Indonesia menghadapi tantangan dalam era digital yang terus berkembang karena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang diberlakukan sejak tahun 2008, untuk mengatur teknologi informasi dan transaksi elektronik serta melindungi hak privasi individu. UU ITE mengatur banyak aspek teknologi informasi, seperti hak cipta, perlindungan konsumen dalam perdagangan elektronik, dan tindakan kriminal di dunia maya. Namun, undang-undang ITE telah menimbulkan kontroversi karena ketentuannya yang tampak tidak jelas, yang dapat digunakan untuk membatasi kebebasan berbicara dan berbicara. Hak privasi di era modern mencakup perlindungan data pribadi dan informasi sensitif individu dari penggunaan dan pengawasan yang tidak sah. Setelah ditetapkan pada tahun 2016, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah meningkatkan hak privasi individu. Kerangka hukum di era digital sangat dipengaruhi oleh konsep filosofi hukum Roscoe Pound, termasuk konsep rekayasa sosial dalam yurisprudensi, teori keseimbangan kepentingan, dan hukum sebagai rekayasa sosial. Salah satu langkah penting untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara regulasi yang diperlukan dan hak-hak individu yang harus dilindungi adalah penyesuaian UU ITE dengan prinsip-prinsip ini. Rekomendasi untuk perbaikan kerangka hukum termasuk pengawasan yang jelas, klarifikasi ketentuan ITE yang ambigu, dan perubahan untuk menerima kemajuan teknologi. Masyarakat harus lebih menyadari hak privasi dan kebebasan berekspresi di era digital. Filosofi hukum memberikan landasan teoritis yang mendalam tentang sifat dan tujuan hukum, memengaruhi pengambilan keputusan hukum, dan membantu mencapai keseimbangan antara hukum dan hak asasi manusia. Ini berdampak pada cara hukum digunakan, diinterpretasikan, dan diterapkan dalam praktik hukum.