Selain terjadi di kota-kota besar, subsidence juga bisa terjadi di sekitar daerah eksploitasi minyak dan gas bumi baik onshore maupun offshore. Indikasi penurunan tanah dapat dilihat dari terjadinya penurunan anjungan lower deck yang semakin tenggelam secara fisik. Terjadinya subsidence dapat menyebabkan kegagalan struktur. Apabila terjadi kegagalan, struktur dapat mengalami berbagai kemungkinan konsekuensi yang bisa menimbulkan bahaya hingga kerugian. Mengingat konsekuensi dan kerugian yang mungkin terjadi, maka perlu dilakukan analisis risiko pada struktur dengan variasi kedalaman subsidence hingga struktur mengalami keruntuhan. Analisis keruntuhan dilakukan dengan meningkatkan beban lingkungan kondisi badai secara bertahap hingga struktur mengalami keruntuhan karena terbentuknya member plastis. Member plastis akan digunakan dalam analisis keandalan, dimana peluang kegagalan member dihitung dengan simulasi Monte Carlo dengan menggunakan Random Number Generator (RNG). Kemudian, keandalan sistem dihitung menggunakan Reliability Block Diagram (RBD) yang selanjutnya digunakan dalam analisis risiko. Kedalaman maksimum subsidence yang diizinkan agar struktur masih layak beroperasi sesuai API RP 2A WSD 21st edition adalah sebesar 5.2 meter dengan Reserve Strength Ratio (RSR) terkecil yakni 1.85. Analisis keandalan dilakukan untuk kondisi non subsidence hinga kondisi subsidence 5.2 meter dengan keandalan sistem terkecil sebesar 0.436 dan Probability of Failure (PoF) sebesar 0.564. Berdasarkan matriks risiko, diperoleh hasil bahwa struktur untuk kondisi non-subsidence dan subsidence konsekuensi safety berada di area kuning yang berarti medium risk merupakan daerah as low as reasonably practicable (ALARP), sedangkan untuk konsekuensi environment dan business berada di area merah yang berarti high risk.