Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi sangat memengaruhi dinamika sosial masyarakat modern. Dunia modern memungkinkan penggunaan media sosial yang mudah untuk mendapatkan informasi, tetapi juga meningkatkan eskalasi dan kompleksitas konflik. Tujuan Kurikulum Merdeka, yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, adalah untuk menyediakan siswa untuk menghadapi tantangan yang rumit di era digital. Namun, penelitian menunjukkan bahwa literasi digital dan manajemen konflik di ruang digital masih menjadi masalah. Studi ini menggunakan metodologi kualitatif yang melibatkan studi kasus dan studi kepustakaan. Setelah dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen, data dianalisis secara tematik. Data primer berasal dari dokumen resmi Kemendikbudristek yang berkaitan dengan Kurikulum Merdeka, sedangkan data sekunder berasal dari artikel jurnal dan berita yang relevan. Hasil menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka telah menimbulkan banyak masalah. Ini termasuk perubahan metode pengajaran yang cepat, kurangnya pelatihan guru, dan keterlibatan yang rendah dari orang tua. Untuk mengatasi konflik digital di sekolah, metode seperti kurikulum berbasis peserta didik, pembelajaran berbasis proyek dan pemecahan masalah, dan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat sangat penting. Meskipun Kurikulum Merdeka memberi Anda kebebasan untuk menyesuaikan diri dengan masalah yang muncul di era komputer dan internet, untuk membuatnya berhasil, Anda memerlukan pendekatan manajemen konflik yang kuat. Untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan sukses di era digital ini, kerja sama antara sekolah, guru, siswa, dan orang tua sangat penting. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan metode untuk menangani konflik dalam situasi ini.