Andar Ifazatul Nurlatifah, Andar Ifazatul
Unknown Affiliation

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) sebagai Terapi dalam Konseling Nurlatifah, Andar Ifazatul
Madaniyah Vol 6, No 2 (2016): Madaniyah (Edisi Agustus 2016)
Publisher : STIT Pemalang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

SEFT merupakan salah satu inovasi teknik konseling. Tahapan tekniknya mendayagunakan aspek jasmani, psikis, dan spiritual manusia secara harmonis. Ketiga aspek tersebut digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan konseli. Aspek spiritual dalam SEFT selaras dengan Bimbingan dan Konseling Islam yang memasukkan unsur spiritual dan religi dalam tiap pandangan keilmuannya. Keberadaan SEFT sebagai inovasi teknik konseling mendapat peluang dan tantangan yang kuat. Peluang terbuka lebar seiring munculnya berbagai penelitian dan bukti ilmiah yang mengulas keberhasilan SEFT untuk mengatasi berbagai masalah emosional, masalah perilaku, maupun masalah kesehatan. Efisiensi dan kemudahannya untuk dipraktikkan membuat teknik ini banyak dikenal kalangan praktisi, terutama praktisi di Indonesia. Namun begitu, SEFT mendapat tantangan yang cukup kuat mengingat umurnya yang masih relatif muda dan belum banyak dikenal secara  luas. Keberadaan SEFT juga dilemahkan dengan belum diterimanaya Energy Psychology sebagai mainstream. Kalangan yang  tidak  mengakui keberadaan Energy Psychology tentu akan memandang SEFT sebagai fenomena pseudoscience. Menyikapi  pertentangan  tersebut,  konselor masih tetap dapat menggunakan SEFT selama SEFT diletakkan sebagai teknik pendukung dalam layanan BK dan digunakan secara proporsional.
Media Audio Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah Nurlatifah, Andar Ifazatul
Madaniyah Vol 8, No 1 (2018): Madaniyah (Edisi Januari 2018)
Publisher : STIT Pemalang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper reviews the use of audio devices in school counseling based on text literature in counseling, education, and communication. It includes definitions, kinds, functions, procedures, positive and negative impacts, and usability of audio devices in counseling. The final result is audio devices increase the effectiveness and efficiency of students development curriculum, responsive services, individual students planning, and system support in school counseling through needs assessing, materials delivering, and activities recording. Counselors technically can use it to play music as emotional stimulus, aesthetic experience, relaxation and imagination stimulus, as self-expression, and as medium of group experiences for counselee.Keywords: audio device; counseling; guidance
Komunikasi Konseling Peka Budaya dan Agama Nurlatifah, Andar Ifazatul
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1849

Abstract

AbstraksKonselor membutuhkan keterampilan komunikasi konseling dalam menjalankan layanan konseling agar tercipta hubungan baik antara konselor dan konseli dalam lingkup budaya dan agamanya masing-masing. Tulisan ini bertujuan untuk menilik kelekatan aspek budaya dan agama dalam komunikasi konseling, meliputi (1) urgensi komunikasi konseling yang peka budaya dan agama ditinjau dari teori komunikasi, (2) faktor dan hambatan yang muncul akibat aspek budaya dan agama, (3) dan implementasi kepekaan aspek budaya dan  agama dalam komunikasi konseling yang tercermin melalui keterampilan pengamatan dan mendengarkan secara aktif. Tulisan disusun melalui studi literatur terkait tema tersebut. Hasilnya nampak bahwa komunikasi konseling yang peka terhadap aspek budaya dan agama menjadi suatu keniscayaan mengingat konselor dan konseli tidak dapat dilepaskan dari latar budaya dan agama yang melingkupinya. Melalui kepekaan terhadap aspek budaya dan agama, konselor mampu mewaspadai bias dan hambatan yang mungkin ditimbulkan aspek tersebut. Dengan demikian, konselor mampu menyelami, memahami, dan berempati kepada konseli dalam rangka menyelenggarakan konseling secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan, prinsip, dan azaz bimbingan dan konseling.AbstractSENSITIVE COUNSELLING COMMUNICATION CULTURE AND RELIGION. Counselors need counseling communication skills in order to build rapport between the counselor and counselee. This article is a literature study to discuss the importance of cultural and religious sensitivity in counseling communication through communication theories, kinds of factors and barriers that may occur due to cultural and religious aspects, and the implementation of cultural and religious sensitivity through observation skills and active listening skills in counseling communication. The result is apparent that cultural and religious sensitivity become a necessity in communication counseling. Counselors’ cultural and religious-sensitiveness through counselee’s verbal and nonverbal signs help counselors in gathering accurate information about counselee’s internal frame of references, worldviews, and values. Furthermore, counselors would be aware of the biases that may occur due to cultural and religious differences. Thus, the counselor will be able to held counseling effectively and efficiently in accordance with the purposes, principles, and values in guidance and counseling.. 
FORGIVENESS AMONG JAVANESE ETHNIC STUDENTS: A MOUNTAINOUS, HIGHLAND, LOWLAND, AND COASTAL CULTURE BACKGROUND COMPARISON Nurlatifah, Andar Ifazatul
JOMSIGN: Journal of Multicultural Studies in Guidance and Counseling Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jomsign.v4i1.22879

