p-Index From 2020 - 2025
0.751
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Wana Raksa
Nina Herlina
Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Kuningan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

ANALISIS KARAKTERISTIK ECO-ENZYME DARI BUAH TROPIS Nurdin Nurdin; Ai Nurlaila; Nina Herlina; Haydar Rahardian
Wanaraksa Vol 16, No 01 (2022)
Publisher : Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v16i01.5230

Abstract

The increase in population is in line with the increase in the volume of waste every day. Garbage in the form of skins or seeds is classified as organic waste originating from pineapple (Ananas comosus), oranges (Citrus reticulata), bananas (Musa paradisiaca L. var sapientum) and watermelon (Citrullus lanatus) which are often found in the environment around settlements without any processing. One alternative for processing organic waste is to process it into a multipurpose solution called eco-enzyme. Eco-enzymes utilize fruit or vegetable waste as organic raw materials. Organic matter is mixed with sugar and water in a ratio of 10 parts water, 3 parts organic matter and 1 part brown sugar and then fermented for 90 days. The result is a concentrated acid eco-enzyme solution with a pH value of 3.2 and a TDS value of 2393.8. The percentage reduction of eco-enzyme products during the fermentation process ranges from 2-33% depending on the maturity level of the raw materialsPeningkatan populasi jumlah penduduk seiring dengan naiknya volume sampah setiap hari. Sampah berupa kulit atau biji tergolong sampah organik yang berasal dari buah nanas (Ananas comosus), jeruk (Citrus reticulata), pisang (Musa paradisiaca L. var sapientum) dan semangka (Citrullus lanatus) banyak ditemukan di lingkungan sekitar pemukiman tanpa adanya pengolahan. Salah satu alternatif pengolahan sampah organik yaitu dengan diproses menjadi larutan multiguna yang disebut eco-enzyme. Eco-enzyme memanfaatkan sampah buah-buahan atau sayuran sebagai bahan baku organik. Bahan organik dicampur dengan gula dan air dengan perbandingan10 bagian air, 3 bagian bahan organik dan 1 bagian gula merah lalu difermentasi selama 90 hari. Hasilnya berupa larutan eco-enzyme asam pekat dengan nilai pH 3,2 dan nilai TDS 2393,8. Prosentase pengurangan produk eco-enzyme pada saat proses fermentasi berkisar antara 2-33% tergantung pada tingkat kematangan bahan baku
ANALISIS POTENSI BURUNG UNTUK WISATA BIRDWATCHING DI KAWASAN GUNUNG TILU KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT Seno Triliantho; Nina Herlina; Iing Nasihin
Wanaraksa Vol 16, No 02 (2022)
Publisher : Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v16i02.9025

Abstract

This research aims to determine the diversity of bird species and the potential of bird species for birdwatching tourism in the Gunung Tilu area, Kuningan Regency, West Java Province. The method used in this research is field observation using the roaming method, namely by recording bird species encountered at each observation location. Recording of bird species uses the MacKinon species list method using 10 species in 1 list. Based on the results of observations in the field, 61 species of birds were found, with a total encounter of 1,439 individuals, with a total encounter on the valley route of 58 species and 633 individuals encountered, and on the ridge route there were 60 species found with a total encounter of 806 individuals. The bird species diversity index in the valley route has a value of H'=3.66. For the ridge path the value is H'=3.78. The Mount Tilu area has the potential for birdwatching tourism because it has 19 types of birds that have the potential for birdwatching tourism.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung dan potensi jenis burung untuk wisata birdwatching di kawasan Gunung Tilu Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan dengan metode roaming yaitu dengan mencatat jenis-jenis burung yang ditemui pada setiap lokasi pengamatan. Pencatatan jenis burung menggunakan metode daftar jenis MacKinon dengan menggunakan 10 jenis dalam 1 daftar. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan 61 jenis burung, dengan jumlah perjumpaan sebanyak 1.439 individu, dengan jumlah perjumpaan pada jalur lembah sebanyak 58 jenis dan ditemui 633 individu, serta pada jalur punggung bukit sebanyak 60 jenis. ditemukan dengan total pertemuan 806 individu. Indeks keanekaragaman jenis burung pada jalur lembah mempunyai nilai H'=3,66. Untuk jalur punggungan nilainya H'=3,78. Kawasan Gunung Tilu mempunyai potensi wisata birdwatching karena mempunyai 19 jenis burung yang berpotensi untuk wisata birdwatching.
DENTIFIKASI JENIS BAMBU DI BLOK GUNUNG PUTRI SPTN WILAYAH I TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI Asep Iman Purnama; Nina Herlina; Yayan Hendrayana
Wanaraksa Vol 17, No 02 (2023)
Publisher : Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v17i02.9158

