Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEREKRUTAN TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA SEBAGAI KEJAHATAN PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Shania Regina Tampilang; Devy K. G. Sondakh; Natalia Lengkong
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 1 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Pengaturan Hukum Humaniter Internasional Tentang Perekrutan Tentara Anak Dalam Konflik Bersenjata Sebagai Kejahatan Perang dan untuk mengetahui bagaimana Penegakkan Hukum Humaniter Internasional yang dapat di terapkan terhadap perekrutan Tentara Anak dalam suatu konflik bersenjata sebagai kejahatan perang. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Hukum humaniter internasional mengatur perekrutan anak sebagai tentara dalam Konvensi Jenewa tentang perlindungan penduduk sipil tahun 1949, dan ketentuan serupa juga diatur dalam Protokol Tambahan II tahun 1977 yang melarang perekrutan anak sebagai tentara. Aturan Hukum Perburuhan Internasional yang melarang mempekerjakan anak di bawah umur juga membatasi perekrutan tentara anak-anak. Perekrutan tentara anak-anak adalah tindakan ilegal menurut Konvensi Internasional Hak Anak dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak dalam hal menjaga hak asasi anak, Bahkan Statuta Roma tahun 1998 menyatakan bahwa merekrut anak di bawah umur sebagai tentara merupakan kejahatan perang. 2. Penegakan hukum yang dilakukan terhadap Thomas Lubanga adalah melalui mekanisme Mahkamah Pidana Internasional. ICC berwenang mengadili tersangka utama Thomas Lubanga Dyilo karena Kongo dianggap sebagai negara yang tidak mampu (unable) menegakkan sistem hukum nasionalnya berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (3). Kata Kunci : tentara anak, kejahatan perang
Kedudukan Putusan Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia Dalam Perspektif Dominus Litis Terhadap Perkara Malpraktik Medis Yosua David Mantiri; Devy K. G. Sondakh; Friend H. Anis
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2391

Abstract

Negara Indonesia sebagai negara hukum menempatkan setiap tindakan pemerintah dan warga negara harus berlandaskan hukum. Dalam konteks praktik kedokteran, meningkatnya kasus malpraktik medis menimbulkan persoalan hukum yang kompleks antara aspek etik, disiplin, dan pidana. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) memiliki kewenangan dalam menilai pelanggaran etika profesi dokter, namun belum terdapat sinkronisasi yang jelas antara putusan MKEK dengan kewenangan Jaksa sebagai Dominus Litis dalam menentukan kelanjutan perkara pidana malpraktik medis.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan hukum terkait peran Jaksa sebagai Dominus Litis dalam penuntutan tindak pidana malpraktik medis, serta menganalisis kedudukan putusan MKEK dalam perspektif Dominus Litis. Metode yang digunakan bersifat normatif yuridis dengan menelaah peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, serta studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 1441/Pid.Sus/2019/PN Mks atas nama dr. Elisabeth Susana.