Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL 70% KELOPAK BUNGA ROSELLAHIBISCUS SABDARIFFA LINN. DAN DAUN TEH THEA SINESIS LINN. TERHADAP STAPHYLOCOCCUS ATCC 25922 Daud, Novandrie Zakharia; Wahjudi, Mariana
CALYPTRA : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol 4, No 2 (2015): CALYPTRA : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya
Publisher : University of Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kelopak bunga rosella Hibiscus sabdariffa Linn. telah diteliti memiliki khasiat sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureusATCC 25922. Daun teh Thea sinensis Linn.diketahui memiliki efek antibakteri yang sama. Kandungan Flavonoid serta quercetindan kaempferolpada rosella dan teh ini yang memiliki efek antibakteri. Hingga saat ini belum diketahui efek antibakteri kombinasi bila kedua ekstrak tanaman tersebut dicampur. Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak etanol 70% kelopak bunga rosella Hibiscus sabdariffa Linn. dan daun teh Thea sinensis Linn.terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureusATCC 25922. Uji daya hambat pada penelitian ini menggunakan metode difusi agar dengancylinder cup. Dari penelitian diperoleh hasil bahwakelopak bunga rosellaHibiscus sabdariffa Linn. dan daun teh Thea sinensis Linn. dapat menghambat Staphylococcus aureusATCC 25922. Diameter daerah hambatan ekstrak tunggal akibat pemberian ekstrak etanol kelopak bunga rosellaHibiscus sabdariffa Linn. pada berbagai kadar menunjukkan perbedaan bermakna sedangkan pemberian berbagai kadar ekstrak etanol daun teh Thea sinensis Linn. tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Kombinasi kedua ekstrak etanol tersebut tidak menunjukkan perbedaan efek antimikrobanya terhadap efek tunggalnya.
Analisis Kejadian Leukositosis Pasca Terapi Aminofilin Intravena Dibandingkan dengan Salbutamol Nebulasi pada Pasien Eksaserbasi Asma Lorensia, Amelia; Ikawati, Zullies; Andayani, Tri M.; Maranatha, Daniel; Wahjudi, Mariana
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.986 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.3.149

Abstract

Salbutamol adalah terapi lini pertama untuk mengatasi gejala eksaserbasi asma. Aminofilin sudah tidak digunakan karena merupakan obat rentang terapi sempit yang sering menimbulkan adverse drug reaction (ADR). Kedua terapi tersebut dapat menimbulkan peningkatan kadar leukosit terkait ADR yang dapat memengaruhi terapi lain. Penelitian ini bertujuan membandingkan kejadian leukositosis antara terapi salbutamol nebulasi yang merupakan terapi lini pertama dengan aminofilin intravena yang sering digunakan di beberapa tempat untuk terapi eksaserbasi asma. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan pengukuran profil leukosit darah sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014–Juni 2015 di beberapa rumah sakit di Surabaya, Indonesia. Kejadian leukositosis terkait ADR pada kelompok aminofilin (n=2) dengan nilai skala naranjo sebesar 6 poin yang kemungkinan besar merupakan ADR. Perubahan profil darah yang terjadi pada kedua pasien hanya pada kadar leukosit saja sedangkan data darah lainnya normal. Oleh karena itu, profil darah pada penggunaan kedua terapi dalam eksaserbasi asma perlu dipantau secara berkesinambungan agar tidak memengaruhi rekomendasi penambahan terapi lainnya.Kata kunci: Aminofilin, eksaserbasi asma, leukositosis, salbutamolPost-Therapy Leukocytosis Events After Intravenous Aminophylline Compared to the Nebulized Salbutamol in Asthma Exacerbations Patients Salbutamol known as the first-line therapy for asthma exacerbations symptoms relieving. Aminophylline are now no longer used because of its narrow therapeutic range of drugs and frequently provoking adverse drug reaction (ADR). Both of these therapies can lead to ADR-related leukocytes level increasing that interfere the concurrent therapies. This study was aimed to compare the state of leukocytosis after therapy with salbutamol nebulizer therapy as the first-line therapy with intravenous aminophylline for the treatment of asthma exacerbations. Quasi experimental method was used in this study, with blood leukocytes profile measure before and after the intervention body temperature measurement as data supplement. This research was conducted in January 2014–June 2015 at several hospitals in Surabaya, Indonesia. The incidence of ADRs associated leukocytes in aminophylline group (n=2) with a value scale naranjo by 6 points, most likely ADR. Significant difference found only in leukocyte level in two patient. More biomarkers profiles should be monitored assording to concurrent therapies for asthma exacerbation.Keywords: Aminophyiline, asthma exacerbation, leukocytosis, salbutamol
Studi Pendahuluan Polimorfisme Genetik Gen CYP1A2*1F pada Pasien Asma dan Nonasma di Indonesia Queljoe, Doddy de; Wahjudi, Mariana; Erdiansyah, Muhammad; Suryadinata, Rivan V.; Lorensia, Amelia
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.933 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.1.8

