Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Minimnya Pemeberian Ruang Partisipan serta Transparansi oleh DPR Kepada Rakyat dalam Pembuatan Undang-Undang Dania Maulinda; Tarisa Dinar Alifia; Syahrul Rizqi Ramadhan; Ulfa Kurnia Sari; Monica Maharani Dewi; Alfian Respamuji
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 2 No. 3 (2024): Agustus : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v2i3.3497

Abstract

The principle of transparency is one of the important elements that must be present in the formation of laws. With this open principle, the public will know how the law works from planning to the stipulation stage to ratification. As the purpose of the formation of the law itself is to improve the welfare of society, community participation is very necessary so that the laws enacted provide benefits and justice for them. The legislative institution, like the DPR, must be the people's representative in obtaining justice. However, the reality so far is that the community feels that the making of this law is far from the aspirations of the people, the community feels that the government authorities, in this case the DPR, DPRD and the government as the law-forming authorities, are considered to be lacking in implementing the principle of transparency and tend to take advantage of the government. Alone. This research is normative legal research. The main focus of this research is on applicable legal norms, such as the constitution, codification, government regulations, presidential regulations, and others.
Implementasi Hak Pekerja Memperoleh Cuti Haid Dalam UU Ketenagakerjaan Nimas Calista Anggita; Dinar Rizka Amelia Mustika; Alfian Respamuji; Aristya Nadya Azhari
Gudang Jurnal Multidisiplin Ilmu Vol. 2 No. 6 (2024): GJMI - JUNI
Publisher : PT. Gudang Pustaka Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59435/gjmi.v2i6.485

Abstract

Implementasi hak pekerja untuk memperoleh cuti haid dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia merupakan isu penting yang perlu diperhatikan. Cuti haid adalah hak yang diberikan kepada pekerja wanita untuk istirahat selama masa menstruasi mereka. Dalam UU Ketenagakerjaan, terdapat ketentuan yang mengatur mengenai hak cuti haid bagi pekerja wanita. Namun penerapan hak ini seringkali masih menimbulkan permasalahan di lapangan, seperti diskriminasi gender dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya hak tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman dan penegakan hak cuti haid bagi pekerja wanita agar dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang ada. Penerapan hak pekerja perempuan untuk mendapatkan cuti haid sesuai dengan Pasal 81 Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam dunia ketenagakerjaan. Pasal tersebut memberikan perlindungan kepada pekerja perempuan agar dapat menjalani masa haidnya dengan tenang dan nyaman tanpa harus khawatir akan kehilangan pendapatan atau penempatan di tempat kerja. Hak ini memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka selama masa menstruasi, yang pada pasangannya dapat meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan secara keseluruhan. Penerapan hak cuti haid ini juga sejalan dengan prinsip kesetaraan gender dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta mencerminkan komitmen negara dalam memastikan kondisi kerja yang adil dan layak bagi seluruh pekerja.
Penerapan Hak Cipta Dalam Hukum Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Jaminan Utang Pada Bank Andini Padin; Alfian Respamuji; Eva Fidiyati; Putri Intan Marcela Abeng; Usman Zakaria
Gudang Jurnal Multidisiplin Ilmu Vol. 2 No. 6 (2024): GJMI - JUNI
Publisher : PT. Gudang Pustaka Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59435/gjmi.v2i6.493

Abstract

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif atas karya cipta individu/kelompok, dengan dilindungi perlindungan hukum dan hak ekonomis dari kreativitas atas karya cipta. HKI mencakup hak cipta dan hak kekayaan industri, termasuk paten, desain industri, merek, rahasia dagang, dan lainnya. HKI adalah aset bernilai ekonomis yang dapat menjadi jaminan kredit bagi lembaga keuangan berbentuk jaminan fidusia, dengan nilai jual dan terikat perjanjian tertulis. Terdapat tantangan HKI sebagai agunan kredit, seperti ketidakjelasan bentuk perikatan, kurangnya pedoman penilaian nilai ekonomis HKI, dan belum adanya lembaga khusus penilai HKI. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis praktik serta implikasi penggunaan hak cipta sebagai jaminan utang dalam konteks hukum kekayaan intelektual (HKI). Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif mengadopsi pendekatan studi kepustakaan dan menganalisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Untuk menggunakan HKI sebagai objek jaminan utang, ada beberapa masalah dan hambatan. Ini termasuk jangka waktu yang terbatas untuk perlindungan HKI, tidak ada definisi yang jelas tentang due-diligence, aset HKI tidak dinilai, dan tidak ada undang-undang yang mendukung penggunaan aset HKI sebagai jaminan kredit. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 adalah bentuk upaya pemerintah untuk menerapkan hak cipta dalam objek penjamin utang. Peraturan ini mengatur identifikasi objek hak cipta, penilaian nilai ekonomi, pendaftaran dan perlindungan hukum, penyusunan perjanjian jaminan, penyelesaian sengketa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan bahkan penerapan Hak Cipta HKI sebagai objek jaminan.