Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi Dhimas Rozil Gufron; Titik Inayah; Junaidi Junaidi
Sharia Agribusiness Journal Vol 1, No 2 (2021)
Publisher : Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.849 KB) | DOI: 10.15408/saj.v1i2.22282

Abstract

This study aims to determine (1) the comparison of the cost structure of organic paddy farming (Sumber Urip Farmer Group) and inorganic paddy farming (Harta Jaya Farmer Group) in Watukebo Village, Blimbingsari District, Banyuwangi Regency, East Java.  (2) the comparison of organic paddy farming (Sumber Urip Farmer Group) and Inorganic rice farming (Harta Jaya Farmer Group). The analysis tools used are cost analysis, income analysis, R / C ratio and two-sample t test differences. The results showed; (1) the total cost of organic paddy farming is IDR 11,042,735 / ha / one planting season, lower than the total cost of inorganic paddy which is IDR 11,154,570 / ha / one planting season. (2a) the average total income of organic paddy farming is IDR 27,048,320 / ha / one planting season and the average total income of inorganic paddy farming is IDR 26,681,500 / ha / one planting season. (2b) the average organic paddy farming revenue is IDR 16,005,585 / ha / one planting season. while inorganic paddy farming is IDR 15,526,930 / ha / one planting season. The average R / C ratio of organic and inorganic paddy farming, respectively, is 2.4 and 1.7, which means that organic paddy farming is more profitable and efficient than inorganic paddy farming in one planting season. (3) The results of the different test results of organic  paddy farming and inorganic paddy farming have a significant difference. This is because the income of organic paddy farmers is greater than inorganic paddy. Keywords: Revenue, Farming, Organic, Inorganic AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbandingan struktur biaya usahatani padi organik (Kelompok Tani Sumber Urip) dan usahatani padi Anorganik (Kelompok Tani Harta Jaya) di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. (2) perbandingan pendapatan usahatani padi organik (Kelompok Tani Sumber Urip) dan usahatani padi Anorganik (Kelompok Tani Harta Jaya). Alat analisis yang digunakan analisis biaya, analisis pendapatan, R/C rasio dan Uji Beda dua sample t test. Hasil penelitian menunjukkan; (1) total biaya usahatani padi organik sebesar Rp 11,042,735/ha/satu musim tanam lebih rendah dibandingkan total biaya padi anorganik sebesar Rp 11,154,570/ha/ satu musim tanam. (2a) rata- rata total penerimaan usahatani padi organik sebesar Rp 27,048,320/ha/satu musim tanam dan rata-rata total penerimaan usahatani padi anorganik sebesar Rp 26,681,500/ha/satu musim tanam. (2b) Rata-rata pendapatan usahatani padi organik sebesar Rp 16,005,585 /ha/satu musim tanam. sedangkan usahatani padi anorganik yakni Rp 15,526,930/ha/satu musim tanam. Rata-rata R/C rasio usahatani padi organik dan padi anorganik secara urut yaitu 2,4 dan 1,7 yang berarti usahatani padi organik lebih menguntungkan dan efisien dibandingkan usahatani padi anorganik dalam satu musim tanam. (3) Hasil uji beda pendapatan usahatani padi organik dan padi anorganik terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan penerimaan petani padi organik lebih besar dibandingkan padi anorganik.Kata Kunci: Pendapatan, Usahatani, Organik, Anorganik This study aims to determine (1) the comparison of the cost structure of organic paddy farming (Sumber Urip Farmer Group) and inorganic paddy farming (Harta Jaya Farmer Group) in Watukebo Village, Blimbingsari District, Banyuwangi Regency, East Java.  (2) the comparison of organic paddy farming (Sumber Urip Farmer Group) and Inorganic rice farming (Harta Jaya Farmer Group). The analysis tools used are cost analysis, income analysis, R / C ratio and two-sample t test differences. The results showed; (1) the total cost of organic paddy farming is IDR 11,042,735 / ha / one planting season, lower than the total cost of inorganic paddy which is IDR 11,154,570 / ha / one planting season. (2a) the average total income of organic paddy farming is IDR 27,048,320 / ha / one planting season and the average total income of inorganic paddy farming is IDR 26,681,500 / ha / one planting season. (2b) the average organic paddy farming revenue is IDR 16,005,585 / ha / one planting season. while inorganic paddy farming is IDR 15,526,930 / ha / one planting season. The average R / C ratio of organic and inorganic paddy farming, respectively, is 2.4 and 1.7, which means that organic paddy farming is more profitable and efficient than inorganic paddy farming in one planting season. (3) The results of the different test results of organic  paddy farming and inorganic paddy farming have a significant difference. This is because the income of organic paddy farmers is greater than inorganic paddy. Keywords: Revenue, Farming, Organic, Inorganic 
Nilai Duga Keragaman Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi antar Karakter Mutan Rumput Gajah Generasi MV3 Heny Hermawati; Marina Yuniawati Maryono; Dasumiati Dasumiati; Junaidi Junaidi; Irawan Sugoro
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 18, No 1 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17146/jair.2022.18.1.6472

