Suryadinata, Rivan V.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbedaan Asupan Nutrisi Makanan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) antara Perokok Aktif dan Non-perokok pada Usia Dewasa Suryadinata, Rivan V.; Lorensia, Amelia; Sari, Rika K.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (565.981 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.3.171

Abstract

Rokok merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat di dunia, dan perokok cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih rendah dan penurunan status gizi yang dapat meningkatkan risiko malnutrisi yang makin memperburuk kondisi kesehatan perokok dibandingkan dengan non-perokok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan asupan nutrisi makanan terkait kalori perhari dan indeks massa tubuh (IMT) antara perokok aktif dan non-perokok. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan pengumpulan responden menggunakan purposive sampling. Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini meliputi: asupan nutrisi makanan dengan metode recall 24 jam dan IMT. Sampel penelitian ini adalah perokok aktif dan non-perokok usia dewasa di Surabaya pada bulan November 2015 hingga Januari 2016. Penelitian ini melibatkan 110 responden yang terdiri dari 55 perokok aktif dan 55 non-perokok, dengan sebaran data usia dan jenis kelamin yang homogen di antara kedua kelompok. Hasil uji perbedaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara asupan nutrisi perokok aktif dengan non-perokok dengan Sig. 0,972 (p>0,05), dan tidak terdapat perbedaan antara IMT perokok aktif dengan non-perokok asupan nutrisi dengan nilai Sig. 0,745 (p>0,05). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan asupan nutrisi dan IMT antara perokok aktif dan non-perokok.Kata kunci: Asupan nutrisi, indeks massa tubuh (IMT), perokok Differences in Nutrition Food Intake and Body Mass Index between Smoker and Non-smoker in AdultSmoking is one of the greatest threats to public health in the world, and smokers tend to have a lower body mass index (BMI) and the decline in nutritional status that can increase the risk of malnutrition which worsen the health condition of smokers compared to non-smokers. The purpose of this study was to determine differences in nutrition-related food calories per day and body mass index (BMI) between active smokers and non-smokers. This study used cross-sectional with a collection of respondents using purposive sampling. The variables measured in this study includes nutritional intake of food with a 24-hour recall method and IMT. Samples were active smokers and non-smokers adulthood in Surabaya from November 2015 until January 2016. Results of research on the use of 110 respondents consisting of 55 active smokers and 55 non-smokers, with a distribution of data for age and sex homogeneous between the two groups. The test results show that the difference there were no differences between the nutritional intake of active smokers and non‑smokers with Sig. 0.972 (p>0.05), and there is no difference between BMI active smokers and non‑smokers for nutrients intake by the Sig. 0.745 (p>0.05). It was therefore concluded that there is no nutritional intake and BMI between active smokers and non-smokers.Keywords: Body mass index (BMI), nutrition, smoker
Studi Pendahuluan Polimorfisme Genetik Gen CYP1A2*1F pada Pasien Asma dan Nonasma di Indonesia Queljoe, Doddy de; Wahjudi, Mariana; Erdiansyah, Muhammad; Suryadinata, Rivan V.; Lorensia, Amelia
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.933 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.1.8

