Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

ANALISIS MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN DI INDONESIA Anggana Rahma Tiya; Hery Firmansyah
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 9 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i09.p06

Abstract

Pencari keadilan dalam kasus pidana sepenuhnya bergantung pada kemampuan untuk mengintegrasikan sistem yang ada di bawah komando kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Seiring berjalannya waktu dimana semakin hari terjadi peningkatan jumlah volume perkara dengan segala bentuk maupun variasi yang masuk ke pengadilan misalnya kasus pidana biasa atau dikenal dengan tindak pidana ringan atau Tipiring. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dan analisis data yang relevan. Studi literatur mencangkup referensi jurnal ilmiah, buku serta melakukan wawancara dengan sumber-sumber yang relevan dengan topik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan mediasi penal sebagai bentuk penyelesaian perkara tindak pidana ringan serta mengaitkan penerapannya dengan aturan yang berlaku. Mediasi penal merupakan alternatif penyelesaian tindak pidana di samping pengadilan, lebih cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Mediasi penal mengambil peran penting dalam penegakan hukum pidana dengan memerhatikan unsur keadilan dan kemanfaatan dan dianggap menjadi sebuah solusi bagi susah dan panjangnya penyelesaian perkara pidana melalui proses peradilan. Penggunaan mediasi penal sebagai solusi atas penyelesaian permasalahan pidana setidaknya memberikan keringanan pada sistem hukum pidana yang terkesan kaku. Justice seekers in criminal cases depend entirely on the ability to integrate existing systems under the command of the police, prosecutors, courts and correctional institutions. As time goes by, there is an increasing number of cases in all forms and variations that go to court, for example ordinary criminal cases or known as misdemeanors. The research method used in this research is literature study and relevant data analysis. The literature study includes references to scientific journals, books and conducting interviews with sources relevant to the topic. This study aims to determine the use of penal mediation as a form of settlement of minor criminal cases and link its application to applicable regulations. Penal mediation is an alternative settlement of criminal acts outside the court, is faster, cheaper and provides access to the disputing parties to obtain justice or a satisfactory settlement. Penal mediation plays an important role in criminal law enforcement by paying attention to the elements of justice and expediency and is considered a solution for the difficulty and length of settling criminal cases through the judicial process. The use of penal mediation as a solution to solving criminal problems at least provides relief to the criminal law system which seems rigid
Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Penista Agama dalam Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Thio Jonatan; Hery Firmansyah
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i10.13311

Abstract

Perkembangan teknologi di era globalisasi berkembang sangat pesat, sehingga penggunaan teknologi sudah menjadi bagian dalam aspek kehidupan manusia. Namun perkembangan tersebut akan memberikan dampak negatif apabila tidak digunakan dengan bijak, salah satu dampak negatif tersebut adalah timbulnya ujaran kebencian yang berbentuk penistaan terhadap suatu agama di Indonesia. Oleh sebab itu sebagai negara hukum yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tentu hukum harus mengikuti perkembangan jaman, salah satunya perkembangan teknologi. Sehingga hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya guna untuk menciptakan keadilan dan ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat.
Analisa Terhadap Penghentian Penyidikan Berdasarkan Keadilan Restoratif Pada Kasus Penculikan Gabriella Calista; Hery Firmansyah
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i9.14496

Abstract

Tindak Pidana merupakan pelanggaran terhadap hukum yang diatur oleh negara. Dasar hukum yang digunakan di Indonesia mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 yang selanjutnya disebut KUHAP. Bahwa tindak pidana berfokus pada hukuman bagi pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap apa yang dicantumkan dalam Hukum Pidana dengan penegakkan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan hakim. Dalam tindak pidana terdapat merupakan delik aduan seperti penganiayaan, pencurian, dan penculikan dibutuhkan kesaksian dari korban dalam mengusut perkara. Dalam proses pemidanaan, akan dilakukan penyidikan oleh kepolisian. Dengan menerapkan Restorative Justice sebagai pembaharuan dalam sistem peradilan pidana dengan adanya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif memberikan banyak solusi baru bagi sitem peradilan pidana di Indonesia dengan berorientasi bagi pemulihan korban yang dirugikan dan memberikan reparasi terhadap tindak pidana itu. Secara tidak langsung, perkara tidak perlu dilanjutkan karena sudah adanya kesepakatan antara korban dan pelaku, maka tidak memakan waktu untuk dilanjutkan ke pengadilan. Bahwa penelitian menggunakan metode penelitian normatif guna memahami sepenuhnya penerapan Perkapolri Nomor 8 tahun 2021 dalam perkara yang diancam dengan pidana penjara diatas 5 tahun. Bahwa dalam praktek dan penerapannya, hal itu dapat dilakukan apabila memenuhi syarat normatif yang terdapat dalam Perkapolri Nomor 8 tahun 2021 dan memberikan kepuasan dari masyarakat. Bahwa kepolisian sebagai mediator menempatkan kepentingan para pihak dengan penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Perkapolri Nomor 8 tahun 2021. Maka keadilan dapat dirasakan bagi para pihak baik secara prosedur normatif maupun secara substansi.
Analisis Keberadaan Senjata Airsoft Gun dalam Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia Briyan Dustin; Hery Firmansyah
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v8i11.13738

