Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI FILOSOFIS PERTUNJUKAN WAYANG GOLEK AJEN LAKON RAHWANA PEJAH KOREA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER PANCASILA SISWA SEKOLAH DASAR BERBASIS WORDWALL (QUIZ) Asep Wadi; Soesanto Masjhoedi; Wahyu Lestari; Anggy Giri Prawiyogi
BUANA ILMU Vol 8 No 2 (2024): Buana Ilmu
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/bi.v8i2.7254

Abstract

Wayang golek adalah salah satu kesenian yang adiluhung dan mempunyai berbagai falsafah baik dalam pertunjukan nya, jenis wayang nya, maupun tetekon yang harus di lakukan oleh dalang nya dalam menggarap pertunjukan wayang golek tersebut. Karena pada dasarnya pertunjukan wayang golek adalah pertunjukan yang di dalamnya terdapat silib, sindir, siloka, sasmita, dan simbol. Merupakan sebuah norma tersendiri dalam pertunjukan wayang golek Sunda, baik yang dilakukan oleh dalang secara tutur maupun secara simbol. Lima norma di atas disebut dengan Panca Curiga, yang berarti Panca sama dengan lima dan Curiga adalah waspada jadi itu semua disebut dengan lima norma yang menjadi kewaspadaan tersendiri bagi seorang dalang dalam menyampaikan pesan terhadap penontonnya. Lima norma dan tetekon di atas tentunya di gunakan juga dalam pergelaran wayang golek Ajen yang mempunyai inovasi tersendiri dalam menampilkan pertunjukan nya, di antaranya dalam model pertunjukan yang menjadi konsumsi Anak Sekolah Dasar. Penelitian ini merujuk pada landasan etik dan estetik pada pertunjukan Wayang Golek Ajen yang mengemas pertunjukan nya pada konsumsi Anak Sekolah Dasar, baik dari segi cerita, karakter wayang yang digunakan, dan lagu-lagu yang di gunakan dalam pertunjukan nya. Penelitian ini menggunakan metode campuran (R&D), dengan menggunakan teori Semiotik Roland Barthes. Wayang golek adalah sebuah seni tutur yang mempunyai norma-norma falsafah di dalamnya, hal tersebut terjadi karena seoarang dalang adalah sosok guru panggung, di mana guru panggung itu adalah guru yang tidak menggurui terhadap audiensnya secara langsung, baik dengan cara verbal maupun non verbal.
Garap Gendang Opok Kijing Ki Sarta Khas Karawang Asep Wadi; Gelar Seftiyana
Kaganga:Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora Vol. 8 No. 3 (2025): Kaganga:Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora
Publisher : Institut Penelitian Matematika, Komputer, Keperawatan, Pendidikan dan Ekonomi (IPM2KPE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31539/kaganga.v8i3.15190

Abstract

The purpose of this study is to reveal the function and position of the Sundanese opok kijing drum variety, which is claimed as one of the Sundanese drum varieties typical of Karawang Regency. This research method uses the Miles Huberman qualitative method and incorporates the theory of work from Rahayu Supanggah. The results of this study indicate that the opok kijing drum is indeed a Sundanese drum typical of Karawang Regency which is often used in Sundanese wayang golek art, or banjet masks as a complementary spice to the songs presented. The results of the creation of the opok kijing drum by Karawang artist Ki Sarta, are able to provide stimulus for Sundanese artists in West Java in terms of creativity, and can be applied to various types of traditional Sundanese musical accompaniment. The conclusion of the tepak gendang opok kijing/emprak kijing drum can be applied in various forms of contemporary art in today's era, such as Sundanese wayang golek, banjet masks, and Sundanese dangdut pop music that combines the pencug jaipong pattern. This tepak has an important function in the rhythmic structure because it is able to present a distinctive nuance that adds enthusiasm to the nayaga, juru kawih, and the audience. Keywords: Gendang Sunda, Opok Kijing, Ragam Tepak, Sarta.