This Author published in this journals
All Journal Res Judicata Warkat
Denie Amiruddin
Faculty of Law Universitas Muhammadiyah Pontianak

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PRODUKTIVITAS PEMERINTAH DESA DALAM MEMBENTUK PERATURAN DESA DI DESA-DESA PESISIR KABUPATEN KUBU RAYA Denie Amiruddin; Nina Niken Lestari
Res Judicata Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.537 KB) | DOI: 10.29406/rj.v2i2.1791

Abstract

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, telah memberikah hak otonomi kepada Pemerintahan Desa berdasarkan hak asal usul sesuai dengan adat istiadat dan tradisi desa yang bersangkutan. Sebagai pemerintah desa, salah satu wewenang kepala desa adalah menetapkan Peraturan Desa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (2) huruf d UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berhak mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa (Pasal 26 ayat (3) huruf b UU Desa). Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.Bersandar dari apa yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang: Bagaimana peraturan desa itu dibentuk, apakah sudah memenuhi asas formal dan asas material hukum? Seberapa banyak peraturan desa itu dibentuk dalam satu tahun? Dan peraturan dalam bidang-bidang apa saja yang diatur? Dan bagaimana proses pembentukan peraturan desa yang telah dilakukan?Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum empiris (sosiologis), hal ini disebabkan karena objek penelitian ini merupakan kajian hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Sedangkan data yang digunakan adalah data primer, data yang diperoleh langsung dari aparat perangkat pemerintahan desa dengan cara wawancara (deep interview), observasi, kuesioner, dan lain-lain. Tujuan kajian hukum empiris ini nanti adalah deskriptif, ekplanatif (memahami), prediktif, dengan bentuk analisis kuantitatif (kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka).Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, telah memberikah hak otonomi kepada Pemerintahan Desa berdasarkan hak asal usul sesuai dengan adat istiadat dan tradisi desa yang bersangkutan. Sebagai pemerintah desa, salah satu wewenang kepala desa adalah menetapkan Peraturan Desa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (2) huruf d UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berhak mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa (Pasal 26 ayat (3) huruf b UU Desa). Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.Bersandar dari apa yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang: Bagaimana peraturan desa itu dibentuk, apakah sudah memenuhi asas formal dan asas material hukum? Seberapa banyak peraturan desa itu dibentuk dalam satu tahun? Dan peraturan dalam bidang-bidang apa saja yang diatur? Dan bagaimana proses pembentukan peraturan desa yang telah dilakukan?Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum empiris (sosiologis), hal ini disebabkan karena objek penelitian ini merupakan kajian hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Sedangkan data yang digunakan adalah data primer, data yang diperoleh langsung dari aparat perangkat pemerintahan desa dengan cara wawancara (deep interview), observasi, kuesioner, dan lain-lain. Tujuan kajian hukum empiris ini nanti adalah deskriptif, ekplanatif (memahami), prediktif, dengan bentuk analisis kuantitatif (kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka).
Pergulatan Mazhab Hukum dalam Pengadaan Tanah Milik Masyarakat Adat untuk Kepentingan Umum: The Struggle of Legal Schools in Procuring Land Owned by Indigenous Peoples for Public Interest Kukuh Tejomurti; Denie Amiruddin; Andi Sasongko; Imam Sukadi
Warkat Vol. 2 No. 1 (2022): Juni
Publisher : Faculty of Law, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/warkat.v2n1.1

Abstract

In the discourse on land acquisition for development in the public interest, problems often arise regarding the amount of compensation to land rights holders. The problem becomes even more widespread when the land acquired intersects with and originates from customary land. This article aims to provide an elaboration of thoughts from a philosophical perspective on law and justice, especially on positive legal formalism in the implementation of land acquisition belonging to customary law communities in Indonesia. The research used in this article is normative legal research using a legislative approach, a conceptual approach and a case approach. The legal materials used are primary legal materials and secondary materials which are connected with schools of legal philosophy, such as the Natural Law School, Legal Positivism, and the Historical School. The research results show that the sharp gap between the legal positivism school and the historical legal school lies in the sources and forms of law. If legal positivism prioritizes formal forms and the authoritative institutions that create them, then the historical legal school states that laws are not made but are found in society. Sociological Jurisprudence describes a "middle way" to bridge the flow of historical law in traditional law communities whose existence is respected in the formation of law to provide just legal certainty. In the context of Indonesia, which has a civil law tradition, we can consider the formation of legislation as an important component for the social engineering process. Therefore, laws and regulations related to land acquisition should involve indigenous communities in the formation process because most of Indonesia's territory is still customary territory/land in the form of fields, forests, and so on.