Penelitian ini membahas urgensi pembiayaan pengobatan dalam pemenuhan pemulihan kerugian konsumen korban produk obat sirup yang mengakibatkan gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) di Indonesia. Kasus keracunan massal akibat cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup anak telah menimbulkan dampak kesehatan yang sangat serius, termasuk kerusakan ginjal permanen, kebutuhan terapi dialisis jangka panjang, dan tingginya angka kematian. Beban biaya perawatan yang meliputi perawatan darurat, rawat inap intensif, terapi lanjutan, serta rehabilitasi medis dan psikologis memerlukan pembiayaan yang besar dan berkelanjutan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pemulihan tidak dapat dicapai hanya melalui penghukuman pelaku, melainkan melalui pemenuhan biaya pengobatan sebagai hak fundamental korban. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual untuk menganalisis efektivitas mekanisme restitusi sebagai instrumen pemulihan dalam hukum pidana. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan antara ketentuan normatif yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban dengan implementasi di lapangan, sebagaimana tergambar dalam Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 850/Pid.Sus/2023/PN.Tng yang belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan pengobatan korban. Penelitian ini menyimpulkan bahwa diperlukan penguatan mekanisme restitusi dan pembentukan skema dana kompensasi nasional untuk menjamin kepastian pemulihan, serta mendorong penerapan keadilan restoratif yang berorientasi pada kebutuhan korban secara komprehensif.