Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

ISTRI HAMIL DENGAN PRIA LAIN SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PERKAWINAN (Analisis Putusan Nomor : 447/Pdt. G/2021/MS.Tkn) Amirulloh Amirulloh; Edy Supriyanto; Setia Jaya
DELEGASI Vol 1 No 2 (2021): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu penyebab perkawinan dapat dibatalkan ialah apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri. Dalam kasus pembatalan pernikahan yang terjadi di Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah (MS) Takengon Kabupaten Aceh Tengah Nomor Perkara 447/Pdt.G/2021/MS.Tkn bahwasanya setelah berlangsungnya pernikahan dalam kurun waktu dua bulan si istri dinyatakan telah hamil lima bulan dengan pria lain (bukan suami sahnya). Skripsi ini meneliti tentang apa dasar-dasar hukum yang berhubangan dengan pembatalan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)? Apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah (MS) Takengon dalam memutuskan perkara Pembatalan Perkawinan Nomor : 447/Pdt. G/2021/MS.Tkn ?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif. Berdasarkan kesimpulan sementara diketahui bahwa proses pembatalan perkawinan di dalam Persidangan yang di laksanakan oleh Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah (MS) Takengon dalam putusan Nomor : 447/Pdt. G/2021/MS.Tkn sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 22 sampai dengan pasal 28, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pembatalan perkawinan terdapat dalam pasal 70 sampai dengan 76 dalam putusan Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah (MS) Takengon Nomor : 447/Pdt. G/2021/MS.Tkn sudah tepat karena berdasarkan pertimbangan hakim permohonan pemohon telah terbukti dan telah memenuhi alasan pembatalan perkawinan sebagiaman yang telah ditentukan dalam pasal 6 (1), Pasal 22 dan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 72 ayat (2) Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam bahwa “seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai suami atau istri.” Adalah benar adanya, karena istri yang telah dinyatakan hamil 5 bulan (bukan dengan suaminya) pasca berlangsungnya perkawinan, maka untuk menjaga kesucian perkawinan, majelis Hakim membatalkan perkawinan tersebut.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ABH (ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM) SEBAGAI PELAKU PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.21/PID.SUS-ANAK/2022/PN.JKT.SEL) Andrew Guntur; Ina Heliany; Edy Supriyanto
DELEGASI Vol 1 No 2 (2021): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu Tindak Pidana yang diatur dalam hukum positif di Indonesia adalah Tindak Pidana Perlindungan Anak yang sebagiamana penulis memfokuskan pada Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak oleh Anak. Hal ini kerap kali terjadi di Indonesia, bahkan pelaku dari Tindak Pidana tersebut adalah seorang anak. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektifitas UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan NO.21/PID.SUS-ANAK/2022/PN.JKT.SEL? serta Faktor-faktor apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara NO.21/PID.SUS-ANAK/2022/PN.JKT.SEL? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitiannya adalah Efektifnya atau sudah sesuainya penerapan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Hukum Pidana Persetubuhan terhadap Anak yang dilakukan oleh Anak dalam kasus ini, yang dibuktikan dengan sudah disertakannya penggantian hukuman perihal pelatihan kerja kepada pelaku anak. Hakim “Menjatuhkan pidana kepada anak tersebut dengan pidana penjara di Lembaga Pembinaaan Khusus Anak (LPKA) selama 4 (empat) tahun, denda terhapuskan diganti dengan pelatihan kerja di BLK LPKA selama 6 (enam) bulan”, seperti dalam Pasal 71 ayat (3) UU No.11 Tahun 2012 yang berbunyi: “Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda diganti dengan pelatihan kerja”. Serta apa saja faktor – faktor pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak ini yang berhak didapatkan pelaku anak, seperti faktor yuridis yaitu “Alat bukti sah secara hukum adalah: Keterangan Saksi; Keterangan Ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan”, serta apa saja unsur – unsur dalam kasus ini. Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), dan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga pelaku anak ini harus diberikan perlindungan. Bentuk perlindungan yang diberikan adalah dengan memberikan hak anak yang menjadi pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak untuk mendapatkan perlindungan selama berhadapan dengan hukum serta mendapat perlakuan yang sama di muka hukum sesuai Undang- Undang.
ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 111/PID.B/2021/PN.JKT.PST) Angga Dwi Prasetyo; Edy Supriyanto; M. Amin Saleh
DELEGASI Vol 2 No 1 (2022): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam hukum pidana Indonesia, keadaan mabuk menjadi faktor yang relevan dalam beberapa situasi hukum. Meskipun tidak dianggap sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan pidana, pengaruh mabuk mempengaruhi penilaian hukum terhadap tingkat kesalahan dan pemberian hukuman. Pertanggungjawaban terdakwa dalam keadaan mabuk tidak dihapuskan sepenuhnya, namun pengadilan dapat mempertimbangkan kondisi mabuk sebagai faktor mitigasi untuk mengurangi hukuman. Pihak penuntut umum harus membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindakan pidana dalam keadaan mabuk dengan bukti yang relevan dan sah. Pertimbangan terhadap tanggung jawab terdakwa dalam keadaan mabuk penting dalam proses peradilan pidana. Kondisi mabuk dapat mempengaruhi penilaian pengadilan dalam menentukan hukuman. Pembelaan atas dasar mabuk dapat digunakan sebagai strategi hukum, tetapi terdakwa harus menyajikan bukti yang kuat. Pengadilan harus memperhatikan keadilan dan objektivitas serta memastikan putusan didasarkan pada fakta dan hukum yang berlaku. Contoh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana "Penganiayaan yang mengakibatkan mati" dengan hukuman penjara selama 7 tahun. Putusan ini menekankan pentingnya pertimbangan hakim yang teliti dalam mencapai putusan yang adil dan sesuai hukum. Diharapkan putusan memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi terdakwa serta masyarakat untuk mencegah tindakan kriminal di masa mendatang. Prinsip bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan juga ditegaskan.
DAMPAK COVID-19 TERHADAP SISTEM PEMBINAAN TAHANAN PADA TAHUN 2021 DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS I CIPINANG Dafa Dinulhak; Edy Supriyanto; Junifer Dame Panjaitan
DELEGASI Vol 2 No 1 (2022): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah sistem pembinaan narapidana dilakukan pada saat pandemi Covid-19 di tahun 2021 dan Apa langkah yang harus dilakukan agar pembinaan dapat berjalan dengan baik tanpa membahayakan narapidana dari Covid-19. Penelitian ilmiah ini bertujuan: (1) untuk mengetahui system pembinaan narapidana dilakukan pada saat pandemi Covid-19 di tahun 2021 dan (2) untuk mengetahui Langkah yang harus dilakukan agar pembinaan dapat berjalan dengan baik tanpa membahayakan narapidana dari Covid-19. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum terutama bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma-norma positif didalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai tata kehidupan manusia.
EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN STRATEGI RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DIATAS TROTOAR DI WILAYAH KECAMATAN DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR Dheny Kurniawan; Edy Supriyanto; Sri Hutomo
DELEGASI Vol 2 No 2 (2022): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyaknya saingan pelaku usaha menyebabkan banyak orang lebih memilih untuk mengais rejeki dari sektor perdagangan. Salah satu bentuk sektor perdagangan tersebut diantaranya adalah pedagang kaki lima (PKL). Hal ini disebabkan karena ketatnya persaingan untuk dapat bekerja dalam sektor formal, dan sangatlah wajar apabila para pengangguran memilih bekerja di sektor informal.Ada 3 proses penataan pedagang kaki lima, yaitu sosialisasi, agar para pedagang kaki lima (PKL) mengerti dan memahami tujuan dilaksanakannya penataan pedagang. Diharapkan kesadaran pedagang untuk tidak berjualan ditepi jalan maupun trotoar. Menertibkan, apabila telah dilakukannya sosialisasi tetapi masih memanfaatkan tepi jalan dan trotoar sebagai tempat berjualan, maka petugas satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat mengambil tindakan melakukan penertiban dalam hal ini adalah sanksi tegas. Merelokasi, setelah dilakukannya penertiban pemertintah daerah tidak lepas tangan begitu saja, pemerintah daerah merelokasi pedagang kaki lima ketempat yang sudah disediakan.
TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 2/PID.SUS.ANAK /2020/PN.JKT.PST) Eggi Adityas Pratama; Ina Heliany; Edy Supriyanto
DELEGASI Vol 3 No 1 (2023): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus perjuangan pembangunan yang ada, di Indonesia hak asasi manusia sangatlah di junjung tinggi, dimana hak asasi anak termasuk di dalamnya dan ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa peraturan perundang-undangan. Akan tetapi perlu di perhatikan, terkadang anak bukan hanya menjadi sasaran dari pelaku kejahatan dan semata menjadi korban. Banyak kasus yang ditemukan dalam masyarakat di mana anak menjadi pelaku kejahatan dengan tindak pidana kejahatan seksual. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana persetubuhan terhadap Anak yang dilakukan oleh pelaku Anak pada putusan Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Jkt.Pst? Bagaimana penerapan hukum pidana materiil berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada putusan Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2020/Pn.Jkt.Pst? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode penelitian yang digunakan karya tulis ini adalah yuridis normatif dengan metode analisis data yang kualitatif. Sumber data terdiri dari data primer yaitu hasil analisis putusan pengadilan negeri Jakarta pusat Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2020/Pn.Jkt.Pst dan data sekunder yaitu data hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan yang bertujuan untuk memperoleh data sekunder dan penelitian pada putusan pengadilan negeri Jakarta pusat Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2020/Pn.Jkt.Pst untuk memperoleh data primer, kemudian dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan sementara penelitian ini menunjukan bahwa Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan (Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2020/Pn.jkt.pst) memiliki kekeliruan disebabkan hakim dalam mempertimbangkan kasus tersebut hanya menjatuhkan pidana yang sesuai dengan pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, tanpa menyertakan pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan yang berlanjut, sebab dalam fakta dipersidangan, dalam beberapa hari kemudian anak datang lagi kerumah anak korban untuk mengajak melakukan persetubuhan kembali, seharusnya hal ini disertakan kedalam salah satu hal yang memberatkan dan menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Putusan hakim yang dianalisis oleh peneliti memiliki permasalahan, dimana putusan tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Salah satu amar dalam putusan tersebut hakim memutus pidana penjara selama 2 (dua) tahun, dan denda sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dengan ketentuan bilamana denda tersebut tidak dibayarkan harus diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Sedangkan dalam pasal 71 ayat (3) berbunyi “Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda diganti dengan pelatihan kerja”. Ini berarti pidana denda untuk anak yang berhadapan dengan hukum layak mendapatkan penggantian hukuman. Dalam menjatuhkan putusan, hakim hendaknya mempertimbangkan aspek-aspek kerugian yang dialami oleh anak korban agar dalam penjatuhan hukuman terhadap pelaku anak dapat meberikan efek jera. Perlu adanya upaya pengkajian lebih dalam terhadap Undang-Undang yang berkaitan dengan anak, agar proses penyelesaian perkara terhadap anak dengan hukum, dapat berjalan sebagaimana mestinya.
ANALISA HUKUM TERHADAP TERJADINYA PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS (PUTUSAN NOMOR : 3728/PDT.G/2021/PA.JS.) Ida Rouli Herawati Sinambela; Edy Supriyanto; Muhenri Sihotang
DELEGASI Vol 3 No 2 (2023): DELEGASI JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Untuk melangsungkan suatu perkawinan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan agama demikian juga dengan syarat-syarat tersebut ditentukan oleh hukum perkawinan. Jika pernikahan sudah dilakukan tetapi tidak bertemu persyaratan yang telah ditentukan, maka dapat diajukan pembatalan perkawinan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 22 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 70 putusnya tali perkawinan juga dapat dimungkinkan karena pernikahan atau dengan artian dalam pembatalan pernikahan, dimana pembatalan pernikahan disebabkan oleh pelanggaran atau larangan menikah, sedangkan larangan untuk menunjukan kerusakan, atau sesuatu yang di larang seperti tidak memenuhi persyaratan dan rukun pernikahan dalam keharmonisan rumah tangga. Salah satu perkara pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah perkara dengan Nomor : 3728/Pdt.G/2021/PA.JS. Dalam perkara ini istri sebagai pemohon mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dikarenakan suami sebagai termohon ternyata masih berumah tangga dengan wanita lain dan Termohon mengaku duda (cerai hidup). Berdasarkan analisis hukum terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara Nomor : 3728/Pdt.G/2021/PA.JS. tentang pembatalan perkawinan disebabkan karena pemalsuan identitas dalam Putusan Majelis Hakim menerima permohonan pemohon. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu mengkaji proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder mempunyai ruang lingkup yang meliputi surat-surat pribadi, buku-buku, sampai pada dokumen resmi yang di keluarkan oleh pemerintah.