Abstract

Misuse of an object that is not in accordance with its designation is no longer new, but lately the public is being shocked by a replica weapon that is often used for criminal acts, and law enforcement officials themselves have often cracked down on the misuse of replica weapons, but the question is still what is the position of the airsoft gun itself in our laws and regulations and whether it is airsoft The gun itself is included as a firearm? And what are the normative legal consequences that can be given to the ownership and distribution of airsoft guns that are carried out not with requirements in accordance with applicable regulations? The author's hope in raising the theme itself is to hope that the position of the airsoft gun itself becomes clear whether the tool is included as a firearm or not, considering previous research that considers that airsoft guns are not firearms and cannot be dealt with by the Emergency Law. This research is carried out normatively, and the approach is carried out by reviewing existing laws and regulations (Statute Approach). And after examining through related laws and regulations and police regulations, it was found that airsoft guns are replica weapons classified as firearms for sports purposes, and therefore their possession and circulation can be criminally charged with Emergency Law Number 12 of 1951 considering that airsoft guns are classified as firearms, the results of this study certainly have novelty with previous research conducted where It was found that the airsoft gun is not a firearm and its possession without permission and its circulation cannot be charged with Emergency Law Number 12 of 1951, in other words the research conducted by this author contains elements of novelty
Analisis Rechtsvacuum dalam Hukum Acara Pidana Indonesia: Penerapan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Arnott Ferels; Hery Firmansyah
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v8i11.13870

Abstract

Within the context of criminal procedural law in Indonesia, the Criminal Procedure Code (often referred to by its Indonesian acronym, KUHAP) serves as the primary normative foundation governing the prosecution process. While the KUHAP intrinsically emphasizes a retributive justice paradigm, the global legal thought trend is currently shifting towards restorative justice (RJ). A crucial element in the KUHAP that warrants further scrutiny in this context is the prosecutorial discretion concerning the discontinuation of prosecutions. This research zeroes in on the analysis of the legal void or rechtsvacuüm in relation to RJ within the KUHAP, encompassing a comparative study with RJ models applied in various jurisdictions, such as the United States, the Netherlands, Japan, and Germany. The primary objective is to identify aspects of the KUHAP, especially those related to prosecutorial discretion, that have the potential to be harmonized with RJ principles, thereby supporting the restoration of relationships among offenders, victims, and the community. The findings from this analysis are hoped to inspire a more adaptive and inclusive reform of the criminal justice system in Indonesia. As recommendations, this research suggests the formulation of more explicit regulations, enhancement of the capacity of law enforcement officers through education and training, and collaboration with countries that have a proven track record in implementing RJ.
Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Penista Agama Dalam Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Thio Jonatan; Hery Firmansyah
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i9.13908

Abstract

Perkembangan teknologi di era globalisasi berkembang sangat pesat, sehingga penggunaan teknologi sudah menjadi bagian dalam aspek kehidupan manusia. Namun perkembangan tersebut akan memberikan dampak negatif apabila tidak digunakan dengan bijak, salah satu dampak negatif tersebut adalah timbulnya ujaran kebencian yang berbentuk penistaan terhadap suatu agama di Indonesia. Oleh sebab itu sebagai negara hukum yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tentu hukum harus mengikuti perkembangan jaman, salah satunya perkembangan teknologi. Sehingga hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya guna untuk menciptakan keadilan dan ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat.