Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan dengan Modus Pembobolan ATM di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor (Studi Kasus Putusan PN Cibinong Nomor 641/Pid-B/2021/PN) Cbi Haikal Elvina, Muhamad; Henny Nuraeny; Syamsul Ma’arif, Rizal
Karimah Tauhid Vol. 3 No. 8 (2024): Karimah Tauhid
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v3i8.14962

Abstract

Tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 adalah jenis pencurian yang memiliki unsur-unsur yang memberatkan. Dengan kata lain, Pasal ini hanya mengatur satu jenis kejahatan, yakni pencurian dengan kualifikasi khusus, dan bukan dua kejahatan terpisah yang melibatkan 'pencurian' dan 'pemberatan'. Tujuan penelitian ini meliputi: memahami dan menganalisis modus operandi tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang terkait dengan pembobolan ATM di wilayah hukum Polres Bogor, mengidentifikasi dan menganalisis dampak tindak pidana ini, serta mengevaluasi upaya Satreskrim dalam menangani potensi tindak pidana pencurian dengan pemberatan kasus pembobolan ATM di wilayah tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris, yang melihat hukum sebagai fenomena sosial dan perilaku. Penelitian menunjukkan bahwa modus pencurian dengan pemberatan terkait pembobolan ATM di Polres Bogor sering dipengaruhi oleh faktor kesulitan ekonomi dan tingginya jumlah fasilitas ATM yang disediakan oleh bank. Keberadaan ATM yang awalnya mempermudah nasabah kini menjadi celah keamanan karena kegiatan ini tidak terbatas pada wilayah tertentu dan dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Dalam era modern, kerugian atau dampak negatif dari transaksi perbankan semakin mungkin terjadi.
Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Penggunaan Sirine dan Lampu Isyarat pada Kendaraan Pribadi di Wilayah Hukum Polres Bogor Septiawan, Ivan; Mulyadi; Syamsul Ma’arif, Rizal
Karimah Tauhid Vol. 3 No. 8 (2024): Karimah Tauhid
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v3i8.15086

Abstract

Semestinya yang boleh mempunyai dan menggunakan sirine adalah mobil polisi, pemadam kebakaran, dan ambulan, namun kenyataannya ada kendaraan lain yang memiliki dan menggunakannya, hal ini sesuai dengan hasil temuan di lapangan melalui operasi sebra yang dilakukan oleh Satuan Lalu Lintas Polres Bogor pada tahun 2023, pada operasi sebra tersebut ditemukan 24 kendaraan pribadi yang menggunakan sirine tanpa izin. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui penegakan hukum terhadap pelanggaran penggunaan sirine dan lampu isyarat pada kendaraan pribadi di wilayah hukum polres bogor. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yaitu peneltian yang didasarkan data lapangan sehingga penelitian melakukan penelusuran untuk mendapatkan fakta-fakta yang diinginkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran penggunaan lampu strobo dan rotator sirine pada mobil pribadi pada saat ini dilakukan  melalui non litigasi (melalui pembayaran di tempat), yaitu penegakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas dilaksanakn berdasarkan ketentuan UU LLAJ dan Hukum Acara Pidana. Litigasi (melalui persidangan), yaitu pelaku pelanggaran lalu lintas yang tidak meneri kesalahan dan tidak mau membayar di tempat dapat menerima surat tilang sehingga diproses sesuai dengan hukum acara melalui pengadilan. Faktor penghambat, yaitu: kurangnya kesadaran masyarakat, masyarakat adalah subjek yang menjadi sasaran dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga masyarakat harus memahaminya, mengerti, dan menaatinya. Kurangnya personil satlantas, yaitu Personil yang bertugas di lapangan memiliki peran penting dalam mengawasi kendaraan yang menyalahgunakan sirine dan lampu isyarat. Namun kenyataan masih kurang personil dalam melaksanakan tugas sehingga belum dapat mencegah atau menegakkan hukum secara maksimal terhadap penyalahgunaan sirine dan lampu isyarat.
Model Pertanggungjawaban Penerimaan Pendaftaran Calon Anggota Polri di Wilayah Polres Bogor untuk Keadilan dan Kepastian Hukum Ardian Wijaya, Mochamad; Suprijatna, Dadang; Syamsul Ma’arif, Rizal
Karimah Tauhid Vol. 4 No. 4 (2025): Karimah Tauhid (On Proses)
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v4i4.14524

Abstract

Setiap perbuatan yang bertantangan dengan nilai agama dan hukum harus dipertanggung jawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang, karena persoalan kecurangan dalam proses seleksi anggota polri merupakan pelanggaran hukum dan menjadi fenomena hukum yang perlu dilihat dari aspek hukum untuk mewujudkan trust building. tujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji dan mengetahui model pertanggungjawaban penerimaan pendaftaran calon anggota polri di wilayah polres bogor untuk keadilan dan kepastian hukum”. Penelitian ini merupakan penelitian yuriidis normatif yaitu penelitian yang mengkaji data kepustakaan sebagai data utama yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pertanggungjawaban penerimaan pendaftaran calon anggota Polri di wilayah Polres Bogor untuk keadilan dan kepastian hukum serta untuk memperoleh anggota Polri yang berkualitas.
Kajian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 423/Pdt./2023/Pn Jkt.Utr Tentang Pelaksanaan Perawinan Beda Agama Pasca Pemberlakuan Sema Nomor 2 Tahun 2023 Suryono, Suryono; Yumarni, Ani; Syamsul Ma’arif, Rizal
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 09 (2024): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i09.1144

Abstract

Pada umumnya, setiap orang ingin menikah dengan pasangan yang seagama agar mereka dapat membangun dan mendidik keluarga dengan agama yang sama. Namun, faktanya, perkawinan antara agama berbeda sering terjadi di masyarkat karena interaksi dan pergaulan antar manusia yang tidak terbatas, terutama karena Indonesia adalah negara yang majemuk yang memiliki banyak penganut agama. Dalam Pasal 28B Ayat (1) dari Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini dapat berarti bahwa perkawinan yang sah harus dilakukan menurut agama dan kepercayaan yang sama bukan berlainan. Namun, beberapa hakim di pengadilan negeri mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Dalam Putusan Mahamah Konstitusi Nomor 68/PUU/XII/2014, Mahkamah Konstitusi dengan tegas menolak perkawinan beda agama, dan Mahkamah Agung juga menerbitkan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Petunjuk bagi hakim dalam mengadili kasus permohonan pencatatan perkawinan antar orang yang berbeda agama.