Toh, Alfred Melkianus
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Peranan Gereja Mempersiapkan Generasi Z Menurut Daniel 1:4 Menghadapi Persiapan Bonus Demografi di Indonesia Samosir, Verawati Dosmaria; Toh, Alfred Melkianus
Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Vol 6, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Agama Kristen (Februari 2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59177/veritas.v6i1.260

Abstract

Indonesia is entering the demographic bonus era, where the number of productive-age individuals is expected to exceed the non-productive age group. This demographic peak is predicted to occur between 2035-2040. In the demographic bonus era, the productive age group is dominated by Generation Z. Therefore, to harness the advantages of the demographic bonus, it is crucial to prepare Generation Z adequately. In this article, the author analyzes the role of the Church as a government partner in preparing Generation Z, in accordance with Daniel 1:4. The methodology employed in this article is a literature review. The research findings highlight three key roles of the church in preparing Generation Z for the demographic bonus in Indonesia: ensuring the health of Generation Z, including freedom from stunting and HIV/AIDS; supporting the education of Generation Z, with an emphasis on literacy and preventing school dropout; and developing the work skills of Generation Z, aiming for a competent and productive workforce. The objective of this research is to explore how the Church, as part of the state, contributes to preparing its congregation, particularly Generation Z, to face the demographic bonus in Indonesia. The conclusion drawn is that, by focusing on the health, education, and employability of Generation Z, the Church, as a government partner, plays a significant role in preparing this generation for the demographic bonus era in Indonesia. A well-prepared Generation Z will contribute to a demographic bonus that benefits both the Church and the country.AbstrakIndonesia akan memasuki era bonus demografi, dimana jumlah usia prosuktif lebih banyak dibanding dengan jumlah usia tidak produktif, diprediksi akan mengalami puncaknya pada tahun 2035-2040. Di era bonus demografi usia produktif didominasi oleh generasi Z, maka untuk mencapai bonus demografi yang menguntungkan  perlu mempersiapkan generasi Z dengan baik. Pada artikel ini penulis menganalisis peranan Gereja sebagai mitra pemerintah dalam mempersiapkan generasi Z sesuai dengan Daniel 1:4. Adapun metode yang digunakan dalam artikel ini adalah dengan studi pustaka (literature Review). Dari hasil penelitian penulis menemukan  bahwa ada 3 hal yang menjadi peranan gereja dalam mempersiapkan generasi Z menghadapi bonus demografi di Indonesia yaitu mempersiapkan kesehatan generasi Z yang harus bebas dari stunting dan HIV/AIDS, pendidikan generasi Z yang didukung dengan generasi Z yang bebas buta aksara dan tidak putus sekolah dan kemampuan generasi Z dalam bekerja, generasi Z diharapkan menjadi tenaga kerja yang cakap bekerja dan produktif. Tujuan dari penelitian ini bagaimana gereja sebagai bagian dari Negara berperan mempersiapkan warga gereja khususnya generasi Z dalam menghadapi bonus demografi di Indonesia. Kesimpulan yang didapat adalah dengan memperhatikan kesehatan, pendidikan dan kecakapan dalam bekerja bagi generasi Z, Gereja sebagai mitra dari pemerintah telah ikut berperan dalam mempersiapkan generasi Z memasuki era bonus demografi di Indonesia. Generasi Z yang benar-benar dipersiapkan akan menjadikan bonus demografi yang mendatangkan keuntungan bagi Gereja dan Negara.
Menilik Makna Rohani dalam Budaya Makan Bersama dengan Pola Kunu di Suku Lani ditinjau dari Markus 6:39-40 Samosir, Verawati Dosmaria; Toh, Alfred Melkianus
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.88

Abstract

The Lani Tribe (Aap Lani) is one of the tribes inhabiting Lanny Jaya Regency in the Papua Highlands province. The Lani Tribe still strongly holds onto its traditions and culture, even though they are scattered across several regencies and even provinces on the island of Papua. They continue to uphold important values in their culture. One of the most notable aspects of the Aap Lani's heritage is the communal eating culture known as Kunu, where they gather to eat in groups consisting of men, women (mothers), children, as well as groups of young men and women. These groups can also include individuals from various backgrounds, such as government officials, servants of God, and other community leaders.The Kunu pattern in the Lani Tribe's culture emphasizes positive spiritual values, highlighting togetherness, the meaning of justice and mutual respect, the significance of simplicity, and the meaning of peace after conflict. In an increasingly modern era where people tend to live egocentric lives, lacking time for communal interactions, maintaining the tradition of communal eating through the Kunu pattern is expected to lead the modern generation to live within the cultural heritage. Surprisingly, the Kunu pattern is a practice that Jesus used when feeding 5000 people, as mentioned in the Gospel of Mark 6:39-40. Jesus blessed 5 loaves and 2 fish to feed 5000 people who were seated in groups of one hundred and fifty. Reflecting on the spiritual meaning of the pattern used by Jesus teaches the concept of togetherness, simplicity in service, and for the servants of God serving in the Lani Tribe, this is still highly relevant. Based on this research, communal eating through the Kunu pattern is a local wisdom of the Papua Pegunungan that needs to be preserved and maintained in community life, especially among the Aap Lani (Lani people). Thus, the positive values it contains can be passed down through generations.AbstrakSuku Lani (Aap Lani) adalah salah satu suku yang mendiami Kabupaten Lanny Jaya di provinsi Papua Pegunungan. Suku Lani merupakan suku yang masih memegang kuat tradisi dan budayanya, meskipun mereka tersebar di beberapa Kabupaten bahkan Provinsi yang ada di Pulau Papua. Mereka masih menerapkan nilai-nilai penting dalam budaya mereka. Salah satu hal terbaik dari warisan nenek moyang Aap Lani  adalah budaya makan bersama dalam pola Kunu yaitu, makan bersama dengan pola duduk berkelompok-kelompok yang terdiri dari kelompok para pria, para wanita (mama-mama), anak-anak dan juga kelompok para pemuda dan pemudi. Dalam kelompok bisa juga terdiri dari berbagai kalangan baik dari kalangan para aparat pemerintah, kalangan hamba-hamba Tuhan, maupun para tokoh masyarakat lainnya. Pola Kunu  dalam budaya suku Lani menekankan nilai-nilai positif yang bermakna rohani yaitu menekankan kebersamaan, makna keadilan dan saling menghargai, makna kesederhanaan dan makna perdamaian selesai perang. Di era yang semakin modern kecenderungan manusia hidup dalam egosentris (berpusat pada diri sendiri), tidak memiliki banyak waktu kebersamaan dengan orang lain, dengan masih menerapkan makan bersama dalam pola kunu tentu akan membawa generasi moderen untuk hidup dalam warisan budaya. Makan bersama dengan pola Kunu ternyata adalah pola yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika memberi makan 5000 orang dalam Injil Markus 6:39-40. Tuhan Yesus memberkati 5 roti dan 2 ikan memberi makan 5000 orang yang duduk dalam kelompok seratus dan limapuluh. Dengan menilik makna rohani dari pola yang dipakai Tuhan Yesus mengajarkan konsep kebersamaan, kesederhanaan dalam melayani dan bagi hamba-hamba Tuhan yang melayani di Suku Lani hal ini masih sangat relevan untuk diterapkan. Berdasarkan penelitian ini makan bersama dengan pola kunu  merupakan suatu kearifan lokal dari Papua Pegunungan yang harus dijaga dan dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di kalangan Aap Lani (orang Lani). Dengan demikian nilai-nilai positif yang terkandung didalamnya dapat diwariskan secara turun-temurun.