Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Sensitivitas Antibiotik Paten dan Generik Terhadap Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) Meike Marsa; Dharma Permana
Yarsi Journal of Pharmacology Vol. 2 No. 1 (2021): January 2021
Publisher : Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/yjp.v2i1.2196

Abstract

Latar Belakang: Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk sebesar 25 %. Bakteri penyebab ISPA yang sering menyebabkan dua diantaranya adalah Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. Untuk mengobati ISPA digunakan antibiotik baik paten maupun generik.Tujuan: Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui sensitivitas antibiotik paten dan generik terhadap bakteri Streptococcus pyogenes dan Staphylococus aureus penyebab ISPA.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental mengunakan pengujian mikrobiologi. Bakteri penyebab ISPA didapatkan dari laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berupa bakteri S.pyogenes ATTC 19615 PK/5 dan S.aureus ATTC 12600 PK/5. Uji sensitivitas menggunakan metode disc diffusion Kirby-Bauer dan dibandingkan dengan standar Kirby-Bauer. Antibiotik yang digunakan dalam uji sensitivitas yaitu Amoksisilin, Siprofloksasin dan Kotrimoksazol paten dan generik.Hasil: Antibiotik Amoksisilin yang mempunyai sensitivitas paling tinggi dibandingkan dengan Siprofloksasin dan Kotrimoksazol terhadap bakteri S.Pyogenes dan S.aureus penyebab ISPA. Pola sensitivitas antibiotik Amoksisilin dan Siprofloksasin paten mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi terhadap bakteri S.pyogenes penyebab ISPA dibandingkan dengan yang generik. Sedangkan antibiotik Kotrimoksazol generik mempunyai pola sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan yang paten. Antibitoik Amoksisilin dan Siprofloksasin paten dan generik mempunyai pola sensitivitas yang sama terhadap bakteri S.aureus penyebab ISPA dan antibiotik Kotrimoksazol generik mempunyai pola sensitivitas yang lebih tinggi terhadap S.aureus penyebab ISPA dibandingkan yang paten..Kesimpulan: Antibiotik Amoksisilin paling sensitif terhadap bakteri penyebab ISPA S.pyogenes dan S.aureus dibandingkan dengan Siprofloksasin dan Kotrimoksazol. Perbedaan rata-rata diameter zona hambat dan pola sensitivitas antibiotik paten dan generik hampir sama.
Penggunaan Dan Pemilihan Obat Antidiabetes pada Pasien Diabetes Rawat Jalan di Puskesmas Karang Rejo Tarakan Prima Harlan Putra; Dharma Permana
Yarsi Journal of Pharmacology Vol. 2 No. 1 (2021): January 2021
Publisher : Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/yjp.v2i1.2197

Abstract

Prevalensi diabetes pada tahun 2000 untuk semua kelompok usia adalah 2,8%, angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 4,4% pada tahun 2030. Menurut Riset Kesehatan Dasar di Indonesia prevalensi DM pada tahun 2013 mencapai 2,1% tetapi hanya 1,5% yang telah terdiagnosis diabetes mellitus, untuk mengobati diabetes mellitus diperlukan obat-obat antidiabetes.Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antidiabetes pada pasien diabetes mellitus rawat jalan di Puskesmas Karang Rejo TarakanMetode PenelitianMetode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan mengumpulkan data sekunder dari rekam medik pasien yang lengkap dari pasien diabetes mellitus yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Karang Rejo Tarakan pada periode Januari-April 2017. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien yang baru pertama kali mendapat terapi antidiabetes.Hasil dan DiskusiPasien diabetes mellitus baru yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 52 pasien, terdiri dari 34 (65,38%) berjenis kelamin perempuan dan 18 (34,62%) berjenis kelamin laki-laki, dan usia kejadian diabetes mellitus terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Obat antidiabetes yang paling banyak digunakan antara lain Metformin (64,29%), Glimepiride (18,57%), dan Glicazida (17,14%). Pemberian obat antidiabetes digunakan sebagai monoterapi (65,38%), adalah Metformin (51,92%) dan kombinasi 2 obat yang digunakan yaitu Metformin+Glimepiride (17,31%) dan Metformin+Glicazida (17,31%).Kesimpulan Metformin digunakan sebagai obat antidiabetes baik monoterapi maupun kombinasi, dan terapi kombinasi 2 obat digunakan apabila dalam waktu 3 bulan sasaran gula darah pasien tidak mencapai target.
Penggunaan Obat Asma Pada Pasien Asma di Puskesmas Karang Rejo Tarakan Reysaharif Yuansafikri; Dharma Permana
Yarsi Journal of Pharmacology Vol. 2 No. 1 (2021): January 2021
Publisher : Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/yjp.v2i1.2198

