Hadianti, Atrida
Department Of Architecture And Planning Faculty Of Engineering, Universitas Gadjah Mada, Indonesia

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

ESTIMATION OF WILLINGNESS TO PAY TOWARDS RIVERSIDE LANDSCAPE DESIGN Atrida Hadianti; Yoshiaki Kubota
Journal of Architecture&ENVIRONMENT Vol 18, No 1 (2019)
Publisher : Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1119.75 KB) | DOI: 10.12962/j2355262x.v18i1.a5147

Abstract

Riverside landscape design is developed not only to enhance amenity but also to address disaster risks. This study aims to estimate the value of the design of riverside landscape, in terms of amenity and disaster mitigation. Contingent valuation method (CVM) is used for valuation of the proposed design of riverside landscape. The case study was taken place in Yogyakarta City, Indonesia, that has three main rivers flowing through the city; Winongo River, Code River and Gajahwong River. As the rivers are headed from Merapi volcano, the community that occupied the riverside areas is threatened by the risks of cold pyroclastic debris flow, beside the regular riverine flood. Respondents are family representatives that chosen randomly from the total population of Yogyakarta City. There are 580 samples, consists of 333 samples of Type A and 247 samples of Type B. Visual image with explanation of amenity obtained higher WTP rather than with explanation of disaster mitigation indicates that the explanation of amenity features of the design is valued higher rather than disaster mitigation features.  In addition, the value of extrapolated WTP results considerable amount in monetary term that represents the cost of realization of the design and also serves as feasibility of the project. However, visual image contain mixed value of the design to some extends, and the explanation increases the value of the design, due to the respondents may grasp other aspects than explained by viewing the visual image of the design. Reasons of willing to pay are all positively related to WTP, implies that people behaviour towards the riverside area is influencing the value, specifically related to their financial state. CVM as valuation technique for public good can be used to understand the perception and also to measure the acceptance of the public towards the proposed design.
KONSEP PENGGUNAAN RUANG DI KAWASAN ULEE LHEUE KOTA BANDA ACEH SEBAGAI RECREATIONAL WATERFRONT Maulana Rahmat; Bakti Setiawan; Atrida Hadianti
Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Vol 3 No 1 (2023): April 2023
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu (LP3) ITERA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35472/jppk.v3i1.1163

Abstract

One of the areas that are planning and developing this public space is the Ulee Lheue Beach area. This can be seen from the infrastructure development that the government is trying to make use of the area. This study aims to see the conceptual success of the use of regional space. This research uses the descriptive quantitative deductive method. The scope location of the research object is the Ulee Lheue seaside area. The data obtained for research are questionnaires, interviews, and secondary data. The sample used in this research is a proportional random sampling method. The principle of coastal urban planning is the basis for urban or regional planning, which includes various considerations and planning components for the success of a good city or region. The principle regarding the concept of a recreational waterfront area by the beach of Ulee Lheue which is very successful relates to the interest of the people of Banda Aceh City towards the area by the beach of Ulee Lheue, namely the uniqueness of the area. And what works relates to natural resources, in the form of water quality in the area. While those that are not successful relate to inter-regional integrity within the area.
Produktivitas Penggunaan Lahan Perkotaan di Pulau Jawa Eka Kristanto; Retno Widodo Dwi Pramono; Atrida Hadianti
Jurnal Multidisiplin West Science Vol 2 No 07 (2023): Jurnal Multidisiplin West Science
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jmws.v2i07.496

Abstract

Pemanfaatan penggunaan lahan perkotaan merupakan konsekuensi dari interaksi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan melalui peningkatan kebutuhan lahan untuk kegiatan ekonomi dan masyarakat di perkotaan. Kualitas kota produktif menunjukkan pertumbuhan kota dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penggunaan lahan perkotaan. Penelitian tentang hubungan ini telah banyak dipelajari di beberapa negara. Di Indonesia, penelitian terkait produktivitas penggunaan lahan perkotaan belum banyak dilakukan. Integrasi data ekonomi dan penggunaan lahan perkotaan masih terbatas, sehingga diperlukan informasi terkait produktivitas penggunaan lahan perkotaan untuk memaksimalkan pemanfaatan aset lahan perkotaan di Indonesia. Penelitian dengan mengambil kasus 34 kota di Pulau Jawa cukup representatif untuk mengetahui bagaimana karakteristik produktivitas penggunaan lahan perkotaan. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan indikator konsumsi penggunaan lahan dengan menggunakan klasifikasi LULC dari citra satelit Sentinel-2. Statistik deskriptif dan tipologi kota digunakan untuk menggambarkan relasi antara produktivitas penggunaan lahan perkotaan dan ukuran kota. Pada analisis tipologi, pertumbuhan ekonomi dan penggunaan lahan terbangun dapat menunjukan karakteristik efisiensi produktivitas penggunaan lahan pada perkotaan. Beberapa temuan dari studi ini menunjukkan bahwa produktivitas penggunaan lahan di kota-kota di Pulau Jawa cukup bervariasi, namun beberapa kota tidak cukup efisien dalam meningkatkan produktivitas penggunaan lahan nya. Kota yang memiliki produktivitas tinggi adalah kota-kota yang mulai mengalami deindustrialisasi dan hinterland-nya adalah kabupaten-kabupaten dengan perkembangan industri manufaktur nya tinggi. Sementara kota yang memiliki produktivitas menengah hingga rendah adalah kota-kota yang mendapat saingan dari hinterland dengan perkembangan industri jasanya tinggi.
Peningkatan Urban Health Resilience dengan Strategi Retrofitting Elemen Rancang Kota pada Permukiman Padat Aurelia Dewi; Muhammad Sani Roychansyah; Atrida Hadianti
Tekstur (Jurnal Arsitektur) Vol 4, No 2 (2023): Tekstur
Publisher : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.tekstur.2023.v4i2.4872

Abstract

Pertambahan penduduk perkotaan seringkali terjadi tanpa perencanaan yang memadai, terutama di kawasan pemukiman. Ini menyoroti kebutuhan untuk memikirkan kembali ruang perkotaan untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, bencana alam, kerusuhan sosial, dan wabah penyakit menular. COVID-19 telah menimbulkan pertanyaan tentang kerentanan kota terhadap masalah kesehatan, menyoroti perlunya langkah-langkah responsif dan adaptif. Konsep kota berbasis ketahanan kesehatan (Health Resilience) dapat menciptakan sistem kesehatan yang dapat merespon dan beradaptasi dengan tantangan baru, meningkatkan kesehatan. Strategi perkuatan diterapkan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan perkotaan (Urban Health Resilience) di permukiman padat penduduk, dengan fokus pada indikator seperti keragaman penggunaan lahan, kepadatan bentuk lingkungan, kualitas bentuk lingkungan, infrastruktur transportasi, konektivitas jalan, taman, rekreasi, serta akomodasi dan layanan darurat. Dengan meningkatkan perancangan kota melalui elemen rancang kota yang secara tidak langsung juga akan mengubah dan mendukung perilaku individu dan masyarakat untuk memiliki hidup yang lebih sehat. Berdasarkan penyelesaian dan penilaian yang diberikan diketahui bahwa penerapan tipe-tipe model retrofitting dapat diletakkan secara menyeluruh tidak memiliki perbedaan pada desain hanya saja terdapat perbedaan pada intensitas penerapan yang perlu untuk didahulukan dan menyesuaikan kebutuhan sesuai dengan konteks lingkungan yang ada untuk mencapai nilai tingkat ketahanan kesehatan kota (Urban Health Resilience) yang baik dan ideal.