TINDAK PIDANA KEKERASAN FISIK DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 995/PID.SUS/2021/PN.JKT.SEL.) Aris Setiabudi; Edy Supriyanto; M. Amin Saleh
YURE HUMANO Vol 6 No 1 (2022): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat terjadi dalam lingkup rumah tangga secara umum merupakan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat disebut Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga (KDRT), dapat berupa tindakan kekerasan semisal penyerangan dengan menggunakan senjata mematikan atau dapat berupa pemukulan secara langsung. Kekerasan fisik pada dasarnya terbagi atas kekerasan fisik ringan yang dapat menimbulkan cidera ringan, dan kekerasan fisik berat dapat menimbulkan cidera berat atau cacat bahkan bisa bisa menjadi kematian. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga (KDRT) Penyebab Perceraian?. 2. Apakah Pertimbangan Hukum Hakim sudah sesuai dengan Putusan Nomor 995/Pid.Sus/2021/Pn.Jkt.Sel. Sesuai Peraturan Undang-undang nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
TINJAUAN VIKTIMOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI PASAR RAWALUMBU BEKASI (Studi Kasus 2019-2022) Arvian Nugraha Zaenal; Edy Supriyanto; Muhenri Sihotang
YURE HUMANO Vol 6 No 1 (2022): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan korban terhadap terjadinya suatu tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dan upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan pihak juru parkir untuk menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di pasar Rawalumbu Bekasi. Peranan korban dalam terlaksananya suatu tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di pasar Rawalumbu Bekasi adalah sikap kelalaian korban yang kurang berhati-hati seperti parkir sembarangan dan tidak mengunci tambahan (kunci ganda). Upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dan pihak juru parkir dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor terdiri dari dua bentuk yang pertama yaitu upaya preventif, upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana dengan melakukan koordinasi langsung dengan pihak terkait yakni pihak juru parkir serta melakukan patroli yang bekerja sama dengan pihak keamanan sekitar pasar. Upaya yang kedua adalah upaya pre emtif, yaitu berupa himbauan kepada masyarakat dengan melakukan pemasangan spanduk berupa pemberitahuan. Meskipun upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan juru parkir cukup baik namun fakta yang terjadi di lapangan berbeda yaitu respon dari pihak kepolisian dan juru parkir pasar menurut korban yang Penulis telah lakukan wawancara adalah dari kedua pihak tersebut tidak terlalu baik meskipun ada diantaranya mendapatkan respon dengan baik namun pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa (nihil).
TINJAUAN YURIDIS TERKAIT HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KHI (KOMPILASI HUKUM ISLAM) DAN KUHPERDATA (STUDI KOMPARASI) Muhammad Raushan Fikri; Edy Supriyanto; Muhenri Sihotang
YURE HUMANO Vol 7 No 1 (2023): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah pengangkatan anak telah diatur dalam hukum Islam dan hukum perdata. Kedua perangkat hukum tersebut menegaskan bahwa pengangkatan anak boleh dilakukan demi kepentingan terbaik anak angkat. Namun, permasalahan muncul terkait hak waris anak angkat, di mana kompilasi hukum Islam dan hukum perdata memiliki ketentuan yang berbeda. Dalam kompilasi hukum Islam, status anak angkat tidak setara dengan anak kandung, sehingga anak angkat tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya. Meskipun demikian, anak angkat tetap berhak menerima hibah dan wasiat dari orang tua angkatnya, dengan batasan bahwa warisan tersebut tidak boleh melebihi sepertiga dari harta kekayaan orang tua angkat. Sementara itu, dalam hukum perdata, anak angkat diakui sebagai anggota keluarga yang berhak menerima bagian warisan dari orang tua angkatnya, baik melalui pembagian harta warisan yang diatur oleh undang-undang (ab intestato) maupun melalui surat wasiat (testament).