Monolog memiliki kompleksitas dan kekhususan tersendiri karena meskipun merupakan wicara seorang diri, wicara ini disapaikan di hadapan orang lain. Perkembangan monolog perlu diikuti dengan pembinaan agar sekolah dan masyarakat tidak memandangnya sebagai pementasan drama yang ala kadarnya. Monolog perlu disikapi sebagai genre pementasan drama, yang bila dikemas dengan sungguh-sungguh dapat menjadi tontonan teter yang menarik.Permasalahan yang dihadapi adalah masih banyak guru Bahasa Indonsia belum memeiliki ketrampilan dalam bermonolog. Pelatihan ini dilaksanakan di laboratorium Komputer SMA 4 Kota Ternate yang merupakan kerja sama Tim PKM Fakutas Keguruan dan Ilmu Pndidikan Universitas Khairun dengan Musyawarah Guru Bahasa Indonesia Kota Ternate yang berjumlah 24 orang. Tujuannya agar setelah mengikuti peltihan, peserta pelatihan dapat mementaskan monolog dengan baik dan dapat melatih siswa bermonolog dalam kegitan pembelajaran Bahasa Indonesia. Kegiatan Pelatihan Monolog dilaksanakan dengan menggunakan Teknik Permodelan. Pelatihsn dilakukan melalui 3 tahapan yaitu tahap pertama tahap penyajian materi, kemudian tahap pementasan atau permodelan monolog dan yang ketiga adalah praktek monolog oleg guru-guru peserta pelatihan.Hasil yang diperoleh yaitu berdasarkan hasil pengamatan, nara sumber menilai sebagian besar guru yang tampil sudah bagus dalam bermonolog. Hanya ada bebarap guru saja yang kelihatan agak malu sehngga kurang bisa berekspresi secara maksimal. Selain itu, hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar guru sudah bisa bermonolog dengan baik. Terlihat dari tabel hasil evaluasi kemampuan guru dalam bermonolog terdapat 6 orang atau 33,3% guru yang termasuk dalam kriteria sangat baik, 11 orang atau 61,1% guru yang berkemampuan baik, 1 orang atau 5,5% yang masuk dalam kriteria kurang baik dalm bermonolog, dan tidak ada guru atau 0% yang termasuk dalam kriteria sangat kurang. Ini menunjukkan bahwa solusi atau harapan kegiatan pelatihan agar 75% guru yang ikut dalam pelatihan ini dapat bermonolog dengan baik bisa tercapai Monologue Training with Modeling Techniques for Indonesian Language MGMP Ternate City Monologue has its own complexity and specificity because even though it is a solo speech, it is delivered in front of other people. The development of monologues needs to be followed by coaching so that schools and communities do not view them as perfunctory drama performances. Monologue needs to be considered as a genre of drama performance, which if properly packaged can become an interesting tethered spectacle. The problem faced is that there are still many Indonesian teachers who do not have the skills in monologue. This training was carried out in the Computer laboratory of SMA 4 Ternate City which is a collaboration of the PKM Team of the Faculty of Teacher Training and Education at Khairun University with the Indonesian Language Teacher Conference of Ternate City, totaling 24 people. The goal is that after attending the training, the trainees can perform monologues well and can train students in monologues in Indonesian language learning activities. Monologue Training Activities are carried out using Modeling Techniques. The training is carried out through 3 stages, namely the first stage of presenting the material, then the stage of staging or modeling the monologue and the third is the practice of monologue by the trainee teachers. The results obtained are based on observations, resource persons assessed that most of the teachers who performed were good in monologues. There are only a few teachers who look a little embarrassed so they can't express themselves optimally. In addition, the results of the evaluation showed that most of the teachers were able to monologue well. It can be seen from the table that the results of the evaluation of the ability of teachers in monologue are 6 people or 33.3% of teachers who are included in the very good criteria, 11 people or 61.1% of teachers who have good abilities, 1 person or 5.5% who fall into the criteria are not good in monologue, and there is no teacher or 0% which is included in the very poor criteria. This shows that the solution or hope of training activities so that 75% of teachers who participate in this training can monologue well can be achieved.