Abstract

It has been repeatedly documented in the scientific literature that culture plays an important role in forgiveness. However, research of mountainous, highland, lowland and coastal culture related to forgiveness was rare. The goal of this study was to describe the comparison of forgiveness among Javanese ethnic students who had been raised in mountainous, highland, lowland, and coastal culture background. Forgiveness Scale developed to obtain the data was adapted from TRIM and has been tested for its reliability and validity using the Rasch model. Descriptive statistics, Kruskal-Wallis (H) test, and Mann-Whitney (U) posthoc test were used to analyze the data. The result showed an insignificant difference in forgiveness but showed a significant difference in lessen-avoidance motivation. This finding had practical implications in multicultural counselling, especially in promoting forgiveness to various counselees. For a more comprehensive understanding, further research in forgiveness motives is required.
Intervensi Program Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Bullying Siswa Madrasah Aliyah Negeri Salatiga Nurlatifah, Andar Ifazatul
Konseling Edukasi : Journal of Guidance and Counseling Vol 3, No 1 (2019): Konseling Edukasi: Journal Of Guidance and Counseling
Publisher : IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/konseling.v3i1.5499

Abstract

The Intervention Of Guidance And Counseling Program to Overcome The Bullying Of MAN Salatiga Students. This article a mixed method research with concurrent triangulation design to examine (1) the phenomenon of bullying at MAN Salatiga, (2) the guidance and counseling intervention to deal with bullying at MAN Salatiga, and (3) the ideal guidance and counseling program to overcome bullying at MAN Salatiga. Scale delivered to 157 respondents to measure students’ understanding and involvement in bullying. Interviews with students, guidance and counseling teachers, and FGD followed by lecturers and counselors used to collect information about bullying and bullying intervention. The results of the study revealed that students’ understanding of the concept of bullying is 73.41%, 44.76% students involved in bullying as witness; 34.13% as victim; and 34.25% as bully. There are differences between men and women in understanding of bullying concept and the involvement in bullying. The guidance and counseling teachers’ interventions in dealing with bullying are focused on guidance and counseling responsive services in the form of curative efforts to the victim and bully. Therefore, the ideal program in dealing with bullying is carried out evenly in the frame of guidance and counseling basic services, responsive services, individual planning services, and system support to the victim, the bully, and the witness.
Roots of Forgiveness and Inner Peace: Exploring Gender and Geographical Identity among Muslim University Students Nurlatifah, Andar Ifazatul; Ahman, Ahman; Yusuf, Syamsu; Ilfiandra, Ilfiandra
Madania: Jurnal Kajian Keislaman Vol 29, No 1 (2025): JUNE
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/madania.v29i1.7921

