Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Kombinasi Arang Kayu dan Jarak Tanam pada Budidaya Kacang Panjang (Vigna unguiculata ssp. sesquipedalis) Risma Ari Prayitno; Tjatur Prijo Rahardjo; Junaidi; Aptika Hana Prastiwi Nareswari
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 3 No. 2 (2023): JULY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v3i2.4714

Abstract

During the last five years, there has been a significant decline in asparagus bean production, so this commodity has the potential to be developed. The cause of the decrease in asparagus bean production is the use of cultivation techniques that could have been more optimal, especially in terms of spacing. It is necessary to find the best combination of charcoal application and spacing on the growth and yield of asparagus beans (Vigna unguiculata ssp. sesquipedalis) to overcome the problem. The study was conducted in the Faculty of Agriculture, University of Kadiri greenhouse from March to May 2022, using a factorial Randomized Block Design (RBD). The first factor studied was the application of wood charcoal as a mixture of planting media, with three levels of treatment, namely without wood charcoal (B1), 250 g of wood charcoal/plot (B2), and 300 g of wood charcoal/plot (B3). Spacing as the second factor consisted of three levels, namely 20 x 40 cm (S1), 30 x 40 cm (S2), and 40 x 60 cm (S3). Each factor combination was repeated three times, so there were 27 experimental units. The 5% BNT analysis showed an interaction between the treatment of wood charcoal application and plant spacing on the number of asparagus bean leaves at 4 - 6 WAP. The best results were obtained from the combination treatment of 250 g of wood charcoal/plot and a spacing of 40 x 60 cm (B2S3), which produced the best pods on asparagus bean plants. Selama lima tahun terakhir, terjadi penurunan produksi kacang panjang yang signifikan, sehingga komoditas ini memiliki potensi untuk dikembangkan. Penyebab dari penurunan produksi kacang panjang adalah penggunaan teknik budidaya tanaman yang belum optimal, terutama dalam hal pengaturan jarak tanam. Pencarian kombinasi terbaik pemberian arang dan jarak tanam pada pertumbuhan dan hasil kacang panjang (Vigna unguiculata ssp. sesquipedalis) dirasa perlu untuk dilakukan untuk mengatasi masalah. Penelitian dilakukan di greenhouse Fakultas Pertanian Universitas Kadiri pada bulan Maret hingga Mei 2022, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yang diteliti adalah pemberian arang kayu sebagai campuran media tanam, dengan tiga taraf perlakuan, yaitu tanpa arang kayu (B1), 250 g arang kayu/plot (B2), dan 300 g arang kayu/plot (B3). Jarak tanam sebagai faktor kedua terdiri atas tiga taraf, yaitu 20 x 40 cm (S1), 30 x 40 cm (S2), dan 40 x 60 cm (S3). Setiap kombinasi faktor diulang sebanyak tiga kali, sehingga total terdapat 27 satuan percobaan. Hasil analisis BNT 5% menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan pemberian arang kayu dan jarak tanam terhadap jumlah daun kacang panjang pada 4 - 6 MST. Hasil terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan pemberian 250 g arang kayu/plot dan jarak tanam 40 x 60 cm (B2S3), yang menghasilkan polong terbaik pada tanaman kacang panjang.
Hubungan Unsur Iklim terhadap Produksi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) di Kabupaten Nganjuk Agung Wilis Nurcahyo; Junaidi; Nugraheni Hadiyanti; Aptika Hana Prastiwi Nareswari
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 4 No. 1 (2024): JANUARY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v4i1.5267

