Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

CONSIDERATION OF THE JUDGE DECISION, CASE NUMBER:373/PID.B/2020/PN.PDG CONCERNING FORCED DEFENSE VIEWED FROM THE ASPECT OF JUSTICE Gadi, Dionisius Pani; Soerodjo, Irawan
Jurnal Independent Vol. 11 No. 1 (2023): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v11i1.196

Abstract

Perpetrators of Persecution Causing Death Are A Criminal Act As Stipulated In The Statutory Regulations. In writing, the author conducts research regarding a decision, namely Decision Number 373/Pid.B/2020/PN.Pdg where this decision has caused the death of the victim which was carried out by a security guard at Teluk Bayur Padang Port. This act was triggered by an attack that was previously carried out by the victim against the witness and the defendant,resulting in a forced defense that exceeded the limit or noodweer excess due to severe mental turmoil as stipulated in Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code. The formulation of the problems discussed in this thesis are: 1) How is the judge, s consideration of the criminal act of persecution resulting in death due to forced defense that exceeds the limit (Noodweer Exces) based on Decision No. 373/Pid.B/2020/PN.Pdg? 2) How is the application of Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code as an Excuse in criminal liability in Decision No.373/Pid.B/2020/PN.Pdg The research method used by the author is a normative juridical method. From the results of this study, the authors draw conclusions 1) The Basis for Considerations of Judges in Deciding Cases for the Crime of Persecution which causes death is not in accordance with the Laws and Regulations in Decision Number: 373/Pid.B/2020/PN Pdg based on 2 (two) types of considerations, namely juridical considerations and non-juridical considerations. Juridical considerations are judges; considerations based on the factors revealed in the trial and by law have been determined as matters that must be included in the trial. Non- juridical considerations are circumstances related to the defendant himself such as the defendant background in committing a crime, the impact of the defendants actions, and the defendant’s condition. In imposing criminal sanctions in cases of maltreatment that causes death not in accordance with statutory regulations, judges should pay more attention to andconsider the applicable statutory provisions by taking into account the condition of the accused and applying Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code in that case. 2) The application of Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code as a reason for forgiveness in criminal liability in decision Number 373/Pid.B/2020/PN.Pdg can be said to not exist, even though the defendant committed the crime because he felt his life was threatened which resulted in the defendant’ s condition was messed up so he committed the crime.Keywords: Reasons For Forgiveness, Noodweer Excess, Persecution Causing Death
KEDUDUKAN HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UU NOMOR 6 TAHUN 2023 TENTANG CIPTA KERJA Arifin, Choirul; Soerodjo, Irawan; Borman, M. Syahrul; Sidarta, Dudik Djaja
COURT REVIEW Vol 4 No 01 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i01.1492

Abstract

Kedudukan hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing terlebih dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dianggap bisa semakin melegalkan outsourcing. Tujuan penelitian untuk menganalisis kedudukan  hukum bagi tenaga kerja outsourcing di Indonesia. Jenis penelitian adalah yuridis normatif. Permasalahan permasalahan yang muncul terkait dengan outsourcing seperti minimnya perlindungan bagi tenaga kerja outsourcing, kedudukan hukum outsourcing tidak ada bedanya antara UU yang lama dan UU yang baru, minimnya perlindungan terhadap jaminan sosial kesehatan, kontrak kerja yang tidak adil, dan tenaga kerja outsourcing yang dibayar di bawah upah minimum Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kedudukan hukum bagi tenaga kerja outsourcing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang  menghapus ketentuan Pasal 64 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 66 UU Cipta Kerja tidak dicantumkan mengenai batasan pekerjaan yang dilarang dilaksanakan oleh pekerja outsourcing, padahal dalam Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan sebelumnya diatur mengenai pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain. Ketentuan lain memungkinkan tidak ada batas waktu bagi pekerja yang memungkinkan pekerja dapat di outsourcing tanpa batas waktu bahkan bisa seumur hidup. Ketentuan dalam UU Cipta Kerja perlindungan hak bagi pekerja outsourcing tetap ada yang diatur dalam Pasal 66 ayat (5) UU Cipta Kerja terkait dengan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja, perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing
JUAL BELI BARANG CACAT PRODUK PERUSAHAAN DARI ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN YANG BERAKIBAT HUKUM Aliyansyah, Alif Wildan; Borman, M. Syahrul; Sidarta, Dudik Djaja; Soerodjo, Irawan
COURT REVIEW Vol 4 No 01 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i01.1493

Abstract

Pada zaman saat ini sangat penting bagi konsumen agar mengetahui bahwasanya konsumen wajib untuk mendapatkan perlindungan seketika berhubungan dengan perusahaan dalam menjalani proses transaksi jual beli, apabila dipihak konsumen merasa dirugikan dengan jual beli tersebut maka konsumen berhak atas hak nya untuk menuntut agar penjual mempertanggungjawabkan atas kerugian jual beli barang gagal produk yang dialaminya, PT Wings Surya Driyorejo dikenal sebagai perusahaan yang memproduksi sabun colek terbesar di Indonesia, disisi lain juga PT Wings Surya Driyorejo menjual barang-barang gagal isi dan/atau gagal produk kepada pengepul pendaur ulang supaya akan dijadikan olehan biji plastik kembali. Apabila melihat kembali secara normatif kegiatan jual beli ini perlu diteliti secara detail sebab barang yang dijual belikan menurut hukum termasuk barang cacat tersembunyi, pada dasarnya perusahaan harus mempertimbangkan kembali pada transaksi jual beli ini karena produk yang tidak layak pakai sehingga masyarakat dan/atau konsumen tidak ada yang merasa dirugikan pada saat setelah membeli barang gagal produk.
LEGALITAS PEMBUKTIAN ELEKTRONIK PADA PROSES HUKUM Soenyoto, Rochim; Soerodjo, Irawan; Sidarta, Dudik Djaja; Borman, M. Syahrul
COURT REVIEW Vol 3 No 06 (2023): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v3i06.1514

