This Author published in this journals
All Journal JURNAL RETENTUM
Mhd. Yasid Nasution
Universitas Darma Agung

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS HAK-HAK KORBAN DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) YANGDILAKUKAN OLEH SUAMI DI WILAYAH HUKUM POLDASUMATERA UTARA Rakhman Anthero Purba; Syawal Amry Siregar; Mhd. Yasid Nasution
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.901

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan hukum mengenai hak-hak korban dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia, bagaimana pemenuhan hak-hak korban dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di Wilayah Hukum Polda Sumatera Utara, kendala apa yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak korban dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di Wilayah Hukum Polda Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan hukum tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tetang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Hak-hak korban dalam tindak pidana KDRT diatur dalam pasal 10 UU PKDRT, yang menyatakan bahwa korban berhak mendapatkan: perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan, serta pelayanan bimbingan rohani. Kepolisian telah berupaya memenuhi hak-hak korban KDRT sebagaimana dinyatakan dalam UU PKDRT, khususnya dalam memberikan perlindungan kepada korban. Kepolisian segera memberikan perlindungan kepada korban setelah adanya pengaduan serta meminta penetapan perlindungan ke pengadilan, menyediakan ruang khusus untuk pelayanan korban, serta menjelaskan kepada korban tentang hak-hak yang dapat diperoleh sebagai korban KDRT. Disamping itu, kepolisian juga akan segera dengan tegas akan menangkap orang yang melanggar perintah perlindungan bagi korban. Faktor kendala pemenuhan hak-hak korban yang dihadapi kepolisian adalah: UU tidak memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga yang tidak tercatat secara resmi sehingga banyak istri yang dinikahi secara tidak resmi tidak dapat memperoleh hak-haknya jika mengalami kekerasan dari suami, kurangnya anggaran kepolisian sehingga tidak dapat memberikan pelayanan gratis berupa pelayanan kesehatan dan pendampingan tenaga professional, serta adanya kesulitan dalam penanganan kerahasiaan korban karena peredaran informasi yang cepat di tengah masyarakat yang didukung oleh perkembangan teknologi informasi. Disamping itu, korban juga sering menolak hak pendampingan dengan alasan akan lebih merepotkan dan merasa lebih nyaman dengan pendampingan dari orang terdekatnya walaupun orang tersebut tidak memahami tugas-tugas pendampingan korban KDRT. Disarankan pemerintahan perlu membuat peraturan hukum yang mewajibkan adanya pemulihan secara penuh terhadap kondisi yang dialami korban. Pemerintah perlu mengupayakan agar semua hak-hak korban dapat dipenuhi tanpa adanya diskriminasi berdasarkan status pendaftaran perkawinan. Kepolisian perlu memberikan pemahaman kepada korban KDRT bahwa pendampingan tidak dapat hanya dilakukan oleh orang-orang terdekat korban, karena pendampingan mempunyai tugas-tugas khusus yang hanya diketahui oleh tenaga professional. Pemerintahan perlu menyediakan biaya untuk membayar tenaga profesional dalam pendampingan korban agar biaya tersebut tidak dibebankan kepada korban.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU MEMANEN DAN ATAU MEMUNGUT SERTA MENADAH HASIL PERKEBUNAN SECARA TIDAK SAH PADA PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI WILAYAH HUKUM POLRES LANGKAT Andri Gomgom Tua Siregar; Syawal Amry Siregar; Mhd. Yasid Nasution
JURNAL RETENTUM Vol 3 No 1 (2021): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v3i1.897

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang aturan dan bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku memanen dan atau memungut serta menadah secara tidak sah hasil perkebunan, pada perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah hukum Polres Langkat dan faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penegakan hukumnya.Langkah Polres Langkat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana tersebut yaitu dengan caramenerima laporan dari perusahaan dan segera ditindaklanjuti melalui pemeriksaan terhadap tersangka dan pengembangan untuk memastikan seluruh pelaku bisa diproses hukum.Terhadap pelaku penadahan, sering mengalami kendala dalam pengungkapannya dikarenakan bukti yang minim, dikarenakan kurangnya informasi transaksi penadahan sedang terjadi, atau barang hasil memanen dan atau memungut belum sempat dijual ke penadah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana memanen dan atau memungut secara tidak sah serta menadah hasil perkebunan diatur dalam pasal 107 huruf d serta pasal 111UU No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan. Kendala dalam penegakan hukum terhadap terhadap tindak pidana memanen atau memungut serta menadahsecara tidak sah hasil perkebunan adalah: Adanya dualisme aturan hukum, tersangka anak di bawah umur, kurangnya SDM penyidik. Aturan hukum dalam pasal 364 KUHP masih sering digunakan dengan alasan nilai hasil perbuatan pelaku kurang dari Rp. 2.500.000,. Kebanyakan juga pelaku adalah anak di bawah umur yang harus diselesaikan dengan mengedepankan musyawarah diversi sebagaimana diatur dalam UU SPPA.Serta SDM penyidik masih tergolong kurang memadai, baik dari segi jumlah maupun dari segi kompetensi pengetahuan tentang aturan hukum.
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN Maidin Simamora; Syawal Amry Siregar; Mhd. Yasid Nasution
JURNAL RETENTUM Vol 4 No 1 (2022): MARET
Publisher : Pascasarjana UDA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/retentum.v4i1.1341

Abstract

Saat ini banyak sekali kasus akan prinsip kehati-hatian terjadi dalam perbankan nasional. Prinsip ini diperlukan terutama dalam penyaluran kredit karena sumber dari dana kredit disalurkan yaitu bukan dari bank itu sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan hukum tentang penyaluran kredit perbankan di Indonesia, bagaimana prinsip-prinsip dalam pemberian kredit bank dan bagaimana prinsip kehati-hatian dalam mengantisipasi terjadinya kredit macet. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dan sosiologis, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan hukum tentang penyaluran kredit perbankan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam bab II Pasal 4. KUHPerdata tidak mengenal istilah perjanjian kredit, akan tetapi memiliki bentuk perjanjian yang mirip dengan perjanjian kredit, yaitu perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III Bab XIII. Berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/35/DPAU tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank. Prinsip-prinsip dalam pemberian kredit bank adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat, agar selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Prinsip kehati-hatian dalam mengantisipasi terjadinya kredit macet pada penggunaan jaminan SK ASN maka Surat Keputusan ASN dapat dijadikan jaminan kredit adalah karena SK ASN merupakan jaminan kepercayaan bank terhadap watak (Character) dari calon debitur khususnya Aparatur Sipil Negara sebagai bagian dari 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition), yaitu sistem penilaian bank terhadap calon debitur. Hal ini berdasarkan karakter (kepribadian dan watak), adalah suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan pembiayaan ataupun kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dijalaninya, keadaan keluarga, hobi dan lingkungan sosialnya.