Salah satu Tindak Pidana yang diatur dalam hukum positif di Indonesia adalah Tindak Pidana Perlindungan Anak yang sebagiamana penulis memfokuskan pada Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak oleh Anak. Hal ini kerap kali terjadi di Indonesia, bahkan pelaku dari Tindak Pidana tersebut adalah seorang anak. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektifitas UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan NO.21/PID.SUS-ANAK/2022/PN.JKT.SEL? serta Faktor-faktor apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara NO.21/PID.SUS-ANAK/2022/PN.JKT.SEL? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitiannya adalah Efektifnya atau sudah sesuainya penerapan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Hukum Pidana Persetubuhan terhadap Anak yang dilakukan oleh Anak dalam kasus ini, yang dibuktikan dengan sudah disertakannya penggantian hukuman perihal pelatihan kerja kepada pelaku anak. Hakim “Menjatuhkan pidana kepada anak tersebut dengan pidana penjara di Lembaga Pembinaaan Khusus Anak (LPKA) selama 4 (empat) tahun, denda terhapuskan diganti dengan pelatihan kerja di BLK LPKA selama 6 (enam) bulan”, seperti dalam Pasal 71 ayat (3) UU No.11 Tahun 2012 yang berbunyi: “Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda diganti dengan pelatihan kerja”. Serta apa saja faktor – faktor pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak ini yang berhak didapatkan pelaku anak, seperti faktor yuridis yaitu “Alat bukti sah secara hukum adalah: Keterangan Saksi; Keterangan Ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan”, serta apa saja unsur – unsur dalam kasus ini. Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), dan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga pelaku anak ini harus diberikan perlindungan. Bentuk perlindungan yang diberikan adalah dengan memberikan hak anak yang menjadi pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak untuk mendapatkan perlindungan selama berhadapan dengan hukum serta mendapat perlakuan yang sama di muka hukum sesuai Undang- Undang.