Artikel ini memiliki point of interest mengkaji moderasi beragama dalam media sosial dan fenomena blasphemy dalam dunia digital sehingga hal ini menjadi tantangan bagi agama serta tokoh keagamaan untuk beradaptasi pada perkembangan di era society 5.0 yang kian masif perubahannya. Artikel ini mengadopsi metode kualitatif dengan konsolidasi fenomenologis. Teori komunikasi interpersonal sebagai pendukung kajian ini dengan menggunakan olah data yang di analisis konten untuk melihat interaksional yang dibangun oleh pelaku blashphemy dan upaya tokoh keagamaan dalam menggaungkan moderasi beragama di era society 5.0 pada media digital. Kesimpulan daripada artikel ini adalah: Pertama, norma-norma keagamaan, ritual, identitas, dan pendidikan keagamaan menghadapi tantangan serius dalam era digitalisasi, membutuhkan pendekatan holistik seperti digitalisasi ritual, penguatan identitas keagamaan melalui komunitas online, dan kampanye edukasi relevan dengan kehidupan masa kini untuk menarik minat generasi muda, serta kolaborasi antara pemuka agama, pemerintah, dan lembaga pendidikan guna mempertahankan nilai-nilai keagamaan. Kedua, Pendekatan teori komunikasi interpersonal dapat efektif dalam mencegah aktivitas penistaan agama dalam media digital dengan membangun empati dan pemahaman terhadap pelaku, serta mendorong dialog terbuka yang menghormati perbedaan pandangan pentingnya pendidikan tentang nilai-nilai keberagaman agama, pengawasan konten sensitif, dan sanksi hukum yang adil serta peran bahasa sopan dan hubungan interpersonal yang kuat dalam meningkatkan toleransi dan pemahaman antarindividu dari berbagai latar belakang agama.