Abstract

Polimorfisme genetik CYP1A2 berkaitan dengan metabolisme teofilin sehingga dapat memengaruhi kadar obat dalam darah serta berpengaruh terhadap kejadian adverse drug reaction (ADR) dan outcome klinis terapi asma. Frekuensi polimorfisme CYP1A2 diketahui bervariasi antar etnis. Diduga populasi Indonesia memiliki frekuensi varian gen CYP1A2*1F yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil polimorfisme gen CYP1A2*1F pada sampel nonasma dan asma di Indonesia dengan populasi lain berdasarkan literatur. Pengambilan data dilakukan pada Januari–Juni 2014. Sampel darah diperoleh dari 29 orang nonasma dan 16 pasien asma. Setelah dilakukan ekstraksi DNA genomik kemudian ditentukan polimorfisme gen CYP1A2*1F dengan metode PCR-RFLP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa polimorfisme gen CYP1A2*1F pada sampel nonasma adalah 10,35% (3/29) untuk C/C, 37,93% (11/29) untuk C/A dan 51,72% (15/29) untuk A/A. Pada penderita asma frekuensi distribusi genotip C/A sebesar 81,25% (13/16) dan A/A sebesar 18,75% (3/16). Tidak terdapat perbedaan signifikan (p=0,276) frekuensi alel antara sampel nonasma dan pasien asma. Frekuensi gen CYP1A2*1F pada populasi  Indonesia lebih besar dibandingkan dengan populasi Mesir, Jepang, dan Inggris akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan frekuensi.Kata kunci: Asma, CYP1A2*1F, polimorfisme genetikPilot Study on Genetic Polymorphisms CYP1A2*1F on Asthma Patients and Nonasthma in IndonesiaGenetic polymorphisms of CYP1A2 is related to the theophylline metabolism that may affect drug levels in the blood, which can also affect incidence of adverse drug reaction (ADR) and clinical outcomes of asthma therapy. The frequency of CYP1A2 polymorphism is known to vary among ethnic. Allegedly the Indonesian population has high frequency of gene variants of CYP1A2*1F. This study aims to determine the profile of CYP1A2*1F gene polymorphism in a sample of nonasthma and asthma in Indonesia with other populations based on the literature. Data were taken on January–June 2014. Blood samples were obtained from 29 nonasthma samples and 16 patients with asthma. After extraction of genomic DNA, CYP1A2*1F gene polymorphisms determined by PCR-RFLP. The results of this study indicate that the CYP1A2*1F gene polymorphism in nonasthma samples was 10.35% (3/29) for C/C, 37.93% (11/29) for the C/A, and 51.72% (15/29) for A/A. The asthmatics genotype have a frequency distribution of C/A genotype of 81.25% (13/16) and A/A of 18.75% (3/16). There was no significant difference (p=0.276) allele frequencies between samples of nonasthma and asthma patients. The frequency of CYP1A2*1F gene in Indonesian population is higher than the population of Egypt, Japan, and UK, but lower compared to Malaysia. It can be concluded that there is no difference in frequency.Keywords: Asthma, CYP1A2*1F, genetic polymorphisms
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL 70 % KELOPAK BUNGA ROSELLA HIBISCUS SABDARIFFA LINN. DAN DAUN TEH THEA SINENSIS LINN. TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS ATCC 25922+ Novandrie Zakharia Daud; Mariana Wahjudi
CALYPTRA Vol. 4 No. 2 (2016): Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Maret)
Publisher : Perpustakaan Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.602 KB)

