Lelu Skolastika
Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGHORMATAN KEPADA“INA LEFA” DALAM BUDAYA LAMALERA SEBUAH PANDANGAN TEOLOGIS DAN ETIKA DALAM ENSIKLIK LAUDATO SI Lelu Skolastika
Jurnal Reinha Vol 15 No 1 (2024)
Publisher : STP Reinha Larantuka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56358/ejr.v15i1.333

Abstract

Ensiklik Laudato Si oleh Paus Fransiskus menekankan pentingnya menjaga dan menghormati lingkungan alam sebagai bagian dari tanggung jawab manusia. Penelitian ini mengaitkan pandangan masyarakat Lamalera tentang laut sebagai Ina Lefa dengan nilai-nilai Teologis dan Etika yang terdapat dalam Ensiklik Laudato Si. Penelitian ini bertujuan untuk membahas pentingnya menghormati laut sebagai Ina Lefa ( ibu laut) dalam kebudayaan Lamalera dari sudut pandang teologis dan etika, dengan merujuk pada Ensiklik Laudato Si. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif  dengan mengkaji aneka referensi ilmiah terkait dengan ensiklik Laudato Si dan juga budaya Lamalera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghoramatan laut sebagai Ina Lefa (Ibu Laut) dalam masyarakat Lamalera-Lembata  memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai teologis dan etika yang diajarkan dalam Ensiklik Laudato Si. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan masyarakat Lamalera tentang laut dapat menjadi contoh yang baik dalam menjaga dan menghormati lingkungan alam. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam mempromosikan kesadaran akan pentingnya menjaga dan menghormati lingkungan alam, serta menghargai kebudayaan lokal yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan pandangan teologis dan etika. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat dan pemerintah dalam upaya pelestarian lingkungan alam dan keberlanjutan budaya lokal.
Integrating the Spirit of Kakan Dike Arin Sare to Promote Religious Moderation in East Flores, Indonesia Yosep Belen Keban; Skolastika Lelu
Fikri : Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya Vol. 10 No. 1 (2025): Fikri : Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya
Publisher : Institut Agama Islam Ma'arif NU (IAIMNU) Metro Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25217/jf.v10i1.5860

Abstract

Living together in different beliefs is sometimes the cause of religious conflicts in Indonesia. These conditions require the attitude of religious moderation as the foundation of living together through local culture or local wisdom. This study aims to describe, explore, and analyze the local wisdom of Lamaholot in the spirit of kakan dike arin sare to build an attitude of religious moderation and make this expression a way to create an attitude of religious moderation in the land of Lamaholot. This qualitative study was carried out in Horinara Village, Adonara Island, East Flores Regency. The implementation of this research was carried out from January-April 2025. The data was obtained through in-depth interviews with six key informants, namely: traditional leaders, religious leaders, and community leaders. In addition, observation and documentation are carried out to collect data and then analyzed using Huberman and Miles' theory, namely through data collection, data reduction, and conclusion drawn. The result of this research is that the spirit of Lamaholot kakan dike arin sare contains educational values that can be used as a guideline to build a peaceful life in different beliefs. The integration of the spirit of kakan dike arin sare is a solution in realizing religious moderation in Horinara Village, East Flores Regency. The contribution of this research is that it can increase community insight, strengthen the concept of religious moderation and can also be implemented in common life in the midst of differences in beliefs in building religious moderation through local wisdom kakan dike arin sare. In addition, this research can also be used as a foundation for the ministry of religion and local governments in integrating cultural practices as a guide to the house of moderation in religion.