La Ode Ali Basri
Dosen pada Jurusan Tradisi Lisan, FIB, UHO

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

SUA-SUA PEPAKAWIA PADA MASYARAKAT TOLAKI DI KELURAHAN AMBEKAIRI KECAMATAN UNAAHA KABUPATEN KONAWE Sarah Faradillah; La Ode Ali Basri; Ajeng Kusuma Wardani
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 1 (2019): Volume 2 Nomor 1, Januari-Juni 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i1.611

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Ambekairi Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe dengan tujuan untuk mengetahui bentuk syair, kostum pelantun, dan makna yang terkandung dalam lirik sua-sua pepakawia pada masyarakat Tolaki di Kelurahan Ambekairi Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi partisipatif dan wawancara mendalam (indepth interview) yang didukung dengan dokumentasi dan perekaman/video. Informan ditentukan secara purposive sampling. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat, kepala sanggar seni, pelantun, guru seni dan budaya, dan informan tambahan. Teknik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk syair sua-sua pepakawia memiliki dua jenis yaitu (1) bentuk syair sua-sua pepakawia versi informan bapak MY, dan; (2) syair sua-sua pepakawia versi informan bapak HD. Bentuk Kostum pelantun sua-sua pepakawia terdiri dari (1) pine wota; (2) sarung adat; (3) andi-andi; (4) eno-eno; (5) bolosu; (6) tabere; (7) towe ndowe; dan (8) kalu nggalu. Adapun makna yang terkandung dalam lirik sua-sua pepakawia yaitu makna penghormatan, makna sosial, makna religi, dan makna estetika.
TARI REJANG DEWA: BENTUK GERAK, MAKNA DAN POLA PEWARISANNYA PADA MASYARAKAT BALI DI DESA PUUROE KECAMATAN ANGATA Niluh Putu Ayu Wardani; La Ode Ali Basri; Ajeng Kusuma Wardani
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 2 (2018): Volume 1 Nomor 2, Juli-Desember 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i2.770

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk gerak, makna dan pola pewarisan tari rejang dewa pada masyarakat Bali di Desa Puuroe Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi partisipatif dan wawancara mendalam (indepth interview) yang didukung dengan dokumentasi dan perekaman/video. Informan ditentukan secara purposive. Informan dalam penelitian ini adalah penari, guru tari, tokoh adat dan masyarakat. Teknik analisisdata dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk gerak tari rejang dewa pada masyarakat Bali di Desa Puuroe sekarang ini ada enam gerakan yaitu (1) gerak pembuka diawali dengan sekelompok penari berbaris sejajar kebelakang membentuk satu baris sambil berjalan setengah jinjit kedepan dengan seorang penari yang berada didepan meletakkan kedua tangan di depan dada dan penari lainnya yang berada di baris belakang memegang selendang penari lainnya. Lalu para penari berpencar sambil melepas selendang dan membentuk dua baris yang setiap barisnya terdapat tiga orang penari, (2) gerak ngagem adalah sikap dasar tari Bali yang artinya bersiap, dalam tari rejang dewa artinya bersiap untuk menyambut datangnya para Dewa yang turun ke bumi dan berstana di pralingga atau bangunan suci seperti pura terdiri atas dua gerak yaitu ngagem kanan yaitu gerakan tari yang dimulai dari sebelah kanan dan ngagem kiri yaitu gerakan yang dimulai dari sebelah kiri, (3) gerak nedunan dalam tari rejang dewa artinya menyambut, jadi gerakan nedunan mengambarkan sikap sedang menyambut datangnya para Dewa yang turun ke bumi. (4) gerak ngayab artinya mempersembahkan atau mempersilahkan, gerakan ini berarti mempersembahkan sesajen yang telah disiapkan oleh krama desa atau masyarakat setempat. (5) gerak ngewaliang artinya mengembalikan, jadi gerak ngewaliang dalam tari ini artinya mengembalikan sifat-sifat adharma (tidak baik) menjadi dharma (baik) atau menyebarkan aura positif agar sebelum melakukan persembahyangan atau upacara inti suasana telah menjadi jalan dharma (kebaikan), dan (6) gerak penutup yang menandai pertunjukan tari telah selesai. Makna tari rejang dewa adalah sebagai makna edukasi, makna religi, makna estetika, dan bermaknahiburan.