Abstract

Kelopak bunga rosella Hibiscus sabdariffa Linn. telah diteliti memiliki khasiat sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25922. Daun teh Thea sinensis Linn. Diketahui memiliki efek antibakteri yang sama. Kandungan Flavonoid serta quercetin dan kaempferol pada rosella dan teh ini yang memiliki efek antibakteri. Hingga saat ini belum diketahui efek antibakteri kombinasi bila kedua ekstrak tanaman tersebut dicampur. Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak etanol 70% kelopak bunga rosella Hibiscus sabdariffa Linn. dan daun teh Thea sinensis Linn. Terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25922. Uji daya hambat pada penelitian ini menggunakan metode difusi agar dengan cylinder cup. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa kelopak bunga rosella Hibiscus sabdariffa Linn. dan daun teh Thea sinensis Linn. dapat menghambat Staphylococcus aureus ATCC 25922. Diameter daerah hambatan ekstrak tunggal akibat pemberian ekstrak etanol kelopak bunga rosella Hibiscus sabdariffa Linn. Pada berbagai kadar menunjukkan perbedaan bermakna sedangkan pemberian berbagai kadar ekstrak etanol daun teh Thea sinensis Linn. tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Kombinasi kedua ekstrak etanol tersebut tidak menunjukkan perbedaan efek anti mikrobanya terhadap efek tunggalnya.
Efek “Tongue Cleaner X” dalam Mengurangi Jumlah Bakteri Patogen dalam Mulut Iif Hanifa Nurrosyidah; Mariana Wahjudi
Jurnal Ilmiah Kesehatan Rustida Vol 4 No 1 (2017): Juli
Publisher : Akademi Kesehatan Rustida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (616.777 KB)

Abstract

Rongga mulut manusia merupakan salah satu organ yang mengandung banyak mikroorganisme. Lebih dari 500 jenis bakteri berada di dalam rongga mulut yang bila tidak terkontrol akan menyebabkan penyakit seperti karies gigi, penyakit periodontal dan bahkan penyakit sistemik seperti gangguan jantung dan paru. Banyak masyarakat yang mengabaikan kebersihan lidah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektifitas pembersih lidah (tongue cleaner) dalam mengurangi jumlah bakteri total dalam mulut, khususnya bakteri Enterococcus faecalis, Streptococcus sp., Porphyromonas gingivalis, dan mengetahui perbedaan jumlah bakteri total dalam mulut antara pria dan wanita sebelum dan sesudah menggunakan tongue cleaner. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Pretest-Posttest group design, yaitu membandingkan pengaruh pada kelompok subjek penelitian sebelum dan sesudah menggunakan tongue cleaner. Pada penelitian ini dilakukan pada 10 subjek sehat dengan jenis kelamin pria dan 10 subjek untuk jenis kelamin wanita. Pengambilan sampel secara purposive sampling. Data pretest dan posttest tersebut dilakukan uji statistik dengan menggunakan paired-t test untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri patogen dalam mulut sebelum dan sesudah menggunakan tongue cleaner dengan nilai α < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rata-rata Enterococcus faecalis sebelum dibersihkan dengan tongue cleaner adalah 10.387 x 105 cfu/mL dan sesudah dibersihkan dengan tongue cleaner adalah 1.638 x 105 cfu/mL. Jumlah rata-rata Porphyromonas gingivalis sebelum dibersihkan dengan tongue cleaner adalah 15.926 x 105 cfu/mL dan sesudah dibersihkan dengan tongue cleaner adalah 545 x 105 cfu/mL. Disimpulkan bahwa tongue cleaner efektif dalam mengurangi jumlah bakteri total dalam mulut, khususnya bakteri patogen Enterococcus faecalis, Streptococcus sp., dan Porphyromonas gingivalis, serta terdapat perbedaan antara jumlah bakteri total dalam mulut subjek pria dan wanita.Penggunaan tongue cleaner dalam pembersihan lidah dapat mengurangi jumlah bakteri mulut sehingga mampu mengurangi bau mulut.
The Construction of A Multi-epitope Vaccine Against Klebsiella pneumoniae Using in silico Approach Wonggo, Dhammiko; Wahjudi, Mariana
Molecular and Cellular Biomedical Sciences Vol 7, No 2 (2023)
Publisher : Cell and BioPharmaceutical Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21705/mcbs.v7i2.343