Abstract

Tanaman rumput gajah (Cenchrus purpureus (Schumach.) Morrone) hasil iradiasi sinar gamma yang unggul dan stabil secara genetik dapat diperoleh melalui seleksi. Mutan rumput gajah generasi MV1 dan MV2 belum stabil secara genetik sehingga perlu dilakukan seleksi pada generasi MV3. Seleksi merupakan salah satu tahapan pemuliaan tanaman untuk perbaikan karakter dan dapat dilakukan berdasarkan parameter genetik, yaitu keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar karakter. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui nilai duga keragaman, nilai duga heritabilitas, dan korelasi antar karakter mutan rumput gajah generasi MV3. Penelitian dilakukan menggunakan sampel mutan rumput gajah generasi MV3 dengan 18 perlakuan hasil iradiasi (B1D0, B1D1, B1D2, B1D3, B1D4, B1D5, B2D0, B2D1, B2D2, B2D3, B2D4, B2D5, B3D0, B3D1, B3D2, B3D3, B3D4, B3D5) pada generasi MV2 dan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai duga keragaman genetik tergolong rendah, sedang, dan tinggi, sedangkan nilai duga heritabilitasnya rendah dan sedang. Koefisien korelasi antar karakter mutan rumput gajah generasi MV3 menunjukkan hasil positif dengan derajat keeratan hubungan lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi dengan nilai sedang–tinggi (kuat) terdapat pada karakter jumlah daun, jumlah buku batang, berat segar, kandungan bahan kering, abu, dan bahan organik. Karakter tersebut dapat dijadikan sebagai karakter seleksi sehingga berguna untuk acuan dasar proses seleksi mutan rumput gajah generasi MV3. 
Analisis Tataniaga Ubi Kayu (Studi Kasus: Gapoktan Mandiri Jaya, Desa Cikarawang) Yuli Wiyanti; Junaidi Junaidi; Titik Inayah
Sharia Agribusiness Journal Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/saj.v3i1.32889

Abstract

 Abstract Cassava commodity is placed as one of the main food crop commodities that needs to be continuously developed. Cikarawang village in Bogor is one of the cassava production centers. However, there are problems related to fluctuating selling prices, disproportionate selling prices with increases in input prices, and high margins in the cassava trade system that must be faced by cassava farmers there, especially Gapoktan Mandiri Jaya. These problems are the implications of the length of the commerce channel and the many commerce institutions involved. From these problems, this study aims to determine the variations in the commerce formed and determine the efficient cassava trading channel in Gapoktan Mandiri Jaya by using the analysis of commerce margin, farmer's share, and profit to cost ratio. This research was conducted by taking samples from cassava farmers in Gapoktan Mandiri Jaya and using other data taken from supporting stakeholders, namely traders, collectors, wholesalers, and retailers. The results of this study indicate that the trading institutions involved are farmers, collectors I, traders collectors II, wholesalers, retailers, and consumers (households and industries). These institutions formed 6 variations of the cassava commerce. The most efficient commerce channel is the 5th commerce consisting of farmers, collector I (village), retailers, and end consumers with the smallest margin of Rp. 2,250 and the highest profit and cost ratio of 4.79. Keywords: Commerce; cassava; efficiency AbstrakKomoditas ubi kayu ditempatkan sebagai salah satu komoditas utama tanaman pangan yang perlu terus dikembangkan. Desa Cikarawang di Bogor menjadi salah satu sentra produksi ubi kayu. Namun, terdapat permasalahan terkait harga jual yang fluktuatif, tidak sebandingnya harga jual dengan kenaikan harga input, dan tingginya marjin tataniaga ubi kayu yang harus dihadapi petani ubi kayu di sana, khusunya Gapoktan Mandiri Jaya. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah implikasi dari panjangnya saluran tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat. Dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi saluran tataniaga yang terbentuk dan menentukan saluran tataniaga ubi kayu yang efisien di Gapoktan Mandiri Jaya dengan menggunakan analisis margin tataniaga, farmer’s Share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample dari petani ubi kayu di Gapoktan Mandiri Jaya dan menggunakan data-data lain yang diambil dari stakeholder pendukung yaitu pedagang, pengumpul, grosir, dan pengecer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lembaga tataniaga yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen (rumah tangga dan industri). Lembaga-lembaga tersebut membentuk 6 variasi saluran tataniaga ubi kayu. Saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran tataniaga ke-5 yang terdiri dari petani, pedangang pengumpul I (desa), pedagang pengecer, dan konsumen akhir dengan marjin terkecil yaitu, Rp2.250 dan rasio keuntungan dan biaya paling tinggi sebesar 4,79. Kata Kunci : tataniaga; ubi kayu; efisiensi