Abstract

Pemeriksaan tindak pidana di sidang pengadilan merupakan salah satu tahap dalam penegakan hukum pidana in concreto, yaitu penerapan hukum pidana materiil secara nyata di kehidupan masyarakat. Tahap itu diawali dari pengajuan dakwaan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum sampai penjatuhan putusan oleh hakim di sidang pengadilan, Salah satu tahap yang harus dilakukan oleh hakim ketika memeriksa tindak pidana di persidangan adalah tahap pembuktian sebagai sarana untuk menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak. KUHAP sebagai hukum acara pidana yang bersifat umum tidak mengakui bukti elektronik sebagai salah satu jenis alat bukti yang sah. Di dalam praktik, bukti elektronik juga digunakan sebagai alat bukti yang sah untuk membuktikan tindak pidana yang terjadi di pengadilan. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan, bahwa bukti elektronik dalam hukum acara pidana berstatus sebagai alat bukti yang berdiri sendiri dan alat bukti yang tidak berdiri sendiri (pengganti bukti surat apabila memenuhi prinsip/dasar dalam functional equivalent approach dan perluasan bukti petunjuk) sebagaimana dicantumkan dalam beberapa undang-undang khusus dan instrumen hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Dalam membahas permasalahan di atas, Tipe yang bersifat yuridis normatif adalah dengan mengkaji atau menganalisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem Perundang-Undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia.
Problems of Managing and Licensing The Apartment Stevenson, Thio Jerry; Soerodjo, Irawan; Budi, Henry Soelistyo
SASI Volume 29 Issue 2, June 2023
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/sasi.v29i2.1347

Abstract

Introduction: The fulfillment of the right to housing is a national problem that must be resolved. Jakarta is the capital city of Indonesia which faces problems in fulfilling the right to housing. The apartment area has been built to respond to these problems.Purposes of the Research: The purpose of this study is to analyze the management and licensing of apartments in Jakarta City.Methods of the Research: This research is a normative juridical research. It uses several approaches, namely the statute approach, the conceptual approach, and the comparative approach. The type of data used consists of primary legal materials, namely the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law Number 1 of 2011 concerning Housing and Settlement Areas, Law Number 20 of 2011 concerning Apartments.Results of the Research: Based on the results of the study, it was found that there were many cases, for example the case in Decision concerning the Privatization of SPAM and the unilateral determination of BPPL between the Sentul City against PT Sentul City. Based on this case, there was a legal uncertainty regarding the management and licensing of the apartment area in Jakarta
Kepastian Hukum Atas Tanah Bekas Milik Adat Ditinjau Berdasarkan Peraturan yang Berlaku Sumendap, Sharon Pricilla Ratih; Soerodjo, Irawan
Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 5 No. 12 (2024): Jurnal Pendidikan Indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/japendi.v5i12.6578

Abstract

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui terkait kepastian hukum atas tanah bekas milik dat ditinjau berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam penulisan ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan meneliti perundang-undanan yang berlaku dan diterapkan terhadap permasalahan tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneletian ini melalui pendekatan studi kepustakaan Penelitian ini hanya dibatasi melalui pendekatan studi dokumen atau bahan Pustaka saja yaitu pada data hukum sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perlindungan hukum atas tanah bekas hak milik adat (girik) berdasarkan Peraturan yang berlaku adalah alat bukti tertulis tanah bekas milik adat (girik) diberikan waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal 2 Februari 2021 dan berakhir tanggal 1 Februari 2026 untuk dilakukan pendaftaran tanah dengan diberikan hak atas tanah dengan diberikan alat bukti kepemilikan yaitu sertifikat hak atas tanah. Apabila lewatnya jangka waktu tersebut tidak dilakukan pendaftaran tanah dan dimaknai tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah dan statusnya girik tetap tanah bekas milik adat, serta pendaftaran tanah dilakukan dengan mekanisme pengakuan hak dengan dilengkapi dengan surat pernyataan penguasaan fisik dari pemohon dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana. Kedudukan tanah bekas hak milik adat (girik) dalam rangka pendaftaran tanah di Indonesia adalah sejak berlakunya UUPA, maka girik (bukti penerimaan PBB) bukan surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, melainkan hanya merupakan bukti tanda pajak tanah. Hal ini juga ditinjau berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1985, disebutkan bahwa tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah dan juga berdasarkan yurisprudensi pada Putusan MARI Nomor 34/K/Sip/1960, tanggal 10 Februari 196, menyatakan pula bahwa bukti petok pajak (Petok D) bukan merupakan bukti pemilikan hak atas tanah. Begitu juga terkait peraturan yang mengatur larangan penerbitan Gik sebagaimana dapat dipelajari berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 15/PJ.6/1993, tertanggal 27 Maret 1993, Tentang Larangan Penerbitan Girik, Petuk D, Kekitir, Keterangan Obyek Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 32/PJ.6/1993, tertanggal 10 Juni 1993, Tentang Tindak Lanjut Larangan Penerbitan Girik, Kekitir, Petuk D, Keterangan Obyek Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 44/PJ.6/1998, tertanggal Tentang Penegasan Larangan Penerbitan Girik /Petuk D/Kekitir/Keterangan Objek Pajak