Abstract

Bamboo in Indonesia natural habitats grows in groups because of its reproduction through shoots. Ecologically, according to Widnyana (2011) the roots of bamboo rhizomes will be able to maintain the hydrological system as a binder of soil and water, so that it can be used as a conservation plant. There is information based on residents around the Gunung Putri TNGC block that there is no known type of bamboo in the Gunung Putri TNGC block whose growth is spreading. This study aims to determine and identify the morphological characters of each type of bamboo in the Gunung Putri Block SPTN Region I TNGC covering an area of 163.16 hectares at an altitude of 1000-1800m above sea level. The method used is the method of observation, exploration and data analysis.  In Block Gunung Putri SPTN Region I Gunung Ciremai National Park, 3 types of bamboo were found, including G.apus (Bamboo Tali), G.atter (Bamboo Temen), and D.scandens (Bamboo Cangkoreh). In the Gigantochloa clan, the key character is with one main branch being larger than the branch, whereas in the Dinocloa clan the key character is the monopodial rhizome root, the branches only grow far from the ground, the trunk is small spreading among other trees, not clumping.Bambu di habitat alami Indonesia tumbuh berkelompok karena perkembangbiakannya melalui pucuk. Secara ekologis menurut Widnyana (2011) akar rimpang bambu akan mampu menjaga sistem hidrologi sebagai pengikat tanah dan air, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi. Berdasarkan informasi warga di sekitar blok Gunung Putri TNGC, tidak diketahui jenis bambu di blok Gunung Putri TNGC yang pertumbuhannya menyebar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi karakter morfologi tiap jenis bambu di SPTN Blok Gunung Putri Wilayah I TNGC seluas 163,16 Ha pada ketinggian 1000-1800m dpl. Metode yang digunakan adalah metode observasi, eksplorasi dan analisis data. Di Blok Gunung Putri SPTN Wilayah I Taman Nasional Gunung Ciremai ditemukan 3 jenis bambu, antara lain G.apus (Bambu Tali), G.atter (Bambu Temen), dan D.scandens (Bambu Cangkoreh). Pada marga Gigantochloa karakter kuncinya adalah dengan salah satu cabang utama lebih besar dari cabangnya, sedangkan pada marga Dinocloa karakter kuncinya adalah akar rimpang yang monopodial, cabangnya hanya tumbuh jauh dari permukaan tanah, batangnya kecil-kecil menyebar di antara pohon-pohon lain. , tidak menggumpal.
JENIS TUMBUHAN BAWAH OBAT DI BUKIT MAYANA KABUPATEN KUNINGAN Ade Anwarudin; Ilham Adhya; Nina Herlina
Wanaraksa Vol 16, No 01 (2022)
Publisher : Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v16i01.9010

Abstract

The understorey was a component of the basic vegetation under forest stands apart from tree regeneration, which consists of grass, herbs and shrubs. Lower plants function to maintain the hydrological cycle, provider of organic matter and maintain soil moisture. Apart from having an ecological function, understorey plants also have benefits for medical purposes that could be developed, one of them was as an ingredient for medicine, both modern and traditional. Knowledge related to medicinal plants was a national asset and national asset that must be utilized and developed also saved because it was very potential to be developed by involving local communities who have knowledge related to these medicinal plants. This research was conducted in Mayana Hill Kuningan Regency, West Java, where this study aimed to determine what types of understorey have the potential as medicine. Retrieval of data in the field used the transects/grid line method, The plot size was 1x1 as well as for an interval between plots of 10 m, with data collection being stopped when there was no more species addition to the sample plots. In the field observations, 41 species of understorey were found, including 28 families and 1041 individuals. Meanwhile, the identification results found that there were 26 species of understorey that have the potential to be medicinal, including 19 families and the number of individuals found as many as 584 individualsTumbuhan bawah merupakan komponen vegetasi dasar di bawah tegakan hutan selain permudaan pohon yang terdiri dari rumput, herba, dan semak. Tumbuhan tingkat rendah berfungsi menjaga siklus hidrologi, penyedia bahan organik dan menjaga kelembaban tanah. Selain mempunyai fungsi ekologis, tumbuhan bawah juga mempunyai manfaat untuk keperluan pengobatan yang dapat dikembangkan, salah satunya sebagai bahan obat baik modern maupun tradisional. Pengetahuan terkait tanaman obat merupakan aset nasional dan aset nasional yang harus dimanfaatkan dan dikembangkan juga dilestarikan karena sangat potensial untuk dikembangkan dengan melibatkan masyarakat lokal yang memiliki pengetahuan terkait tanaman obat tersebut. Penelitian ini dilakukan di Bukit Mayana Kabupaten Kuningan Jawa Barat, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan bawah apa saja yang berpotensi sebagai obat. Pengambilan data di lapangan menggunakan metode transek/grid line, ukuran plot 1x1 serta jarak antar plot 10 m, pengambilan data dihentikan bila tidak ada lagi penambahan jenis pada plot sampel. Pada pengamatan di lapangan ditemukan 41 jenis tumbuhan bawah yang terdiri dari 28 famili dan 1041 individu. Sementara hasil identifikasi, terdapat 26 jenis tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai obat, termasuk 19 famili dan jumlah individu yang ditemukan sebanyak 584 individu.