Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Polemik Antara Uni Eropa Dan Indonesia Terkait Pelarangan Bijih Nikel: Analisis Hukum Internasional Zebua, August Delta; Lie, Gunardi; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.3012

Abstract

Polemik terkait pelarangan ekspor nikel Indonesia oleh Uni Eropa telah membawa kasus ini ke World Trade Organization (WTO), mengundang perhatian terhadap landasan hukum yang digunakan dalam memutuskan sengketa perdagangan. Landasan WTO dalam menyelesaikan sengketa seperti ini didasarkan pada prinsip-prinsip dasar perdagangan internasional, terutama yang diatur oleh perjanjian-perjanjian seperti General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994. Dalam hal ini, WTO akan menilai apakah pelarangan ekspor bijih nikel Indonesia melanggar perjanjian perdagangan internasional yang telah disepakati, seperti prinsip non- diskriminasi dan konsistensi dengan ketentuan-ketentuan perjanjian. Proses penyelesaian sengketa di WTO melibatkan beberapa tahapan, termasuk negosiasi antara pihak-pihak yang bersengketa, penyelidikan oleh panel penyelesaian sengketa, dan pembuatan keputusan akhir oleh Badan Banding WTO. Jika suatu negara tidak mematuhi keputusan WTO, organisasi tersebut dapat memberi izin kepada negara yang menang dalam sengketa untuk menerapkan sanksi perdagangan terhadap negara yang melanggar peraturan. Kekuatan WTO dalam pengeksekusian putusan yang dijatuhkan terhadap Indonesia mencakup berbagai aspek, mulai dari sanksi perdagangan hingga tekanan politik dan ekonomi yang dapat dialami oleh negara yang melanggar aturan. Keputusan WTO juga dapat memiliki dampak signifikan secara politik dan ekonomi, termasuk kehilangan kepercayaan dari mitra dagang internasional. Dengan demikian, WTO memiliki peran yang penting dalam menjaga konsistensi, keadilan, dan keseimbangan dalam perdagangan internasional, serta menegakkan putusan yang diberlakukan terhadap negara-negara anggotanya.
Dasar Pemberat Dan Peringan Tindak Pidana Narkotika Anak Dalam Putusan Pengadilan Zebua, August Delta; Adhari, Ade
Ekspose: Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan Vol. 24 No. 1 (2025): Juni
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/ekspose.v24i1.8842

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dasar hukum yang menjadi landasan bagi hakim dalam mempertimbangkan alasan pemberat dan peringan dalam tindak pidana narkotika, sebagaimana diatur dalam putusan pengadilan. Tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan yang memiliki dampak serius terhadap masyarakat dan memerlukan penanganan yang tegas namun tetap berkeadilan. Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan, seperti peran pelaku dalam jaringan peredaran narkotika, dampak terhadap korban atau masyarakat, serta tingkat kerugian yang ditimbulkan. Sementara itu, alasan peringan dapat mencakup pengakuan bersalah, sikap kooperatif selama proses hukum, serta keadaan pribadi pelaku seperti usia muda atau tekanan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta studi kasus terhadap putusan-putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar hukum alasan pemberat dan peringan diatur secara eksplisit dan implisit dalam undang-undang, namun implementasinya sering kali dipengaruhi oleh interpretasi hakim. Dalam hal tersebut, pemidanaan tindak pidana narkotika di Indonesia diatur dalam UU Narkotika dengan mempertimbangkan faktor pemberatan dan peringanan hukuman. Pemberatan diberikan jika pelaku berperan besar dalam peredaran narkotika, melibatkan anak-anak, atau menyebabkan dampak sosial luas. Sementara itu, peringanan diberikan untuk pelaku yang kooperatif, menyesali perbuatannya, atau dianggap korban yang membutuhkan rehabilitasiÂ