Abstract Cassava commodity is placed as one of the main food crop commodities that needs to be continuously developed. Cikarawang village in Bogor is one of the cassava production centers. However, there are problems related to fluctuating selling prices, disproportionate selling prices with increases in input prices, and high margins in the cassava trade system that must be faced by cassava farmers there, especially Gapoktan Mandiri Jaya. These problems are the implications of the length of the commerce channel and the many commerce institutions involved. From these problems, this study aims to determine the variations in the commerce formed and determine the efficient cassava trading channel in Gapoktan Mandiri Jaya by using the analysis of commerce margin, farmer's share, and profit to cost ratio. This research was conducted by taking samples from cassava farmers in Gapoktan Mandiri Jaya and using other data taken from supporting stakeholders, namely traders, collectors, wholesalers, and retailers. The results of this study indicate that the trading institutions involved are farmers, collectors I, traders collectors II, wholesalers, retailers, and consumers (households and industries). These institutions formed 6 variations of the cassava commerce. The most efficient commerce channel is the 5th commerce consisting of farmers, collector I (village), retailers, and end consumers with the smallest margin of Rp. 2,250 and the highest profit and cost ratio of 4.79. Keywords: Commerce; cassava; efficiency AbstrakKomoditas ubi kayu ditempatkan sebagai salah satu komoditas utama tanaman pangan yang perlu terus dikembangkan. Desa Cikarawang di Bogor menjadi salah satu sentra produksi ubi kayu. Namun, terdapat permasalahan terkait harga jual yang fluktuatif, tidak sebandingnya harga jual dengan kenaikan harga input, dan tingginya marjin tataniaga ubi kayu yang harus dihadapi petani ubi kayu di sana, khusunya Gapoktan Mandiri Jaya. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah implikasi dari panjangnya saluran tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat. Dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi saluran tataniaga yang terbentuk dan menentukan saluran tataniaga ubi kayu yang efisien di Gapoktan Mandiri Jaya dengan menggunakan analisis margin tataniaga, farmer’s Share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample dari petani ubi kayu di Gapoktan Mandiri Jaya dan menggunakan data-data lain yang diambil dari stakeholder pendukung yaitu pedagang, pengumpul, grosir, dan pengecer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lembaga tataniaga yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen (rumah tangga dan industri). Lembaga-lembaga tersebut membentuk 6 variasi saluran tataniaga ubi kayu. Saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran tataniaga ke-5 yang terdiri dari petani, pedangang pengumpul I (desa), pedagang pengecer, dan konsumen akhir dengan marjin terkecil yaitu, Rp2.250 dan rasio keuntungan dan biaya paling tinggi sebesar 4,79. Kata Kunci : tataniaga; ubi kayu; efisiensi