Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Dekonstruksi Tokoh Perempuan dalam Novel Hanum & Rangga: Faith & The City Nugraha, Edy; Darmayani, Desi; Solihati, Nani
Jurnal Sastra Indonesia Vol 12 No 2 (2023): Juli
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jsi.v12i2.70705

Abstract

Sastra memunculkan pemaknaan kepada pembacanya, termasuk ke dalam penilaian apakah seorang perempuan menjadi sosok istri yang baik atau tidak dalam sudut pandang pengarang. Dalam hadis riwayat Bukhari dijelaskan bahwa perempuan itu mengatur dan bertanggung jawab atas urusan suaminya. Perempuan bertanggung jawab atas suami dan anak-anaknya di dalam rumah. Di dalam novel Hanum & Rangga: Faith & The City terdapat ambiguitas dari pandangan tokoh Rangga dan Hanum apakah Hanum adalah sosok istri yang baik atau bukan. Tujuan penelitian ini ingin melihat dekonstruksi tokoh perempuan dan kaitannya dengan feminisme Islam. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan dekonstruksi. Hasil penelitian mengungkapkan berdasarkan oposisi biner, dominasi teks di dalam novel mengungkap bahwa Hanum sebagai istri bekerja tanpa izin suami, menomorduakan suami, bukan istri yang baik, bekerja demi diri sendiri, dan Rangga menghambat mimpinya. Dalam pembalikan oposisi biner dan konstruksi gagasan baru, tokoh Hanum adalah tokoh yang bekerja dengan izin suami, memprioritaskan suami, istri yang baik, bekerja demi kemaslahatan Islam, dan Rangga membantu mewujudkan mimpinya. Posisi Hanum sebagai istri juga berkaitan erat dengan feminisme Islam. Di dalam pandangan Fatima Mernissi, perempuan memiliki kesetaraan di dalam Islam dan mendapat hak untuk berkegiatan di luar urusan domestik seperti dalam kegiatan sosial dan politik atau pekerjaan. Nabi Muhammad juga adalah sosok egaliter yang mendukung istrinya.
Produksi Fillers dalam Ujian Berbicara Bahasa Indonesia Kelas 10 Kurikulum IGCSE: Tinjauan Psikolinguistik Nugraha, Edy; Tarmini, Wini
Deskripsi Bahasa Vol 6 No 2 (2023): 2023 - Issue 2
Publisher : Department of Languages and Literature, Faculty of Cultural Sciences, UGM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/db.v6i2.9760

Abstract

Speaking skill is the most important skill in learning a language as it reflects students' proficiency. Speaking differs from writing because speaking is a spontaneous activity and it involves the use of more fillers. This research explores the use of fillers in the bahasa Indonesia speaking test for Grade 10 students in the Cambridge IGCSE curriculum. A descriptive quantitative research method was applied with psycholinguistic and note-taking approaches. The research involves nine respondents from one international school who took the IGCSE exam. The findings revealed that non-lexical fillers constituted the highest percentage of sound fillers used at 67%, followed by word fillers at 27%, and phrase fillers at 6%. The most frequently used filler was ‘eee’ appearing 133 times, followed by ‘hmm’ 13 times. The most used filler words were 'apa' at 11 times and 'seperti' at nine times. The most common filler phrase was ‘menurut saya,’ appearing nine times. Regarding the filler function, the two most frequently used functions were hesitation (66%) and emphasis (22%). The high occurrence of hesitation fillers such as 'eee,' 'hmm,' and 'apa' implies that students experience anxiety during the speaking test. In addition, three functions of fillers imply disfluency and two functions imply the marker of discourse or communicative strategies. === Keterampilan berbicara menjadi keterampilan yang sangat penting karena merupakan tanda keutuhan murid dalam mempelajari bahasa. Bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulis karena bahasa lisan lebih sulit diatur dengan sifat spontan dan lebih banyak penggunaan filler. Penelitian ini membahas bagaimana produksi filler dalam ujian berbicara bahasa Indonesia Kelas 10 kurikulum Cambridge IGCSE. Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan psikolinguistik. Responden adalah 9 murid dari sekolah SA yang mengikuti ujian IGCSE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filler nonleksikal menempati filler yang paling sering muncul mencapai 67%, pengisi kata 27%, dan filler frasa 6%. Filler yang paling banyak muncul adalah ‘eee’ mencapai 133 dan kedua adalah ‘hmm’ mencapai 13. Filler kata yang paling banyak muncul adalah ‘apa’ 11 kali dan ‘seperti’ 9 kali. Filler leksikal frasa yang muncul paling banyak adalah ‘menurut saya’ sebanyak 9 kali. Kemudian dari fungsi filler, kedua fungsi yang paling banyak diproduksi peserta didik adalah fungsi alat keraguan/ jeda dan fungsi empati. Fungsi keraguan mencapai 66% sementara fungsi empati mencapai 22%. Tingginya kemunculan filler ‘eee’, ‘ehm’, ‘apa’ mengimplikasikan murid mengalami kecemasan ketika ujian berbicara. Tambahan pula, 3 fungsi filler yang muncul menandakan ketidaklancaran dan 2 fungsi filler menandakan komunikasi strategis atau penanda wacana.
The Position of the Indonesian Language in the SPK School Language Policy Document: A Case Study of International Curriculum Schools Nugraha, Edy; Prima Gusti Yanti; Wini Tarmini
Jurnal Sastra Indonesia Vol. 13 No. 2 (2024): July
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/k8jxeb09