Abstract

Patianrowo District, Nganjuk Regency, located at an altitude of 45 m above sea level, is an essential area for producing cayenne pepper plants. Rainfall is considered to be crucial in the growth of cayenne pepper plants in Patianrowo. This association may be due to sufficient rainfall, providing necessary soil moisture and supporting photosynthesis processes. Meanwhile, air temperature and humidity also affect cayenne pepper production. These plants develop optimally at certain temperatures and humidity; extreme changes can inhibit plant growth and yield. This research aims to analyze the relationship between climate elements on the production of cayenne pepper plants. The research was carried out by applying descriptive-analytical research methods. Secondary data collected includes cayenne pepper production data for 2012-2021 and climate element data (temperature, solar radiation, air humidity and rainfall) in 2012-2021. The data obtained was analyzed using correlation and regression tests. Data from the analysis showed a relationship between climate elements and cayenne pepper production in Patianrowo District, Nganjuk Regency. Solar radiation has a significant effect on cayenne pepper production by 55.84%, temperature has an effect of 48.83%, and air humidity has an effect of 46.36%. The production estimation model for cayenne pepper based on solar radiation is Y= 26,461X –181,459, the production estimation model based on temperature is Y = 94,250X – 2,234,167, and the estimation model based on humidity is Y = 407,659 – 4,643X.   Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk terletak pada ketinggian 45 m dpl merupakan wilayah penting dalam produksi tanaman cabai rawit. Curah hujan diduga memainkan peran krusial dalam pertumbuhan tanaman cabai rawit di Patianrowo. Keterkaitan ini mungkin disebabkan oleh curah hujan yang mencukupi, memberikan kelembaban tanah yang diperlukan dan mendukung proses fotosintesis. Sementara itu, suhu udara dan kelembaban udara juga mempengaruhi produksi cabai rawit. Tanaman ini cenderung berkembang optimal pada suhu dan kelembaban tertentu, dan perubahan ekstrim dalam kondisi ini dapat menghambat pertumbuhandan hasil tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara unsurunsur iklim terhadap produksi tanaman cabai rawit. Penelitian dilaksanakan dengan menerapkan metode penelitian deskriptif analitik. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data produksi cabai rawit periode 2012-2021 dan data unsur iklim (suhu, radiasi matahari, kelembaban udara dan curah hujan) pada tahun 2012-2021. Data yang diperoleh dianalisis mengguunakan uji korelasi dan regresi. Data hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara unsur iklim terhadap produksi cabai rawit di Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk. Radiasi matahari berpengaruh nyata terhadap produksi cabai rawit sebesar 55,84%, suhu berpengaruh sebesar 48,83% dan kelembaban udara berpengaruh sebesar 46,36%. Model pendugaan produksi cabai rawit berdasarkan radiasi maatahari adalah Y= 26.461X – 181.459, model pendugaan produksi berdasarkan suhu adalah Y = 94.250X – 2.234.167 dan model pendugaan berdasarkan kelembaban adalah Y = 407.659 – 4.643X.  
Tingkat Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Cair dari Limbah Dapur dan Variasi Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Dektiyansyah Nusantara Sukoco; Junaidi; Supandji
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 4 No. 1 (2024): JANUARY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v4i1.5268

Abstract

Excessive use of inorganic fertilizers is the main factor hampering the increase in sugarcane production in Indonesia. As an alternative solution, compost from municipal waste is used as organic fertilizer to stimulate the growth of sugar cane plants. This research aims to evaluate the relationship between variations in planting distance and dosage of processed kitchen waste compost products on the development of sugar cane seedlings. The research results showed that planting at a distance of 33 x 33 cm (J1) produces more optimal plant growth, including plant height, number of leaves, stem diameter, and number of tillers, compared to planting at other distances. On the other hand, administering a liquid organic fertilizer dose of 15 ml/plant (D2)gave t he best results for growth in plant height, number of leaves, stem diameter, and number of tillers. Observations on leaf area also showed that at 9 weeks after planting, planting at a distance of 33 x 33 cm (J1) had a more optimal leaf area. Giving a dose of liquid organic fertilizer of 15 ml/plant (D2) also produced optimal leaf area at that age. Root development is also influenced by variations in planting distance and the amount of liquid organic fertilizer applied. Planting at a distance of 33 x 33 cm (J1) and without applying liquid organic fertilizer (D0) resulted in better root length and number at 9 weeks after planting. The optimal combination to increase the growth of sugarcane seedlings is planting at a distance of 33 x 33 cm (J1) and applying liquid organic fertilizer of 15 ml/plant (D2). The use of organic fertilizer, such as municipal waste compost, can be a solution to reduce dependence on inorganic fertilizer and sustainably increase sugarcane production.    Pemanfaatan pupuk anorganik yang terlalu banyak merupakan faktor utama yang menghambat peningkatan produksi tebu di Indonesia. Sebagai solusi alternatif, kompos dari sampah kota digunakan sebagai pupuk organik untuk merangsang pertumbuhan tanaman tebu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keterkaitan antara variasi jarak tanam dan dosis produk olahan kompos limbah dapur terhadap perkembangan bibit tebu. Hasil riset menunjukkan bahwa penanaman dengan jarak 33 x 33 cm (J1) menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih optimal, termasuk tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah anakan dibandingkan dengan penanaman dengan jarak lainnya. Sebaliknya, pemberian dosis pupukorganik cair sebanyak 15 ml/tanaman (D2)  memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah anakan. Observasi terhadap luas daun juga menunjukkan bahwa pada usia 9 minggu setelah penanaman, penanaman dengan jarak 33 x 33 cm (J1) memiliki luas daun yang lebih optimal.Pemberian dosis pupuk organik cair 15 ml/tanaman (D2) juga menghasilkan luas daun yang optimal pada usia tersebut. Pengembangan akar juga dipengaruhi oleh variasi jarak tanam dan jumlah pupuk organik cair yang diberikan. Penanaman dengan jarak 33 x 33 cm (J1) dan tanpa pemberian pupuk organik cair (D0) menghasilkan panjang dan jumlah akar yang lebih baik pada usia 9 minggu setelah tanam. Kombinasi optimal untuk meningkatkan pertumbuhan bibit tebu terlihat pada penanaman dengan jarak 33 x 33 cm (J1) dan pemberian pupuk organik cair sebanyak 15 ml/tanaman (D2). Penggunaan pupuk organik seperti kompos sampah kota dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik dan meningkatkan produksi tebu secara berkelanjutan. 
Pertumbuhan dan Produksi Labu Air (Lagenaria siceraria) pada Perlakuan Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Pupuk Organik Cair Nur Abdillah; Junaidi; Edy Kustiani; Chendy Tafakresnanto
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 4 No. 1 (2024): JANUARY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v4i1.5322

