Seharusnya sebidang tanah yang telah memilki sertipikat tanda bukti hak dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemiliknya, karena terbitnya sertipikat melalui proses pendaftaran tanah yang diawali dengan alas hak yang cukup/bukti hak awal. Kemudian pengukuran tanah yang dimohon dengan pengikutsertaan tetangga tanah sebagai saksi menandatangani gambar ukur, kemudian dilanjutkan dengan data fisik di lapangan. Namun pada kenyataannya terdapat fakta bahwa masih banyak sengketa tanah walaupun tanah tersebut sudah bersertipikat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui penyelesaian dan dampak hukum terjadinya sengketa tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah berdasarkan peraturan menteri atr/bpn nomor 21 tahun 2020 di Kota Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dideskripsikan secara menyeluruh kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan normatif atau peraturan perundang-undangan, teori, doktrin, dan hasil penelitian orang lain yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Penyelesaian sengketa tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah dapat dilakukan melalui litigasi dan nonlitigasi. Litigasi adalah penyelesaian sengketa tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah dilakukan secara format sesuai dengan hukum acara perdata. Nonlitigasi dilakukan melalui: Mengecek Keabsahan Sertipikat Ganda, Penyelesaian Sengketa di BPN, Melakukan Upaya Administratif. Terdapat beberapa dampak yaitu: 1) Pemegang hak tidak dapat memanfaatkan objek tanahnya; 2) Tidak dapat menyekan; 3) Tidak dapat menjual; 3) Tidak dapat mewariskan; 4) Tidak dapat menghibahkan; 5) Tidak dapat mewakafkan;, dan 6) Tidak dapat mewasiatkan.