Ancaman perang ideologi melibatkan upaya untuk memanipulasi opini publik untuk menciptakan perpecahan dan ketegangan di dalam negeri. Dalam konteks ini, kemampuan untuk terlibat dalam konflik politik dapat dirusak, ketika perang asimetris, dengan pihak yang lebih lemah menggunakan taktik yang tidak konvensional, bertahan selama jangka waktu yang lama. Pendekatan kualitatif muncul dari perubahan paradigma dalam memahami realitas sosial, melihatnya sebagai holistik, dinamis, dan penuh makna. Kesimpulan: Pertama, konsep kekuatan lunak dalam Sishankamrata secara signifikan memperkuat pertahanan Indonesia terhadap ancaman asimetris. Berfokus pada mempengaruhi dan membentuk perilaku aktor internasional melalui daya tarik budaya, diplomasi budaya secara efektif membentuk persepsi positif Indonesia. Diplomasi pertahanan juga memainkan peran penting dalam mencapai tujuan nasional tanpa konflik fisik, yang tercermin dalam partisipasi aktif dalam forum perlindungan internasional. Melalui integrasi dan adaptasi sumber daya, Sishankamrata memungkinkan respons yang komprehensif dan efisien. Kombinasi kewaspadaan nasional, patriotisme, dan kekayaan budaya Indonesia mempertahankan integritas dan ketahanan. Kedua, sinergi antara elemen militer dan non-militer di Sishankamrata menghasilkan tanggapan terkoordinasi terhadap ancaman yang kompleks. Nasionalisme juga penting dalam menghadapi tantangan, seperti yang terlihat dalam pengembangan sumber daya. Pengawasan nasional terhubung dengan pertahanan untuk mempertahankan stabilitas dan kedaulatan. Bentuk ancaman asimetris termasuk perang ideologis dan serangan cyber memiliki implikasi yang rumit. Indonesia membutuhkan pertahanan adaptif untuk era kompleks ini.