Abstract

Background: Klebsiella pneumoniae is one of the bacteria that causes pneumonia infection. Even though the number of pneumonia cases is relatively high and has become a global problem, there is still no vaccine available to prevent this disease. This study was aimed to design a multi-epitope vaccine design through an in silico approach, against K. pneumoniae.Materials and method: Vaccine candidate was constructed based on proteins of K. pneumoniae. These proteins were analyzed to identify the antigens sequence for multi-epitope vaccine design. The constructed vaccine was predicted for allergenicity, toxicity, population coverage, and its physicochemical properties. The vaccine structure was then docked with the toll like receptor 2 (TLR2) molecule to show the interaction. Expression analysis and cloning of the constructed vaccine was carried out in the pET-28a vector using SnapGene.Results: The vaccine was 567 amino acids long, consisting of Cholera Toxin Subunit B as an adjuvant, 6 B-cell epitopes, 11 cytotoxic T-cell epitopes, and 10 helper T-cell epitopes connected with the appropriate linker. Epitopes analysis showed that the vaccine will be a non-toxic, has high antigenicity, but non-allergenic. The vaccine was predicted to be stable, hydrophilic, and had a low risk of triggering autoimmune response. The vaccine molecule was compatible to humans TLR2 molecule. Furthermore, visualization of the candidate vaccine protein on pET-28a showed that the vaccine protein might be expressed correctly.Conclusion: The construction of multi-epitope vaccine has been developed, which might be a good vaccine candidate, containing 6 B-cell epitopes, 11 CTL epitopes, and 10 HTL epitopes. The construct may help scientists to experimentally formulate multi-epitope vaccine against K. pneumoniae in the future.Keywords: in silico, Klebsiella pneumoniae, multi-epitope, vaccine 
Minireview: Formulasi Obat Kumur Ekstrak Daun Ketul (Bidens pilosa) Meira, Gracelynn; Iwansyah, Assidiq Zidane; Santoso, Hadinata; Wahjudi, Mariana
Keluwih: Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 2 No. 1 (2021): Keluwih: Jurnal Sains dan Teknologi (February)
Publisher : Direktorat Penerbitan dan Publikasi Ilmiah, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24123/saintek.v2i1.3986

