This study aims to investigate the dynamics of legal politics in the creation of a particular judicial body with the power to resolve election disputes in local government elections (elections); the influence of constitutional interpretation, which has the potential to become the main legal politics governing the power of state institutions. This study examines normative legal issues, the evolution of legal politics, legislation, historical context, constitutional court rulings, and the idea of the institution's ability. Beginning with the interpretation of the constitution about the dynamics of the meaning of the implementation of elections and the process for resolving election result disputes, the prospect for the legitimacy of the Constitutional Court's ability to settle disputes over election results is impacted by the evolution of the interpretation of article 22E paragraph (2) of the 1945 Constitution, which most recently surfaced. The reason for this is that the definitions of elections and general elections have become synonymous. As a result, article 24C of the 1945 Constitution systematically covers the ability to resolve disputes over election results.Penelitian ini bermaksud menggali dinamika politik hukum dalam pembentukan badan peradilan khusus yang berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota (pemilihan); serta pengaruh penafsiran konstitusi yang berpeluang menjadi politik hukum dasar kewenangan lembaga negara menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menganalisis perkembangan politik hukum peraturan perundang-undangan, latar belakang dan pertimbangan Penafsiran konstitusi dalam Putusan MK serta konsep kewenangan lembaga yang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan. Hasil penelitian menunjukan adanya pasang surut politik hukum penyelesaian perselisihan hasil pemilihan, ditandai dengan adanya perkembangan penafsiran konstitusi yang berdampak pada beberapa kali perubahan perundang-undangan. Dinamika pemaknaan penyelenggaraan pemilihan serta mekanisme penyelesaian sengketa hasil pemilihan diawali adanya penafsiran konstitusi yang memasukkan pemilihan dalam rezim pemilihan umum (pemilu); kemudian menegaskan pemisahannya; hingga terakhir adanya peluang penggabungan kembali pemilihan dalam rezim pemilu sebagai pilihan model keserentakan yang konstitutional berdasarkan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019. Perkembangan penafsiran Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang terakhir muncul berpengaruh pada peluang adanya legitimasi kewenangan MK menyelesaikan sengketa hasil pemilihan. Pasalnya, pemaknaan pemilu dan pemilihan telah melebur menjadi satu, sehingga secara sistematis kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilu dalam Pasal 24C UUD 1945 dapat melingkupi kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilihan.