Agus Mulyawan
Universitas Palangka Raya

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Adaptasi Kehidupan Baru di Era Pandemi Covid-19 Perspektif Hukum Agus Mulyawan; Kristian Kristian
Banua Law Review Vol. 2 No. 1 (2020): October
Publisher : Banua Law Review

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Undang-Undang Kebencanaan terdapat 3 (tiga) klasifikasi bencana, yakni Bencana Alam, Bencana Non Alam, dan Bencana Sosial. Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan sebuah virus/wabah yang menyebar di area geografis yang luas yang disebut dengan Epidemi. Epidemi dimaksud da-lam Undang-Undang Kebencanaan terkategori sebagai sebuah bencana non alam. Karakteristik Undang-Undang Kebencanaan di Negara Indonesia dalam rangka penanggulangan bencana belum merinci secara jelas mekanisme pencegahan dan penanganan bencana antara bencana alam, non alam dan bencana sosial. Sistem penormaan di negara Indonesia mengatur tugas dalam pelaksanaannya secara ter-integrasi yang dipahami sebagai aktivitas penanggulangan saat sebelum terjadi bencana, saat tanggap darurat dan setelah terjadi bencana, yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari, dan memulihkan diri dari dampak bencana. Dalam perkembangan saat ini perlu sebuah regulasi yang mengatur mekanisme penanggulangan pada tiap-tiap kategori bencana. Penanganan bencana alam tern-yata mengalami hal yang tidak sama ketika negara dihadapkan pada penyelesaian dan penanggulangan masalah bencana non alam (epidemi). Kebijakan adaptasi kehidupan baru di era pandemi Covid-19 secara hukum memerlukan adanya se-buah norma yang secara jelas menggambarkan kondisi masyarakat yang teratur, tertib dan sadar hukum. Kehidupan baru masyarakat diwajibkan pada kepatuhan dan ketaatan melaksanakan segala bentuk ketentuan yang diatur dalam aturan protokol kesehatan. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar disisi lain tentu menyebabkan berbagai aspek kehidupan ikut terdampak. Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Pandemi ini telah mengubah cara hidup manusia dari sesuatu yang sebelumnya tidak lumrah dilakukan kini menjadi sebuah kewajaran dan kewajiban. Oleh karenanya perlu dibentuk aturan pengetatan protokol kesehatan oleh pemerintah di daerah agar masyarakat tetap produktif serta aman dari Covid-19
SENGKETA JUAL BELI TANAH BERSTATUS SURAT KETERANGAN TANAH: KEDUDUKAN HUKUM DAN PENYELESAIANNYA DALAM REGULASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ADAT DAYAK Ahmad Setiawan; Agus Mulyawan; Nuraliah Ali
The Juris Vol. 7 No. 1 (2023): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v7i1.780

Abstract

Disputes over land occur in almost every region in Indonesia. One of the cases of legal problems in the field of buying and selling land is the dispute over the sale and purchase of land with the status of a land certificate with overlapping ownership. Dispute resolution methods are litigation or through court and non-litigation or outside the court such as through Nganju Dayak customary law. This study aims to examine how the legal position of land ownership certificates (SKT) is in the perspective of positive law in Indonesia and how to resolve it according to the Adat law of the Dayak Ngaju of Central Kalimantan. This type of research is empirical juridical legal research. The types or sources of data used are primary data and secondary data. The research instruments used were interviews and library research. Data obtained based on library research and field data were analyzed by qualitative descriptive analysis. The position of SKT is based on positive law in Indonesia as stated in Article 76 paragraph (3) Permenag No.3/1997, a certificate of rights does not meet the requirements to be considered a statement of physical ownership of a land parcel if it does not fulfill the six specified conditions. Land which is based only on HCS ownership, does not have sufficiently strong evidence of ownership of the land and is directed to increase the legality of ownership certificates or SHM as proof of ownership that is authentic and legal with legal certainty. Settlement of land sale and purchase disputes based on customary law of the Dayak Nganju through Kedamangan Jekan Raya is pursued by prioritizing the peace process and prioritizing the principle of kinship, the decision does not cause resentment and dissatisfaction, without resentment which ends in the breakup of good relations between the two.
TICAK KACANG DALAM TRADISI ADAT DAYAK: TINJAUAN KESESUAIAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Agus Mulyawan; Nuraliah Ali; Kristian Kristian; Oktarianus Kurniawan; Andika Wijaya
The Juris Vol. 7 No. 1 (2023): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v7i1.789

Abstract

Perkawinan picak kacang dijadikan solusi bagi pasangan yang tertangkap kumpul kebo dan juga memberikan waktu bagi pihak laki-laki untuk mengumpulkan dana yang cukup sampai bisa memenuhi syarat utama perkawinan adat Dayak nganju. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana perkawinan picak kacang ini membatasi hal-hal yang dilegalkan oleh perkawinan, kekuatan hukum, dan kesesuaiannya ditinjau dari Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Hukum Islam. Penelitian hukum yuridis empiris tipe yuridis sosiologis ini bertujuan untuk melihat bagaimana tinjauan kesesuaian undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan hukum Islam pada perkawinan ticak kacang dalam tradisi adat Dayak. Sumber data yang digunakan yakni data primer dan data sekunder. Instrumen penelitian yang digunakan yakni studi Pustaka dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini lebih menekankan pada pengelolaan data primer dan data sekunder yang menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengakuan negara melalui Undang-Undang terhadap keberadaan hukum adat menjadi penegasan terkait keberadaan perkawinan picak kacang sebagai perkawinan lokal yang merupakan salah satu wujud adat dan tradisi karena perkawinan juga dianggap bagian dari adat dan dilaksanakan secara adat pula. Dalam hukum Islam sendiri perkawinan picak kacang yang merupakan tradisi dikatakan sebagai urf Al ‘adatu muhakamah artinya adat itu bisa diterima dan menjadi hukum jika sudah menjadi kesepakatan. Keberadaan perkawinan dalam hukum islam merupakan suatu ajaran yang penting. Kaidah-kaidah penyerapan adat dalam Islam terdiri atas tiga kaidah yakni tahrim, taghyir, dan tahmil.