Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Implikasi Pernikahan Anak Bujang Suku Minangkabau Dengan Wanita di Luar Suku Minangkabau Menurut Adat Minangkabau Dalam Tinjauan Hukum Islam Febrian Ilham, Fadlan; Son Ashari, Winning
Rayah Al-Islam Vol 8 No 3 (2024): Rayah Al Islam Agustus 2024
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab Ar Raayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37274/rais.v8i3.1079

Abstract

Tradisi budaya Minangkabau memiliki sistem kekerabatan (matrilineal), di mana pernikahan adalah peristiwa penting yang melibatkan integrasi laki-laki ke dalam keluarga istrinya dan menambah anggota baru ke komunitas Rumah Gadang. Namun, peran laki-laki dalam perkawinan Minangkabau tradisional sebagai "urang sumando" atau tamu membuat perannya sebagai suami dan ayah menjadi minimal. Penelitian ini juga mengkaji implikasi hukum adat dan hukum Islam terhadap pernikahan campuran. Hukum adat Minangkabau yang bersifat matrilineal dan hukum Islam, yang menekankan kesetaraan dan keadilan, sering kali saling berkonflik dalam konteks pernikahan campuran yang menjadikan penelitian ini dirasa cukup penting yang juga dikarenakan adat suku Minangkabau berbeda dengan suku-suku yang ada di Indonesia. Beberapa kebiasaan yang ada pada masyarakat umum Indonesia bertentangan dengan hukum adat dan beberapa hukum adat bertentangan dengan hukum Islam. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai ketetapan hukum Islam dan mengenalkan hukum Islam bahwa Islam mempermudahkan bagi para pemeluknya dalam hal pernikahan dan jauh dari kata mempersulit proses terrsebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka, menganalisis berbagai sumber data seperti buku referensi dan artikel jurnal ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan campuran dalam adat Minangkabau berpotensi menimbulkan konflik, namun dapat diselesaikan melalui pendekatan hukum Islam yang menekankan keadilan dan kesejahteraan bersama. The Minangkabau cultural tradition has a matrilineal kinship system, where marriage is a significant event that involves the integration of a man into his wife's family and adds new members to the Rumah Gadang community. However, the role of men in traditional Minangkabau marriages as "urang sumando" or guests minimizes their roles as husbands and fathers. This study also examines the implications of customary law and Islamic law on mixed marriages. The matrilineal nature of Minangkabau customary law and Islamic law, which emphasizes equality and justice, often conflict in the context of mixed marriages, making this research crucial given that Minangkabau customs differ from those of other Indonesian ethnic groups. Some practices common in broader Indonesian society conflict with Minangkabau customary law, and some customary laws conflict with Islamic law. This research aims to raise awareness among the public about the provisions of Islamic law and to introduce the concept that Islam facilitates marriage for its adherents rather than complicating it. This study uses a qualitative approach with a literature review method, analyzing various sources such as reference books and academic journal articles. The results show that mixed marriages in Minangkabau customs have the potential to cause conflicts but can be resolved through the application of Islamic law, which emphasizes justice and collective well-being.