Abstract

Abstract— Ketul (Bidens pilosa L) is weed plant that has antibacterial properties. The potential of this plant has not been developed yet in Indonesia. We conducted a literature study about this plant use for herbal mouthwash. The purposes of this study were to determine components of Ketul leaf with antibacterial activity, to know the extraction solvent, to determine the method for antibacterial activity, and to predict the characteristics and components of herbal mouthwash formula. The results showed that Ketul leaf contains tannins, cardiac glycosides, saponins, alkaloids, flavonoids, and terpenoids which could inhibit the growth of various bacteria, including Streptococcus mutans. Hence the mouthwash is predicted to have antibacterial activity. The safe extraction solvent widely used was 70-80% ethanol. The Ketul leaf extract has the potential to be applied in herbal mouthwash formula. Other characteristic can be adjusted to meet the requirements as herbal mouthwash, which are pH between 5-7, the viscosity value near water viscosity value (1cP), stable during storage, and color is brownish yellow. Some common additives were added in mouthwash to improve the flavors and taste, such as sorbitol, tween-80, peppermint oil, and sodium benzoate.Keywords: antibacterial activity, solvent, Streptococcus mutans, weed Abstrak— Ketul (Bidens pilosa L) merupakan tumbuhan gulma yang memiliki aktivitas antibakteri. Potensi tumbuhan ini belum banyak dikembangkan di Indonesia. Pada tulisan ini telah dilakukan kajian pustaka pemanfaatan Ketul untuk obat kumur herbal. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui komponen ekstrak daun Ketul yang berkhasiat antibakteri, mengetahui pelarut ekstraksi, metode penentuan aktivitas antibakteri obat kumur, dan prediksi karakteristik dan komponen obat kumur herbal daun Ketul. Hasil penelusuran pustaka menunjukkan bahwa daun Ketul mengandung tannin, glikosida jantung, saponin, alkaloid, flavonoid, dan terpenoid, yang dapat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri, termasuk Streptococcus mutans sehingga obat kumur kemungkinan memiliki aktivitas antibakteri. Pelarut aman yang banyak digunakan untuk ekstraksi komponen fitokimia tersebut adalah etanol 70-80%. Penentuan daya antibakteri dapat dilakukan menggunakan metode difusi agar atau pengenceran. Ekstrak daun Ketul berpotensi digunakan dalam formula obat kumur herbal. Selain potensi antibakterinya, karakteristik lainnya dapat diatur untuk memenuhi syarat formula obat kumur herbal yaitu pH berkisar 5-7, nilai viskositas mendekati nilai viskositas air (1cP), stabilitas dapat tetap terjaga selama penyimpanan dan kemungkinan obat kumur berwarna kuning kecoklatan. Beberapa bahan tambahan, seperti sorbitol, tween-80, peppermint oil, dan natrium benzoate, merupakan bahan tambahan yang aman dan umum digunakan untuk menambah cita rasa dan stabilitas formula obat kumur herbal ekstrak daun Ketul.Kata kunci: aktivitas antibakteri, gulma, pelarut, Streptococcus mutans
Profil Resistensi Isolat Klebsiella pneumoniae, Haemophilus sp. dan Streptococcus viridans dari Sputum Pasien ISPA terhadap Amoksisilin Raharjo, Dian Natasya; Islamie, Ridho; Wahjudi, Mariana; Apriyani, Dhea Orinta; Wartini, Luh Risma; Dewi, Ni Putu Nila Sulistia
MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana) Vol. 6 No. 1 (2024): JUNE
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24123/mpi.v6i1.6523

Abstract

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan radang akut yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dengan angka kejadian cukup tinggi di Indonesia. Sebanyak total 49 bakteri yang terdiri dari 13 isolat Klebsiella pneumoniae, 18 isolat Haemophilus sp., dan 18 isolat Streptococcus viridans koleksi laboratorium setempat diperoleh dari sputum pasien ISPA di berbagai puskesmas di Kota Surabaya selama bulan Desember 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resistensi dari 49 koleksi isolat tersebut terhadap amoksisilin. Pengujian dilakukan untuk memperoleh MIC (Minimum Inhibitory Concentration) amoksisilin menggunakan metode agar dilution pada media Mueller Hinton Agar. Nilai MIC kemudian dibandingkan dengan MIC breakpoints pada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) dan European Committee on Antibiotic Susceptibility Testing (EUCAST). Hasil penelitian menunjukkan 61,54% (8/13) isolat Klebsiella pneumoniae, 100% (18/18) isolat Haemophilus sp., dan 11,11% (2/18) isolat Streptococcus viridans resisten terhadap amoksisilin. Oleh karena itu dapat disimpulkan perlunya rekomendasi antibiotik alternatif sebagai pengganti amoksisilin untuk pengobatan ISPA. Acute Respiratory Infection (ARI) is an acute inflammation caused by microorganism infection with a high incidence in Indonesia. The local microbiology laboratory had successfully collected 49 bacterial isolates from the ARI patient's sputum in various Public Health Centers in Surabaya, Indonesia during December 2022. The isolates consisted of 13 isolates of Klebsiella pneumoniae, 18 isolates of Haemophilus sp., and 18 isolates of Streptococcus viridans. This study aimed to determine the resistance of the 49 isolates to amoxicillin. Testing was carried out to obtain the MIC (Minimum Inhibitory Concentration) of amoxicillin using the agar dilution method on Mueller Hinton Agar media. The MIC value was then compared with the MIC breakpoints at the Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) and the European Committee on Antibiotic Susceptibility Testing (EUCAST). The results showed that 61.54% (8/13) of Klebsiella pneumoniae isolates, 100% (18/18) of Haemophilus sp. isolates, and 11.11% (2/18) of Streptococcus viridans isolates were resistant to amoxicillin. Therefore, it can be concluded that it is necessary to recommend alternative antibiotics as a substitute for amoxicillin for the treatment of ARI.
Air Daun Sirih (Piper betle L.) Tidak Berpotensi Memicu Resistensi Sel Escherichia coli pada Dosis Pemakaian Secara Traditional Castoeri, Yeslia Naomi; Suryadjaya, Ernest; Wahjudi, Mariana
MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana) Vol. 4 No. 1 (2022): JUNE
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24123/mpi.v4i1.4706