Abstract

This study investigates the correlation between forgiveness and inner peace and examines differences based on gender and place of residence among emerging adult Muslim university students in Indonesia. A cross-sectional survey was conducted with 438 randomly selected students (90 males, 348 females) from 17 universities across Sumatra, Java, Kalimantan, and Sulawesi. Inner peace was measured using a 19-item validated scale (α = 0.764), while forgiveness was assessed with an adapted TRIM-18 (α = 0.723). Data analysis involved Spearman’s rho, Mann–Whitney U, Kruskal–Wallis, and Dunn tests. A significant positive correlation was found between forgiveness and inner peace (ρ = 0.326, p < 0.001). Gender differences were evident in several inner peace dimensions—Acceptance of Loss, Inner Balance and Calmness, and total Inner Peace—as well as in forgiveness, particularly in Avoidance Motivation and overall Forgiveness scores. Residence-based differences were also observed. Kruskal–Wallis tests showed significant group differences in Avoidance and Benevolence Motivation. Dunn’s post-hoc tests revealed that students from mountainous areas had significantly lower avoidance motivation than those from coastal regions, while highland residents showed higher benevolence motivation than lowland residents. These findings suggest that gender and geographic environment significantly influence students’ emotional and spiritual well-being. This study underscores the importance of promoting inner peace and forgiveness in higher education settings and provides valuable insights for educators and counselors to cultivate supportive campus environments that foster students’ holistic development. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji korelasi antara pemaafan dan kedamaian batin, serta mengeksplorasi perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal terhadap kedua konstruksi tersebut pada mahasiswa Muslim dewasa awal di Indonesia. Menggunakan survei potong lintang, data dikumpulkan dari 438 mahasiswa (90 laki-laki, 348 perempuan) yang dipilih secara acak dari 17 universitas di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Skala Kedamaian Batin terdiri dari 19 butir valid (α = 0,764), sementara pemaafan diukur menggunakan adaptasi TRIM-18 (18 butir, α = 0,723). Data dianalisis menggunakan Spearman’s rho, U Mann–Whitney, Kruskal–Wallis, dan uji Dunn. Terdapat korelasi signifikan antara kedamaian batin dan pemaafan (ρ = 0,326, p < 0,001). Perbedaan berdasarkan jenis kelamin muncul dalam kedamaian batin, khususnya pada aspek Penerimaan Kehilangan dan Keseimbangan serta Ketentraman Batin, total Kedamaian Batin, serta pada pemaafan, terutama pada aspek Pengurangan Motivasi Penghindaran, dan total Pemaafan. Perbedaan dalam dimensi pemaafan juga ditemukan berdasarkan tempat tinggal. Uji Kruskal–Wallis menunjukkan perbedaan signifikan dalam kelompok terhadap Pengurangan Motivasi Penghindaran  dan Motivasi Kebaikan. Uji Dunn dengan koreksi Holm menunjukkan bahwa individu dari daerah pegunungan menunjukkan motivasi penghindaran yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal di daerah pesisir, sementara mereka yang tinggal di dataran tinggi menunjukkan Motivasi Kebaikan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di dataran rendah. Dalam konteks pendidikan tinggi, penelitian ini menyoroti peran jenis kelamin dan lingkungan dalam membentuk perkembangan emosional dan spiritual mahasiswa. Temuan ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pendidik dan konselor dalam membangun budaya kampus yang mendukung kedamaian batin dan pemaafan sebagai bagian dari kesejahteraan holistik mahasiswa.
From Self to Social Sphere: Inner Peace and the Dynamics of Conflict Nurlatifah, Andar Ifazatul; Ahman, Ahman; Yusuf, Syamsu; Ilfiandra, Ilfiandra
Lentera: Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi VOL 9, No.02 (2025): LENTERA
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/lentera.v9i02.10510

Abstract

This study aims to examine the influence of inner peace on the dynamics of conflict experienced by university students, including both intrapersonal and interpersonal conflicts. The research employed a quantitative approach with a non-experimental correlational design. A total of 82 students participated, selected through purposive sampling, consisting of 35 students residing in Islamic boarding schools and 47 non-resident students. The Inner Peace Scale, covering the aspects of acceptance of loss, inner balance and calmness, and transcending hedonism and materialism, was tested on 438 students and produced 19 valid items based on Pearson correlation validity and a Cronbach’s Alpha reliability score of 0.764. The Decisional Conflict Scale (DCS), tested on 35 students, resulted in 15 valid items with a reliability of 0.914. The Interpersonal Conflict Scale, adapted from the Thomas-Kilmann Conflict Mode, yielded 29 valid items with a reliability of 0.932. Normality testing using the Shapiro-Wilk test confirmed normal data distribution. Pearson correlation analysis revealed that inner balance and calmness had a significant positive correlation with intrapersonal conflict (r = 0.437; p = 0.009), while acceptance of loss had a significant negative correlation with interpersonal conflict (r = -0.433; p = 0.009). The regression analysis showed that the model significantly explained intrapersonal conflict (R² = 0.361, p < 0.001), with two dimensions of inner peace having significant effects: inner balance and calmness (β = 0.665, p < 0.001) and transcending hedonism and materialism (β = -0.489, p = 0.002). For interpersonal conflict, only the acceptance of loss dimension showed a significant negative effect (β = -0.364, p = 0.033). These findings suggest an opportunity to reinforce empathic and transformative communication approaches, emphasizing both conflict resolution and the personal transformation of those involved in the conflict.
MENCAPAI KEDAMAIAN PERKAWINAN SEBAGAI REPRESENTASI KEBERHASILAN DAKWAH DALAM KELUARGA Nurlatifah, Andar Ifazatul; Handari, Sai
Mushawwir Jurnal Manajemen Dakwah dan Filantropi Islam Vol 2 No 1 (2024): Mushawwir Jurnal Manajemen Dakwah dan Filantropi Islam
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/mushawwir.v2i1.8120

Abstract

Keluarga merupakan amanah utama yang perlu dijaga sebagai titipan yang Allah berikan. Dakwah dalam keluarga menjadi tantangan tersendiri dalam mengamalkan pemahaman agama. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pencapaian kedamaian dalam perkawinan sebagai representasi keberhasilan dakwah dalam keluarga. Penelitian ini menggunakan studi literatur dengan analisis konten. Hasilnya ditemukan bahwa pencapaian kedamaian menjadi indikasi dalam keberhasilan dakwah yang dilakukan di dalam keluarga dengan memaknai berbagai fungsi di dalam keluarga di dalam sebuah perkawinan. Adapun fungsi dalam keluarga mencakup pada dua belas fungsi yang antara satu dengan yang lainnya saling terkait. Hal ini berimplikasi pada konseptual fungsi keluarga sebagai upaya konstruks dakwah di dalam keluarga.