Abstract

Latar belakangAsma adalah penyakit heterogen yang disebabkan pajanan alergen, ditandai dengan inflamasi jalan napas kronis dengan prevalensinya di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar mencapai 4,5% dan untuk mengatasinya diperlukan obat – obat asma.TujuanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat asma pada pasien asma di Puskesmas Karang Rejo Tarakan pada periode Januari – April 2017MetodeMetode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan mengumpulkan data sekunder dari rekam medik pasien asma memenuhi kriteria inklusi baru pertama kali mendapat terapi asma dengan data rekam medik yang lengkap.Hasil dan DiskusiJumlah pasien puskesmas sebanyak 26.947 dengan pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak  225 pasien terdiri dari laki – laki (56,8%) dan perempuan (43,2%) pada rentang usia terbanyak anak – anak usia 0-5 tahun (32,8%) dan usia 20-44 tahun (29,3%). Obat yang paling banyak digunakan adalah Salbutamol (42%) dan Dexsamethasone (21,2%). Monoterapi yang paling sering digunakan adalah Salbutamol (14,2%), kombinasi 2 obat yaitu Salbutamol dan Dexamethasone (27,1%), kombinasi 3 obat yaitu Salbutamol, Gliseril Guaiakolat, dan Dexsamethasone (13,7%), dan kombinasi 4 obat yaitu Salbutamol, Dexamethasone, Gliseril Guaiakolat dan Klorfeniramin Maleat (2,6%).KesimpulanSalbutamol merupakan obat utama dalam penanggulangan asma baik sebagai monoterapi, kombinasi 2 obat, kombinasi 3 obat, dan kombinasi 4 obat.
Penggunaan Obat Anti Mual dan Muntah pada Pasien Mual dan Muntah di Puskesmas Karang Rejo Kota Tarakan Muhammad Falah; Dharma Permana
Yarsi Journal of Pharmacology Vol. 1 No. 2 (2020): July 2020
Publisher : Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/yjp.v1i2.2203

Abstract

Latar Belakang Mual dan muntah dapat diakibatkan dari beberapa penyakit yaitu Dyspepsia, Gastritis dan Nausea and Vomiting. Untuk penatalaksanaan mual muntah maka diberikan obat anti mual dan muntah.  Dalam islam, kita diwajibkan menjaga kesehatan dan memperhatikan makanan yang kita makanTujuanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat anti mual dan muntah pada pasien mual dan muntah di puskesmas Karang Rejo periode januari-April 2017 dan mengetahui pandangan islam mengenai hukum berobat dan pola makan pada pasien.MetodeMetode penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari medical record di Puskesmas Karang Rejo Tarakan. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien mual dan muntah yang mendapat obat anti mual dan muntah dengan data yang lengkap.Hasil dan DiskusiJumlah pasien mual dan muntah yang telah memenuhi kriteria inklusi sebanyak 604, pasien perempuan (66,1%), usia diatas 40 tahun (58%). Penyakit penyebab  mual dan muntah adalah Dyspepsia (55,4%), Gastritis (39,5%) dan Nausea and Vomiting (5,1%). Terapi tunggal paling banyak untuk Dispepsia dan Gastritis adalah Antasida dan terapi kombinasi adalah Antasida dan Ranitidine. Terapi tunggal paling banyak untuk Nausea and Vomiting adalah Domperidone dan terapi kombinasi adalah Antasida dan Domperidone.KesimpulanObat anti mual dan muntah yang paling sering untuk terapi tunggal adalah Antasida dan untuk terapi kombinasi adalah Antasida dan Ranitidine.
Sensitivitas Antibiotik Paten dan Generik Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Konjungtivitis Zuresh Shafira Sharafina Faisal; Dharma Permana
Yarsi Journal of Pharmacology Vol. 1 No. 2 (2020): July 2020
Publisher : Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/yjp.v1i2.2204

Abstract

Latar Belakang: Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva. Konjungtivitis disebabkan oleh beberapa bakteri, diantaranya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis menempati urutan ke-10 terbesar penyakit pada pasien rawat jalan Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2009. Pengobatan konjungtivitis menggunakan antibiotik generik dan paten.Tujuan: Untuk mengetahui sensitivitas antibiotik paten dan generik terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Moraxella catarrhalis.Material dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental mengunakan pengujian mikrobiologi. Bakteri penyebab Konjungtivitis didapatkan dari laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berupa bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 12600), Pseudomonas aeruginosa (ATCC 10145), dan Moraxella catarrhalis (ATCC 25238). Uji sensitivitas menggunakan metode disc diffusion Kirby-Bauer dan dibandingkan dengan standar Kirby-Bauer. Antibiotik yang digunakan dalam uji sensitivitas yaitu Gentamisin paten dan generik serta Kloramfenikol dan Siprofloksasin.Hasil dan Diskusi: Antibiotik Kloramfenikol lebih sensitif dibandingkan antibiotik Siprofloksasin dan Gentamisin terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Antibiotik Siprofloksasin lebih sensitif dibandingkan antibiotik Kloramfenikol dan Gentamisin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.  Antibiotik Gentamisin lebih sensitif dibandingkan antibiotik Siprofloksasin dan Kloramfenikol terhadap bakteri dan Moraxella catarrhalis. Antibiotik Gentamisin paten dan generik memiliki sensitivitas yang sama terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Moraxella catarrhalis. Antibiotik Gentamisin paten dan generik menunjukkan pola sensitivitas yang hampir sama dimana generik sedikit lebih sensitif dibandingkan paten terhadap Staphylococcus aureus.Kesimpulan: Antibiotik Kloramfenikol paling sensitif terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Antibiotik Sirofloksasin paling sensitif terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Antibiotik Gentamisin paling sensitif terhadap bakteri Moraxella catarrhalis. Antibiotik Gentamisin paten dan generik menunjukkan pola sensitivitas yang hampir sama.
Sensitivitas Antibiotik Paten Dan Generik Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat Mayya Fiqi Kamala; Dharma Permana
Yarsi Journal of Pharmacology Vol. 1 No. 2 (2020): July 2020
Publisher : Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/yjp.v1i2.2205