Abstract

Air rebusan daun sirih (Piper betle L.), disebut juga air sirih, telah lama digunakan masyarakat di Indonesia. Pemakaian air sirih secara terus-menerus menimbulkan kekhawatiran pada muculnya bakteri yang resisten, seperti pada kasus paparan bakteri dengan minyak pinus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi terjadinya perubahan kepekaan sel Escherichia coli setelah dipaparkan air sirih dengan kadar yang umum digunakan oleh masyarakat (5% b/v). Metode yang digunakan adalah dengan pemaparan sel E. coli dengan air sirih 5% b/v, mulai dari generasi 0 hingga generasi ke-130. Uji konfirmasi ada tidaknya perubahan kepekaan sel terhadap air sirih dilakukan dengan penentuan kadar hambat minimum dan hambatan pertumbuhan sel dengan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel pada generasi ke-0, 10, 40, 110, dan 130 tidak terhambat pertumbuhannya oleh air sirih walaupun densitas sel setelah terpapar air sirih dari generasi ke-0 hingga ke-130 cenderung mengalami penurunan. Zona hambatan pertumbuhan sel dari semua generasi terhadap antibiotik imipenem, ceftazidime, ciprofloxacin dan ampicilin juga tidak berbeda signifikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sel E. coli yang terpapar air sirih pada kadar pemakaian masyarakat tidak berubah kepekaannya terhadap air sirih dan beberapa antibiotika uji.
Secondary Metabolites of Various Indonesian Medicinal Plants as SARS-CoV-2 Inhibitors: In Silico Study Tungary, Emilia; Wahjudi, Mariana; Kok, Tjie
MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana) Vol. 4 No. 2 (2022): DECEMBER
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24123/mpi.v4i2.5255

Abstract

Corona virus disease 2019 caused by SARS-CoV-2 infection emerged in late 2019 and still become a worldwide pandemic up to this point with the drug remain unavailable. Meanwhile, Indonesia has an abundance variety of medicinal plants that are potential to be developed as inhibitors. By using the key role proteins as drug targets, namely spike glycoprotein and RNA-dependent RNA polymerase (RdRp) of delta variant of SARS-CoV-2 (which is known as strongly transmitted and highly virulent), we can develop inhibitors for the target proteins from potential Indonesian medicinal plants to prevent the protein interactions for viral entry and proliferation that leading to organ disfunction and death. This study aimed to identify the secondary metabolites of various Indonesian medicinal plants as SARS-CoV-2 inhibitors. The 184 ligands from nine plants were collected from IJAH webserver and their SMILES notation were collected from PubChem. Meanwhile 3D structures of spike glycoprotein (PDB ID: 6VXX) and RdRp (PDB ID: 6M71) were obtained from protein data bank (PDB). Molecular docking was conducted between ligands and the two SARS-CoV-2 proteins using Autodock Vina in PyRx with hesperidin and remdesivir as control compounds. Several potential compounds were selected for drug-likeness analysis and toxicity analysis. Results showed that lantanolic acid has the same amino acid interaction with RdRp as the control compound. It formed a hydrogen bond with Ser784 and hydrophobic bonds with Tyr32 and Ser7709. It had lower binding affinity than the control compounds, eligible as oral drug, and had LD50 of 2589 mg/kg.