Abstract

Fertilization is a crucial factor in meeting the nutritional needs of plants, especially involvin balanced organic and inorganic fertilizers to maintain soil fertility and agroecosystem balance for agricultural sustainability. As a significant crop in consumption and having high economic potential, water gourd is the research focus. This research explores the impact of varying doses of NPK compound fertilizer and liquid organic fertilizer on the growth and production of water gourds. The experiment was conducted in Sugihwaras Hamlet, Babadan Village, Patianrowo District, Nganjuk Regency, from May to July 2022. The experimental design was a Randomized Group (RAK) with two factors. The first factor is the dosage of NPK compound fertilizer (g/plant), which consists of 3 levels, namely 40 (P1), 50 (P2), and 60 (P3). The second factor is the dose of POC Phonska Oca (ml/plant), consisting of 3 levels, namely 5 (O1), 7.5 (O2), and 10 (O3). Observation data was analyzed using variance; if the results showed a significant effect, the Least Significant Difference (LSD) test was continued at the 5% level. From this research, the combination of treatments between doses of NPK compound fertilizer and POC Phonsa Oca had no significant effect on all variables observed. Treatment with a compound fertilizer dose of 50 gr NPK/plant (P2) gave the highest plant length (615.11 cm) and the highest number of fruit (13.67 fruit). Meanwhile, POC Phonska Oca with a dose of 10 ml/plant (O3) produced the highest plant length namely 596.93 cm, and POC Phonska Oca with a dose of 7.5 ml/plant (O2) produced the most fruit, namely 12. Treatment of NPK compound fertilizer and POC Phonska Oca with various   Pemupukan merupakan faktor krusial dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman, khususnya melibatkan pemupukan organik dan anorganik secara seimbang untuk menjaga kesuburan tanah dan keseimbangan agroekosistem demi keberlanjutan pertanian. Labu air, sebagai tanaman signifikan dalam konsumsi dan memiliki potensi ekonomi tinggi, menjadi fokus penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dampak dari variasi dosis pupuk majemuk NPK dan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi labu air. Percobaan dilakukan di Dusun Sugihwaras, Desa Babadan, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk, pada bulan Mei hingga Juli 2022. Rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor yang kesatu adalah dosis pupuk majemuk NPK (g/tanaman), terdiri 3 level, yaitu: 40 (P1); 50 (P2); 60 (P3). Faktor kedua adalah dosis POC Phonska Oca (ml/tanaman), terdiri 3 level, yaitu: 5 (O1); 7,5 (O2); 10 (O3. Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, seandainya hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%. Dari penelitian tersebut menghasilkan kombinasi perlakuan antara dosis pupuk. majemuk NPK dan POC Phonsa Oca tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 50 gr/tanaman (P2) memberikan panjang tanaman tertinggi (615,11 cm) dan jumlah buah tertinggi (13,67 buah). Sementara itu, POC Phonska dengan dosis 10 ml/tanaman (O3) menghasilkan panjang tanaman tertinggi yaitu 596,93 cm, dan POC Phonska Oca dengan dosis 7,5 ml/tanaman (O2) menghasilkan buah terbanyak yaitu 12 buah. Perlakuan pupuk majemuk NPK dan POC Phonska Oca dengan berbagai variasi dosis menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap berat, panjang, dan diameter buah labu air.
Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.) pada Perlakuan Pupuk Organik Cair (POC) Sampah Dapur dan Bakteri Paenibacillus polymyxa Haryanti Ikawati; Junaidi; Supandji; Nugraheni Hadiyanti
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 4 No. 2 (2024): JULY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v4i2.5705