Abstract

The Indonesian policy can make Indonesia the official language. Although Indonesian comes from Pasar Malay, through the Youth Pledge process, it can change its status to Indonesian. The implication of Indonesian as an official language is that it is used in education as the language of instruction. However, in Indonesia, there are types of schools with an international curriculum that use English. This study discusses the position of Indonesians in the global curriculum school language policy document. The research method uses content analysis that focuses on the position of the Indonesian language. This research uses Spolsky's language policy theory in the form of ideology, practice, and language management. The study results reveal that Indonesians still have an essential position in the language policy.  Although English is the lingua franca, the primary language of instruction, and the medium of instruction, Sampoerna Academy still positions Indonesian as an essential language to be used and taught. This is in line with their ideology of upholding multiculturalism, multilingualism, and respect for the mother tongue. All the ideologies and philosophies of the language presented are also applied in language settings and practices.
Kesesuaian Materi dalam Buku Teks BIPA Berbasis Budaya Lokal Jakarta Nugraha, Edy; Tarmini, Wini; Riadi, Sugeng; Solihati, Nani
Imajeri: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 7 No. 2 (2025)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22236/imajeri.v7i2.17356

Abstract

Terdapat empat buku BIPA terbitan Kemendikbud yang ditujukan bagi pemelajar level 1. Sayangnya, ada satu buku BIPA berbasis budaya lokal di Jakarta yang belum dikaji sejauh mana kesesuaian dengan Standar Kompetensi Lulusan BIPA Permendikbud No. 27 Tahun 2017. Buku tersebut berjudul Sahabatku Indonesia: Berbahasa Indonesia di Jakarta BIPA 1. Penelitian ini bertujuan meninjau kesesuaian materi berdasarkan SKL BIPA Permendikbud No. 27 2017. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan model analisis konten dengan pendekatan kesesuaian materi evaluasi buku teks Masnur Muslich. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku ini tergolong sangat bagus dari segi kesesuaian materi di dalam buku sebesar 98,7% sesuai dengan SKL BIPA. Dari kelengkapan materi, buku ini tergolong sangat baik karena semua subelemen kompetensi terpenuhi di dalam buku. Dari aspek keluasan materi, unit kompetensi yang paling luas dari setiap keterampilan ada pada topik arah, lokasi, lingkungan sekitar, dan aktivitas harian. Dilihat dari kedalaman materi, jenis keterampilan yang paling dalam ada terurut dari menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Implikasi penelitian ini adalah evaluasi buku ini dapat dijadikan rujukan standar bagi pusat kurikulum dan perbukuan dalam melihat bagaimana sebuah buku teks khususnya buku BIPA mengembangkan materi berbasis budaya lokal.