Abstract

Polimorfisme genetik CYP1A2 berkaitan dengan metabolisme teofilin sehingga dapat memengaruhi kadar obat dalam darah serta berpengaruh terhadap kejadian adverse drug reaction (ADR) dan outcome klinis terapi asma. Frekuensi polimorfisme CYP1A2 diketahui bervariasi antar etnis. Diduga populasi Indonesia memiliki frekuensi varian gen CYP1A2*1F yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil polimorfisme gen CYP1A2*1F pada sampel nonasma dan asma di Indonesia dengan populasi lain berdasarkan literatur. Pengambilan data dilakukan pada Januari–Juni 2014. Sampel darah diperoleh dari 29 orang nonasma dan 16 pasien asma. Setelah dilakukan ekstraksi DNA genomik kemudian ditentukan polimorfisme gen CYP1A2*1F dengan metode PCR-RFLP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa polimorfisme gen CYP1A2*1F pada sampel nonasma adalah 10,35% (3/29) untuk C/C, 37,93% (11/29) untuk C/A dan 51,72% (15/29) untuk A/A. Pada penderita asma frekuensi distribusi genotip C/A sebesar 81,25% (13/16) dan A/A sebesar 18,75% (3/16). Tidak terdapat perbedaan signifikan (p=0,276) frekuensi alel antara sampel nonasma dan pasien asma. Frekuensi gen CYP1A2*1F pada populasi  Indonesia lebih besar dibandingkan dengan populasi Mesir, Jepang, dan Inggris akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan frekuensi.Kata kunci: Asma, CYP1A2*1F, polimorfisme genetikPilot Study on Genetic Polymorphisms CYP1A2*1F on Asthma Patients and Nonasthma in IndonesiaGenetic polymorphisms of CYP1A2 is related to the theophylline metabolism that may affect drug levels in the blood, which can also affect incidence of adverse drug reaction (ADR) and clinical outcomes of asthma therapy. The frequency of CYP1A2 polymorphism is known to vary among ethnic. Allegedly the Indonesian population has high frequency of gene variants of CYP1A2*1F. This study aims to determine the profile of CYP1A2*1F gene polymorphism in a sample of nonasthma and asthma in Indonesia with other populations based on the literature. Data were taken on January–June 2014. Blood samples were obtained from 29 nonasthma samples and 16 patients with asthma. After extraction of genomic DNA, CYP1A2*1F gene polymorphisms determined by PCR-RFLP. The results of this study indicate that the CYP1A2*1F gene polymorphism in nonasthma samples was 10.35% (3/29) for C/C, 37.93% (11/29) for the C/A, and 51.72% (15/29) for A/A. The asthmatics genotype have a frequency distribution of C/A genotype of 81.25% (13/16) and A/A of 18.75% (3/16). There was no significant difference (p=0.276) allele frequencies between samples of nonasthma and asthma patients. The frequency of CYP1A2*1F gene in Indonesian population is higher than the population of Egypt, Japan, and UK, but lower compared to Malaysia. It can be concluded that there is no difference in frequency.Keywords: Asthma, CYP1A2*1F, genetic polymorphisms
Efektivitas dan Risiko Toksisitas Aminofilin Intravena pada Pengobatan Awal Serangan Asma Lorensia, Amelia; Ikawati, Zullies; Andayani, Tri M.; Suryadinata, Rivan V.; Hantoro, Khaula A. A.; Firanita, Lisma D.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.651 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2018.7.2.78

Abstract

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang mempunyai prevalensi global yang cukup besar. Perburukan penyakit asma berupa serangan asma yang menyebabkan peningkatan gejala asma dan penurunan fungsi paru secara progresif. Salah satu obat asma yang masih sering digunakan di Indonesia adalah aminofilin intravena. Aminofilin merupakan obat dengan rentang terapi sempit yang berisiko menyebabkan toksisitas obat, namun data perbandingan keuntungan efektivitas dan keamanan obat tersebut belum memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aminofilin intravena pada pengobatan awal serangan asma berupa perbaikan gejala asma dan kejadian toksisitas terkait gejala yang muncul dan kadar teofilin dalam darah di suatu rumah sakit di Surabaya, Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pra-eksperimental yang dilaksanakan sejak 2014 hingga 2016. Sebanyak 27 pasien terlibat dalam penelitian ini. Terapi yang diberikan adalah aminofilin intravena selama satu jam. Metode sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan teknik analisis deskriptif dan jum. Semua subjek penelitian menunjukkan perbaikan gejala serangan asma dengan terapi aminofilin intravena selama satu jam, dan tidak ada yang mengalami toksisitas karena kadar teofilin dalam darah di bawah rentang terapi. Aminofilin masih efektif dalam mengurangi gejala pada serangan asma dan tidak menunjukkan risiko toksisitas.Kata kunci: Aminofilin, efektivitas, serangan asma, toksisitas Effectiveness and Toxicity Risk of Intravenous Aminophylline in Exacerbation Asthma TreatmentAbstractAsthma is a chronic inflammatory disease in the respiratory tract that has a considerable global prevalence. The worsening of asthma is an asthma attack that causes asthma symptoms to increase and decreased lung function progressively. One of the most commonly used asthma medications in Indonesia is intravenous aminophylline. Aminophylline is a drug with a narrow range of therapies that is at risk of causing drug toxicity, but the comparative data on the efficacy and safety benefits of the drug are inadequate. This study aimed to determine the effectiveness of aminophylline intravenously in the early treatment of asthma attacks in the form of improvements in asthma symptoms and toxicity events related to the symptoms that appear and blood theophylline levels in a hospital in Surabaya, Indonesia. This study used a pre-experimental method which was carried out from 2014 to 2016. A total of twenty seven patients were involved in the study. The therapy given was aminophylline intravenously for one hour. The sampling method used was consecutive sampling with descriptive analysis technique. All subjects showed improved symptoms of asthma attacks with intravenous aminophylline therapy for one hour, and none had toxicity due to theophylline levels in the blood below the therapeutic range. Aminophylline is still effective in reducing symptoms in asthma attacks and does not indicate the risk of toxicity.Keywords: Aminophylline, asthma attack, effectiveness, toxicity