p-Index From 2020 - 2025
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Amerta
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

LATAR BELAKANG SEJARAH DAN PERTIMBANGAN LOKASI PERMUKIMAN CANDI BARU DI SEMARANG Harriyadi S.S; Kartynada Jauharatna; Dimas Nugroho; Dimas Seno Bismoko; Panji Syofiadisna; Dewangga Eka Mahardian
AMERTA Vol. 41 No. 1 (2023)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/amt.2023.658

Abstract

Abstract. The Historical Background and Site Consideration Candi Baru Settlement in Semarang. Semarang is a port city in Java that had rapid development during the late Colonial era. The city has developed into an industrial and administrative center since the Dutch influence in the archipelago. The growth of job opportunities led to an increase in the urbanization rate as people moved to Semarang. The Area of Candi Baru Settlement was developed in the 1900th by the Dutch colonial government, located south of Semarang in Gajahmungkur Hill, which is quite far from the city and in the hilly area. This study aimed to determine the historical background and considerations for selecting the location of the Candi Baru Settlement during the Colonial period. The data used in the research include old maps to understand the development of the settlement and its environmental context, as well as literature data such as historical archives to explore its social and political aspects. The qualitative analysis was carried out by connecting historical data with environmental data to identify the environmental factors and colonial government intervention. The results of this study indicate that poor ecological sanitation, disease outbreak, and population mortality rates are the driving factors for the opening of settlements south of Semarang City. Gajahmungkur Hills provides an alternative healthy living environment and is comfortable for its residents. Keywords: Candi Baru, Semarang, Settlement   Abstrak. Semarang adalah kota pelabuhan di Pulau Jawa yang cukup pesat perkembangannya pada era akhir Kolonial. Semarang tumbuh menjadi pusat perdagangan dan industri sejak ditetapkan sebagai kota praja. Berkembangnya lapangan pekerjaan berdampak pada meningkatnya laju urbanisasi penduduk menuju Semarang. Area Permukiman Candi Baru dikembangkan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1900-an, yang terletak di sebelah selatan Semarang, tepatnya di Bukit Gajahmungkur. Lokasinya terbilang cukup jauh dari pusat Kota Semarang dan berada pada area bukit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang sejarah dan pertimbangan pemilihan lokasi Permukiman Candi Baru Semarang pada masa Kolonial. Data yang digunakan berupa peta lama untuk mengetahui perkembangan permukiman dan konteks lingkungannya serta data pustaka berupa arsip-arsip sejarah untuk mengetahui aspek sosial, politik, dan lingkungan yang melatarbelakanginya. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan mengaitkan data sejarah dengan lingkungan sehingga dapat diperoleh faktor pertimbangan lingkungan dan intervensi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Hasil penelitian ini menunjukkan buruknya sanitasi lingkungan, wabah penyakit, dan tingginya angka kematian penduduk di Kota Semarang sebagai faktor pendorong dibukanya permukiman baru di sebelah selatan Kota Semarang. Bukit Gajahmungkur memberikan alternatif lingkungan tempat tinggal yang sehat dan nyaman para penghuninya. Kata Kunci: Candi Baru, Permukiman, Semarang
Dinamika Ekonomi di Lintasan Kereta Api Cirebon—Kadipaten pada Abad ke 19–20 M Yanti, Rus; Dewangga Eka Mahardian; Iwan Hermawan; Jauharatna, Katrynada
AMERTA Vol. 41 No. 2 (2023)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/amt.2023.1995

Abstract

Abstract. The Economic Dynamics along the Cirebon-Kadipaten Railway Route in the 19th–20th Centuries. The Dutch East Indies government built many facilities and infrastructures related to the economy. The railway line, which began construction in the 19th century, became one of the driving forces that transformed the Cirebon—Kadipaten region into bustling economic centres. Cirebon-Kadipaten is one of the ancient routes formerly traversed by trains from the Dutch company Semarang-Cheribon Stroomtram Maatschappij (SCS), leaving behind many archaeological traces. The SCS route also enlivened the economic centres along its western path, such as sugar factories and markets. The ebbs and flows of the economy along the western route and its impact on urban development remain unknown. Through literature reviews and field surveys, this paper identifies economic centres along the western SCS route and assesses the extent to which this route impacted urban development in an effort to reconstruct local history. The research results indicate active economic centres peaking in the early 20th century. Sharp economic fluctuations began occurring in the late 20th century due to economic decline, affecting the takeover of economic assets, decreased trading activities, and repurposing of economic buildings. This decline ultimately marked the end of the economic golden age along the western route (Kadipaten) coinciding with the demise of the railway line that supported it, and urban development entered a stagnant phase. These setbacks eventually marked the end of the economic golden age along the western route (Kadipaten) coinciding with the demise of the railway line that supported it, and urban development remained stagnant. However, there were tendencies towards eastern development again at the beginning of the millennium, reminiscent of the 19th century, characterized by bustling local markets, local artisans, and Pecinan shophouses.   Keywords: Cirebon, Semarang Cheribon Stroomtram, Kadipaten, railway, economic centres   Abstrak. Pemerintah Hindia Belanda membangun banyak sarana dan prasarana yang berkaitan dengan perekonomian. Jalur kereta api yang mulai dibangun pada abad ke-19 menjadi salah satu motor penggerak yang mengubah daerah Cirebon--Kadipaten menjadi kantung-kantung ekonomi yang tidak pernah sepi. Cirebon—Kadipaten merupakan salah satu jalur kuno yang dulu pernah dilintasi kereta api buatan perusahaan Belanda bernama Semarang-Cheribon Stroomtram Maatschappij (SCS) yang banyak meninggalkan bukti arkeologis. Lintasan SCS juga turut meramaikan kantung-kantung ekonomi yang dilaluinya di jalur barat, seperti pabrik gula dan pasar.  Bagaimana pasang surut perekonomian di jalur barat dan dampaknya terhadap perkembangan kota, masih belum diketahui. Melalui studi pustaka dan survei lapangan, tulisan ini mengidentifikasi kantung-kantung ekonomi di sepanjang jalur barat SCS dan menakar sejauh mana jalur tersebut berdampak terhadap perkembangan kota sebagai upaya rekonstruksi sejarah lokal. Hasil penelitian menunjukkan kantung-kantung ekonomi aktif dan mencapai puncaknya pada awal abad ke-20. Fluktuasi ekonomi yang tajam mulai terjadi pada akhir abad ke-20 sebagai imbas dari kemunduran ekonomi (malaise) yang berdampak pada pengambilalihan aset ekonomi, penurunan aktivitas perdagangan, serta pengalihfungsian bangunan-bangunan ekonomi. Kemunduran tersebut pada akhirnya menandai berakhirnya masa keemasan perekonomian di jalur barat (Kadipaten) bersamaan dengan matinya jalur kereta api yang menghidupinya, dan perkembangan kota berada pada fase stagnan, tetapi ada kecenderungan pada awal millennium, perkembangan tersebut kembali ke arah timur, seperti pada abad ke-19, yang ditandai dengan berkembangnya keramaian di pasar-pasar lokal, pengrajin lokal, dan ruko-ruko di Pecinan.  Kata kunci: Cirebon, Semarang Cirebon Stroomtram, Kadipaten, kereta api, kantung ekonomi