Avriantara, Fally
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS TENTANG PASAL 1057 KUHPERDATA SEBAGAI DASAR DALAM MENGAJUKAN PERMOHONAN PENOLAKAN HAK ATAS WARIS DI PENGADILAN NEGERI Avriantara, Fally
Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 4 No. 1 (2024): Jurnal Res Justitia : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46306/rj.v4i1.95

Abstract

Article 1057 of the Civil Code mandates that the provisions for denial of inheritance rights must be stated expressly at the Registrar's Office of the District Court in whose jurisdiction the inheritance is open. However, there is no clearer or firmer explanation regarding what is meant by the phrase "open legal areas for inheritance." There are those who interpret it as the last domicile where the testator lived and/or died, but there are some who think it is the domicile of the applicant. This research aims to analyze article 1057 of the Civil Code as a basis for submitting a request for denial of inheritance rights in the district court. This research is juridical-normative research with the legal sources used in this research consisting of: (1) primary legal materials in the form of the Civil Code and Court Decisions and (2) secondary legal materials in the form of scientific works discussing civil law and inheritance law. The author obtained the results that practice in the field in several Court Decisions shows that rejection of an inheritance must occur firmly in the form of a written statement at the District Court clerk's office, in whose legal area the inheritance has been opened, namely the heir's last domicile of residence and death as stipulated in Article 1057 BW/Civil Code
Kepastian Hukum Terhadap Hak Pekerja Yang Diperbantukan Di Luar Negeri Nadya, Annisa Putri; Avriantara, Fally
Hukum dan Masyarakat Madani Vol. 13 No. 2 (2023): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v13i2.7889

Abstract

Revolusi industri 4.0 telah mengubah dinamika hubungan kerja manusia, dengan munculnya berbagai pola hubungan kerja yang lebih beragam seperti Gig economy. Salah satu isu penting yang belum banyak dibahas adalah mengenai status pekerja yang diperbantukan di luar negeri. Oleh karenanya penelitian ini mengambil rumusan masalah bagaimanakah pengaturan mengenai status pekerja yang diperbantukan di luar negeri menurut ketentuan hukum yang berlaku dan bagaimanakah bentuk kepastian hukum terhadap hak pekerja yang diperbantukan di luar negeri bila terjadi perselisihan hubungan industrial. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan menganalisis peraturan hukum yang berlaku dan menggunakan sumber hukum berasal dari bahan hukum primer dengan teknik pengambilan data dilakukan melalui studi pustaka. Adapun kesimpulan yang didapat adalah status pekerja yang diperbantukan di luar negeri mengacu kepada PP atau PKB perusahaan terkait. Namun Teori Gebiedsleer dari JHA logeman menegaskan pekerja yang diperbantukan di luar negeri statusnya jelas dapat dipersamakan memiliki hubungan kerja di perusahaan luar negeri tersebut dan tunduk pada kaidah hukum negara tempat dia diperbantukan. Jika terdapat dugaan pelanggaran oleh pekerja saat diperbantukan di luar negeri, pelanggaran tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, dan jika terbukti pekerja harus ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tempat dia diperbantukan. Namun jika perusahaan asal melakukan PHK terhadap pekerja tanpa adanya bukti pelanggaran, pekerja tetap memiliki hak atas kompensasi PHK sesuai dengan PP 35/2021.