Abstract

Latar Belakang : Jerawat atau akne vulgaris adalah gangguan inflamasi dari folikel pilosebasea. Prevalensi jerawat pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90% selama masa remaja. Bakteri penyebab Jerawat yang sering menyebabkan Jerawat  diantaranya adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne. Untuk mengobati Jerawat digunakan antibiotik baik paten maupun generik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas antibiotik paten dan generik terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne penyebab Jerawat.Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan pengujian mikrobiologi. Bakteri penyebab Jerawat didapatkan dari laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berupa bakteri Propionibacterium acnes ATTC 11827, Staphylococcus epidermidis ATTC 12228, dan Staphylococcus aureus ATTC 12600 PK/5. Beberapa mikroba penyebab Jerawat dilakukan uji sensitivitas antibiotik dengan metode difusi agar (Kirby Bauer). Antibiotik yang digunakan dalam uji sensitivitas yaitu Doksisiklin, Eritromisin dan Klindamisin paten dan generikHasil dan Diskusi : Antibiotik Doksisiklin mempunyai sensitivitas paling tinggi dibandingkan dengan Klindamisin dan Eritromisin terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acne sedangkan sensitivitas antibiotik Klindamisin paling tinggi terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Antibiotik Eritromisin resisten terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Sensitivitas antibiotik Doksisiklin dan Eritromisin paten lebih tinggi dari generik terhadap bakteri Staphylococcus aureus, namun antibiotik Klindamisin generik mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi dari paten. Untuk bakteri Staphylococcus epidermidis, sensitivitas antibiotik Klindamisin paten lebih tinggi dari generik sedangkan antibiotik Doksisiklin paten maupun generik tidak ada perbedaan rata-rata diameter zona hambat. Pada bakteri Propionibacterium acne, sensitivitas antibiotik Eritromisin paten lebih tinggi dari generik sedangkan antibiotik Doksisiklin dan Klindamisin paten maupun generik tidak ada perbedaan rata-rata diameter zona hambat. Kesimpulan : Antibiotik Doksisiklin paling sensitif terhadap bakteri penyebab Jerawat Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acne dibandingkan dengan Klindamisin dan Eritromisin. Antibiotik Klindamisin paling sensitif terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Antibiotik Eritromisin resisten terhadap Staphylococcus epidermidis. Perbedaan rata-rata diameter zona hambat dan sensitivitas antibiotik paten dan generik tidak berbeda jauh dan hampir sama.
Penggunaan Obat Antidiabetik Sebagai Terapi Diabetes pada Pasien Geriatri di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang Tumeko, Eldita Luthfia; Dharma Permana; Muhammad Arsyad
Junior Medical Journal Vol. 2 No. 3 (2023): November 2023
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v2i3.3944

Abstract

Menurut data yang dipublikasikan oleh InternationalFederation (IDF) Atlas (2019), Indonesia berada di urutan ke tujuh diantara 10 negara dengan jumlah penderita diabetes dewasa terbanyak dunia. Pada tahun 2019 ini, jumlah penderita diabetes dewasa di Indonesia terhitung sebanyak 10,7 juta jiwa dan menjadikan Indonesia satu-satunya negara di asia tenggara dengan jumlah penderita terbanyak. Terdapat lima prinsip penatalaksanaan diabates melitus sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah dengan perubahan pola hidup hingga intervensi menggunakan obat antidiabetik yang meliputi antidiabetik oral dan insulin. Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif untuk melihat obat- obatan antidiabetes yang digunakan sebagai terapi pada pasien geriatri dengan diabetes di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif, yaitu data rekam medis pasien diabetes berusia 65-75 tahun yang datang ke RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang. Total pasien untuk penelitian ini didapatkan sebanyak 105 pasien. Pada penelitian ini didapatkan terapi terbanyak dilakukan menggunakan terapi kombinasi dua obat, yaitu pada pasien diabetes tipe tidak spesifik (40,95%) dan pasien diabetes melitus tipe 2 (10,47%). Terapi kombinasi dua obat yang paling banyak digunakan merupakan kombinasi metformin dengan glimepiride. Jenis obat antidiabetes terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini adalah metformin sebesar 65 kali (32,17%), dilanjut oleh glimepiride (12,87 %), dan diikuti oleh oleh insulin novorapid flex (10,39%).