undang  Sistem Peradilan Pidana  Anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian preskriptif dan terapan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus. Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer  dan  bahan  hukum sekunder.  Teknik  pengumpulan  bahan  hukum  yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik deduksi dengan metode silogisme hukum. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat penulis simpulkan bahwa pidana pelatihan kerja pada Putusan Pengadilan Negeri Muara Enim Nomor 13/Pid.Sus Anak/2020/PN Mre berupa pelatihan kerja selama 2 (dua) bulan tidak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 78 Ayat (2) Undang Undang Sistem Peradilan Anak yang menyebutkan pidana pelatihan kerja di kenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama satu tahun. Ketentuan waktu tersebut dijadikan sebagai tolak ukur Anak untuk menguasai keterampilan pidana pelatihan kerja secara maksimal, kedisiplinan serta etos kerja dapat tertanam baik pada diri Anak, dan dapat memulihkan kondisi psikologis Anak. Putusan yang menjatuhkan pidana pelatihan kerja terhadap Anak di bawah batas waktu minimal maka tidak akan efektif.Kata kunci: Pelatihan Kerja; Anak; Persetubuhan
URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PORNOGRAFI BALAS DENDAM (REVENGE PORN) Nabila Chandra Ayuningtyas; , Subekti
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i3.58954

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji ketentuan hukum mengenai perlindungan terhadap korban kejahatan revenge porn yang semakin marak terjadi di realita masyarakat. Penelitian ini menerapkan metode normatif yang bersifat preskriptif dengan menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan futuristis dan pendekatan deskripsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kondisi saat ini, masih belum terdapat payung hukum yang dapat memberikan perlindungan secara khusus terhadap korban revenge porn. Korban kejahatan seksual, termasuk tindakan penyebaran konten pornografi atas dasar balas dendam dalam kasus ini memerlukan perhatian khusus. Minimnya perlindungan hukum bagi korban serta terdapat beberapa ketentuan pasal dalam Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai rawan akan adanya kriminalisasi bagi korban, mengakibatkan banyaknya korban revenge porn yang enggan melaporkan atas kerugian yang dialaminya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan hukum pidana terkait perlindungan yang secara khusus diperlukan bagi korban revenge porn maupun kekerasan seksual berbasis gender siber lainnya.Kata Kunci: korban; pornografi balas dendam; perlindungan hukum. AbstractThis research aims to examine the legal provisions regarding to the protection of revenge porn crime victims which is increasingly happening in the reality of society. This study applies a prescriptive normative method using two approaches, namely the futuristic approach and the descriptive approach. The results of the study indicate that under current conditions, there is still no legal regulation that can provide special protection for victims of revenge porn. Victims of sexual crimes, including acts of distributing pornographic content on the basis of revenge in this case require special attention.The lack of legal protection for victims and there are several provisions of articles in the Pornography Law and the Information and Electronic Transactions Law which are considered prone to criminalization for victims, resulting in many victims of revenge porn who are reluctant to report their cases. Therefore, it is necessary to reform the criminal law related to the protection that is specifically needed for victims of revenge porn and other cyber gender-based sexual violence.Keywords: victim; revenge porn; legal protection.
PEMENUHAN HAK TAHANAN ANAK DI RUMAH TAHANAN (RUTAN) KELAS II B SERANG M. Alif Ghifari; , Subekti
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i3.58959

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemenuhan hak Tahanan Anak yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Serang. Anak adalah generasi penerus bangsa yang  tumbuh  kembangnya  harus  diperhatikan  dengan  baik  dan   bukan  hanya merupakan tanggung jawab dari keluarga dan orang tua saja melainkan juga menjadi tanggung  jawab masyarakat  dan negara,  mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki  kewajiban  untuk  menjamin  hak-hak  warga  negaranya,  termasuk  anak. Dalam hal ini, termasuk hak Tahanan Anak, meskipun mereka merupakan anak yang bermasalah dengan hukum, mereka adalah anak-anak yang tetap harus dipenuhi haknya. Anak yang ditahan ditempatkan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) atau Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS)  sesuai Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hanya saja tidak semua kota di Indonesia memiliki LPAS ataupun LPKS. Pilihan alternatif yang dilakukan Aparat Penegak Hukum adalah menitipkan anak di Rutan. Hasil kajian menunjukan bahwa pemenuhan hak terhadap Tahanan Anak  yang terdiri dari hak untuk bertahan hidup dan berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan dan hak untuk berpartisipasi telah dilakukan dengan baik oleh Rumah Tahanan Kelas II B Serang.   Walaupun   masih   kurang   dalam   penerapan   program-program   yang mendukung pemenuhan hak tahanan Anak di Rumah Tahanan Kelas II B Serang.Kata Kunci: pemenuhan hak anak, rutan serang, tahanan anak. AbstractThis study aims to examine the fulfillment of the rights of Child Prisoners who are detained in the Serang Detention Center. Children are the next generation of the nation whose growth and development must be considered properly and not only the responsibility of the family and parents but also the responsibility of the community and  the state,  considering  that  Indonesia  is a  country that  has an  obligation  to guarantee the rights   of its citizens, including children. In this case, including the rights of child prisoners, even though they are children who are in trouble with the law, they are children  whose rights must be still fulfilled. Detained children are placed in Temporary Child Placement Institutions (LPAS) or Social Welfare Organizing  Institutions  (LPKS)  in  accordance  with  Law  Number  11  of    2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. It’s just that not at all cities in Indonesia have LPAS or LPKS. An alternative choice made by law enforcement officers is to leave the child in the detention center. The results of the study show that the fulfillment of the rights of juvenile detainees consisting of the right to survive and develop, the right to protection and the right to participate has been carried out well by the Serang Detention Center. Although it is still lacking in the implementation of programs that support the fulfillment of the rights of juvenile detainees in Serang Detention Center.Keywords: fulfillment of childern’s rights, juvenile detainees, serang detention center.