Abstract

Applying organic fertilizer in crop cultivation aims to increase crop production and the sustainability of agricultural businesses. The experiment aimed to analyze the combination of POC treatment of kitchen waste and Paenibaccilus polymyxa bacteria on the growth and production of melon (Cucumis melo L.). The trial location is in Sugihan Village, Kampak District, Trenggalek Regency, from April to June 2024. The environmental design was a factorial, Complete, Randomized Block Design with four repetitions. Treatment of kitchen waste POC dosage is the first factor, namely 0 ml/plot (O1), 100 ml/plot (O2), and 200 ml/plot (O3). The second factor is the dose of Paenibacillus polymyxa bacteria: 30 ml/plot (P1), 40 ml/plot (P2), and 50 ml/plot (P3). Observation variables include plant length, number of leaves, fruit weight, and fruit diameter. Data analysis uses analysis of variance (ANOVA), followed by the 5% Least Significant Difference (LSD) test if the results show significant differences. The combination treatment dose of 200 ml kitchen waste POC and 50 ml Paenibacillus polymyxa/plot (O3P3) significantly affected the length of melon plants aged 21 and 28 HST and the weight of melon fruit. Treatment with POC doses of kitchen waste significantly affected plant length at 14 and 35 HST, number of leaves, and fruit diameter. The use of Paenibacillus polymyxa bacteria significantly affected plant length at 14 DAP, number of leaves, and diameter of melon fruit. Aplikasi pupuk organik dalam budidaya tanaman bertujuan meningkatkan produksi tanaman, dan keberlanjutan usaha pertanian. Percobaan bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan dan produksi (Cucumis melo L.) akibat kombinasi perlakuan POC sampah dapur dan bakteri Paenibaccilus polymyxa. Lokasi percobaan di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek pada bulan April sampai Juni 2024. Rancangan lingkungan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap faktorial dan empat kali pengulangan. Aplikasi dosis POC sampah dapur sebagai faktor pertama, yaitu: 0 ml/petak (O1), 100 ml/petak (O2), 200 ml/petak (O3). Faktor kedua adalah dosis bakteri Paenibacillus polymyxa: 30 ml/petak (P1), 40 ml/petak (P2), 50 ml/petak (P3). Variabel yang diamati adalah panjang tanaman, berat, dan diameter buah, serta jumlah daun. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), apabila hasil berbeda secara signifikan terus dilakukan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%. Interaksi aplikasi POC limbah dapur dosis 200 ml dan Paenibacillus polymyxa dosis 50 ml/petak (O3P3) menghasilkan perbedaan signifikan terhadap berat buah melon serta panjang tanaman melon umur 21, dan 28 HST. Aplikasi POC sampah dapur dengan dosis berbeda memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah daun, diameter buah, serta panjang tanaman umur 14 dan 35 HST. Penggunaan bakteri Paenibacillus polymyxa berpengaruh secara nyata terhadap diameter buah melon, jumlah daun, dan panjang tanaman umur 14 HST.
Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian POC Urine Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Baby Kailan Luluk Yuliana; Edy Kustiani; Junaidi; Devina Cinantya Anindita
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 4 No. 2 (2024): JULY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v4i2.5706

