Perceraian di Indonesia mengalami peningkatan yang terus menerus dan mayoritas perceraian terjadi saat individu masih pada masa kecil (BPS, 2023). Jika perceraian terjadi lebih dini dalam kehidupan seorang anak, hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan pada masa dewasa muda. Perceraian orang tua dapat menghambat tugas perkembangan dewasa muda yang dapat mempengaruhi Subjective Well-Being (SWB). SWB adalah istilah untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dialami individu menurut evaluasi subjektif mengenai kepuasan kehidupan dan kebahagiaan mereka (Diener & Ryan, 2009). Tujuan penelitian adalah untuk melihat gambaran detail mengenai SWB dewasa muda yang mengalami perceraian orang tua pada masa kanak-kanak. Partisipan penelitian adalah 5 wanita dewasa muda yang berusia 20-25 tahun. Penelitian menggunakan metode kualitatif, proses pengambilan data dilakukan melalui wawancara in-depth interview. Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.Penelitian menganalisis data dengan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dua partisipan yang memiliki SWB tinggi, sedangkan tiga partisipan memiliki SWB rendah. Partisipan dengan SWB tinggi mengalami kepuasan hidup, afek positif tinggi, dan afek negatif rendah. SWB yang tinggi dikaitkan dengan kedekatan hubungan spiritual, pandangan positif dalam hidup, tujuan karir, dan hubungan baik dengan teman dan sosok ayah setelah perceraian. Perceraian orang tua juga menghambat perkembangan masa dewasa muda sehingga menyebabkan rendahnya SWB.