Latar belakang: Prevalensi balita stunting di Kabupaten Demak 2015 sebesar 29%, angka tersebut melebihi angka Jawa Tengah. Stunting akan menghambat perkembangan kognitif dan motorik pada anak balita dengan dampak negatif dikehidupan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan determinan kejadian stunting anak balita.Metode: Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yaitu data Pengambilan Data Dasar (PDD)Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang. Penelitian ini termasuk penelitian eksplanatif dengan rancangan cross sectional. Sampel 420 balita dipilih berdasarkan simple random sampling. Faktor risiko balita stunting antara lain faktor gizi, fisiologis, penyakit, pola asuh, perilaku kesehatan dan sosial ekonomi. Variabel asupan energi dan protein diperoleh dengan Food Recall 2 x 24 jam, variabel jenis kelamin, umur ibu, tinggi badan ibu, diare, ISPA, penimbangan balita, pola asuh, sikap, pengetahuan, penggunaan garam beryodium, vitamin A, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan diperoleh menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Untuk mendapatkan faktor determinan menggunakan analisis regresi logistik.Hasil: Balita stunting sebanyak 33,1%. Dari best model, faktor yang beresiko untuk menjadikan anak stunting yaitu tinggi badan ibu â¤145 cm (OR= 2,5; CI= 1,057-5,022), pengetahuan < 80% (OR=2; CI=1,070-2,776), keluarga yang tidak menggunaan garam beryodium dalam rumah tangga (OR =8,5 ; CI= 4,979-13,541) dan pendidikan ibu yang tidak sekolah (OR= 3,5; CI= 1,022-11,275).Kesimpulan:Faktor yang beresiko untuk menjadikan anak stunting yaitu tinggi badan ibu, pengetahuan ibu, keluarga yang tidak menggunakan garam beryodium dalam rumah tangga dan ibu yang tidak sekolah. Perlu dilakukan pengukuran TB secara rutin untuk memantau kejadian stunting pada anak balita di posyandu.