Abstract

Baby Kailan has good market prospects, so it would be good if it were developed. However, kailan production is decreasing due to low soil productivity. One way to overcome this is using cow urine POC. This study aims to test whether there is an interaction between the dose and frequency of administration of cow urine POC on the growth and results of baby kailan. This research used a factorial Completely Randomized Design (CRD), which was repeated three times. The first factor is dose, with three treatment levels: 30 ml/polybag (D1), 60 ml/polybag (D2), and 90 ml/polybag (D3). The second factor is the frequency of administration of cow urine POC, with three levels of treatment: 1 administration (F1), two administrations (F2), and three administrations (F3). Parameters observed included plant height, number of leaves, leaf area, stem diameter, plant wet weight, plant dry weight, and root dry weight. The data collected was then analyzed using factorial analysis of variance, and if there were significant differences, the Honestly Significant Difference (BNJ) test was continued at the 5% level. The study's final results showed no significant interaction between the dose and frequency of administration of cow urine POC on all observed parameters. However, the dose treatment significantly affected the number of leaves at 30 DAP, especially in treatment D2 (60 ml dose/polybag). In addition, treatment doses of D1 (dose 30 ml/polybag) and D2 (dose 60 ml/polybag) significantly affected root dry weight. There was also a significant difference in the frequency of administration of cow urine POC on root dry weight, with the highest root dry weight occurring in the F3 treatment (administration frequency three times). Baby Kailan memiliki prospek pasar yang bagus sehingga baik jika dikembangkan. Namun produksi kailan semakin menurun, hal ini disebabkan oleh produktifitas tanah yang rendah. Salah satu upaya penanggulangan yaitu dengan menggunakan POC urine sapi. Penelitian memiliki tujuan untuk mengetahui interaksi dosis terhadap aplikasi frekuensi pemberian Pupuk Organik cair Ubrine sapi terhadap pertumbuhan dan hasil baby kailan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama adalah dosis, dengan tiga tingkat perlakuan: 30 ml/polybag (D1), 60 ml/polybag (D2), dan 90 ml/polybag (D3). Faktor kedua adalah frekuensi pemberian POC urine sapi, dengan tiga tingkat perlakuan: 1 kali pemberian (F1), 2 kali pemberian (F2), dan 3 kali pemberian (F3). Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, diameter batang, berat basah tanaman, berat kering tanaman, dan berat kering akar. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam faktorial, dan jika terdapat perbedaan yang signifikan, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi signifikan antara dosis dan frekuensi pemberian POC urine sapi terhadap semua parameter pengamatan. Namun, perlakuan dosis menunjukkan pengaruh signifikan terhadap jumlah daun pada umur 30 HST, khususnya pada perlakuan D2 (Dosis 60 ml/polybag). Selain itu, perlakuan dosis D1 (Dosis 30 ml/polybag) dan 2 (Dosis 60 ml/polybag) secara signifikan mempengaruhi berat kering akar. Terdapat perbedaan signifikan juga pada perlakuan frekuensi pemberian POC urine sapi terhadap berat kering akar, dengan berat kering akar tertinggi terjadi pada perlakuan F3 (frekuensi pemberian 3 kali).                                                                     
Respon Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Akibat Konsentrasi dan Interval Waktu Pemberian POC Sabut Kelapa Hylwa Ahla Rosalina; Junaidi; Tjatur Prijo Rahardjo
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 4 No. 2 (2024): JULY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v4i2.5728

Abstract

Shallots (Allium ascalonicum L.) are classified as horticultural commodities with a strategic role because the product is very much needed for household, industrial, and culinary consumption. This study aims to optimize and determine the response of shallots due to the provision of coconut fiber-based POC based on different concentrations and time intervals. Data collection for the research experiment was carried out in the experimental garden (greenhouse) of the Faculty of Agriculture, Kadiri University. Meanwhile, the basic media used was soil mixed with manure with a ratio of 2 1. This study used a factorial Completely Randomized Design. The first factor is the concentration of liquid organic fertilizer, while the second factor is the time interval for administering liquid organic fertilizer. Each factor has 3 levels, including: K1 = administration of 50ml L-1 POC; K2 = administration of 100ml L-1 POC; K3 = administration of 150ml L-1 POC. Meanwhile, the levels of the two treatments are I1: once every seven days; I2: once every ten days; I3 = once every 14 days. Based on the findings, the concentration and interval treatments significantly affected each parameter of the age of certain plants. Still, the interaction effect only occurred on the number of leaves parameter at 3 MST. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) tergolong dalam komoditas hortikultura dengan peran strategis, dikarenakan produk yang sangat dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga, industri dan kuliner. Tujuan penlitian ini adalah untuk mengoptimasi dan mengetahui respon bawang merah akibat pemberian POC berbahan sabut kelapa berdasarkan beda konsentrasi dan interval waktu. Pengambilan data percobaan penelitian dilaksanakan di kebun percobaan (greenhouse) Fakultas Pertanian Universitas Kadiri. Sementara itu, media dasar yang digunakan adalah tanah yang dicampur dengan pupuk kendang dengan perbandingan 2:1. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial. Faktor pertama yaitu konsentrasi pupuk organic cair, sedangankan faktor kedua adalah interval waktu pemberian pupuk organik cair. Masing-masing faktor masing-masing memiliki 3 taraf yang meliputi: K1 = pemberian POC 50ml L-1; K2 = pemberian POC 100ml L-1; K3 = pemberian POC 150ml L-1.  Sementara itu taraf dari perlakuan dua yaitu I1 : 7 hari sekali; I2 : 10 hari sekali; I3 = 14 hari sekali. Berdasarkan hasil temuan, perlakuan konsentrasi dan interval memberikan pengaruh nyata pada setiap parameter umur tanaman tertentu, namun pengaruh interaksi tersebut hanya terjadi pada parameter jumlah daun pada 3 MST.