Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Tinea Berulang Pada Pengguna Anti-Epileptik Jangka Panjang Pasya, Aurora Rahyu; Ramadhani, Dian kusumadewi
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang mampu menginfeksi keratin, seperti Trichophyton dan Microsporum. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis diantaranya adalah jenis kelamin, usia, tingkat kebersihan, lokasi tempat tinggal, status ekonomi, tingkat pendidikan, kontak dengan penderita tinea kapitis, serta keadaan yang dapat menurunkan sistem imun melawan infeksi seperti penggunaan obat-obatan, diabetes melitus, dan obesitas. Klasifikasi tinea kapitis dibagi berdasarkan bentuknya, yaitu Gray Patch Rin worm, Blackdot Ringworm, Kerion, dan Favus. Dilaporkan kasus tinea kapitis pada seorang anak laki laki berusia 16 tahun dengan keluhan gatal pada kulit kepala sejak 2 minggu sebelum periksa ke rumah sakit. Ditemukan lokasi lesi pada scalp dengan efloresensi berupa papul eritema, ukuran lentikular dengan jumlah multipel, didapatkan skuama keabuan serta erosi, konfigurasi tidak khas dan batas si kumskrip. Pemeriksaan Lampu Wood didapatkan fluoresensi kuning kehijauan. Pasien didiagnosis tinea kapitis dan diberikan sampo ketononazole 2% yang digunakan dua kali seminggu, griseofulvin 125mg 2 kali sehari dua tablet, dan cetirizine 10mg satu kali sehari. Prognosis pasien baik tetapi dapat terjadi kekambuhan karena pasien juga memiliki riwayat epilepsi dan rutin mengonsumsi antiepileptik yang merupakan salah satu faktor predisposisi tinea kapitis.
Peran Cranberry Terhadap Rekurensi Infeksi Saluran Kemih: Sebuah Review Dimas Tara, Audina aliansa; Tambunan, Bella Chechelia; Khatimah, Gita Khusnul; Pasya, Aurora Rahyu; Susanti, Kezia
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Infeksi saluran kemih (ISK) berulang didefinisikan sebagai setidaknya tiga episode ISK dalam dua belas bulan, atau setidaknya dua episode dalam enam bulan. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi kedua tersering dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dan kekambuhan ISK. Wanita yang pernah mengalami ISK berulang memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak pernah terdiagnosis ISK. Antibiotik merupakan tatalaksana profilaksis pada ISK berulang. Namun ada alternatif yang tersedia, seperti cranberry, probiotik, dan obat tradisional cina. Cranberry merupakan alternatif yang dapat dipilih dalam pencegahan ISK di era tingginya angka resistensi terhadap antibiotik dan ISK berulang. Cranberry bekerja terutama dengan mencegah perlekatan pili tipe 1 dan strain p-fimbriae ke epitel saluran kemih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat penggunaan cranberry terhadap ISK berulang serta efektivitas penggunaan cranberry terhadap profilaksis terjadinya ISK berulang dibandingkan dengan antibiotik profilaksis. Metode penelitian ini merupakan literature review dengan pencarian dan pemilihan literatur-literatur yang diterbitkan dalam rentang 10 tahun terakhir kemudian telah dilakukan seleksi jurnal dengan kriteria akses terbuka dan yang memenuhi didapatkan 47 jurnal. Hasil penelitian menunjukkan jus Cranberry dikatakan dapat menurunkan pH urin untuk mengobati ISK dan memiliki zat proanthocyanidins sehingga mencegah perlekatan bakteri dalam saluran kemih. Studi lain melaporkan bahwa konsentrasi asam hipurat dalam urin tidak cukup untuk efek antibakteri. Selain itu beberapa studi menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan produk Cranberry dengan pasien yang menerima placebo. Sehingga konsumsi ekstrak Cranberry ini tidak dapat menggantikan antibiotik saat terjadi ISK yang sedang aktif. Konsumsi ekstrak cranberry dapat disarankan untuk terapi tambahan pada ISK yang sedang aktif, maupun sebagai profilaksis ISK berulang, namun harus tetap bersamaan dengan antibiotik..
Patofisiologi Otitis Media Efusi (OME) Pada Pasien Dengan Refluks Laringofaringeal (LPR) Pasya, Aurora Rahyu; Alica, Tri Yunita; Liow, Chanelia Dirgatni; Rinaldo, Alvin; Adinata, Yonatan
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Otitis media dengan efusi (OME) adalah suatu kondisi di mana terdapat efusi non-purulen pada telinga tengah tanpa disertai perforasi membran timpani. Selama beberapa dekade terakhir, refluks gastroesofageal, yang kemudian dapat berkembang menjadi refluks laringofaringeal, telah diusulkan sebagai salah satu faktor etiologi yang penting untuk OME. Sebuah studi prevalensi pada tahun 2019 menyatakan kejadian OME ditemukan 4,5 kali lebih banyak pada kelompok pasien dengan LPR dibandingkan kelompok tanpa riwayat LPR. Mekanisme patofisiologis ini sering dipertanyakan dalam penelitian terdahulu, karena terdapat berbagai hipotesis yang dapat menjelaskan pengaruh LPR terhadap patogenesis OME. Tujuan: Penulis ingin memberikan referensi baru yang lebih akurat mengenai patofisiologi terjadinya otitis media efusi pada kasus refluks laringofaringeal berdasarkan referensi-referensi yang telah dibuat sebelumnya. Metode: Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan database seperti PubMed, Cochrane Library, dan Science Direct dengan kata kunci “patofisiologi”, “otitis media efusi", “OME”, “refluks laringofaringeal” dan “LPR”. Kriteria inklusi dalam studi ini adalah semua studi yang membahas definisi, etiologi, epidemiologi dan mekanisme patofisiologi OME pada pasien dengan LPR. Literatur-literatur yang memenuhi kriteria inklusi dianalisis secara sistematis dan disajikan dalam bentuk artikel, tabel dan diagram yang sesuai untuk mempermudah pemahaman mengenai patofisiologi otitis media efusi pada kasus refluks laringofaringeal. Hasil: Mekanisme LPR dalam mengembangkan OME dapat dibagi menjadi beberapa kemungkinan sugestif: a) disfungsi tuba Eustachius karena LPR; b) stimulasi inflamasi di telinga tengah oleh H. pylori; dan c) aktivitas proteolitik pepsin di telinga tengah. Konten yang mengalami refluks dari gaster dapat mencapai tuba Eustachius dan menyebabkan obstruksi tuba secara langsung atau menyebabkan inflamasi, adhesi, dan kolaps pada saluran tersebut sehingga memfasilitasi mikroorganisme untuk mengembangkan OME. Di sisi lain, konten refluks yang mengandung bakteri H. pylori dan pepsin juga berperan dalam memicu respon inflamasi yang menyebabkan OME. Kesimpulan: Mekanisme yang paling mungkin menjelaskan patogenesis otitis media efusi (OME) pada kasus refluks laringofaringeal (LPR) terbagi dalam tiga proses patofisiologi utama sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pembahasan lebih lanjut mengenai upaya eradikasi H. pylori dan modifikasi gaya hidup yang bersifat preventif untuk LPR perlu dilakukan.
Studi Komparasi Prosedur Rinoplasti Dari Aspek Bedah Dan Non-Bedah: Efektivitas Dan Komplikasi Alicia, Tri Yunita; Pasya, Aurora Rahyu; Lestari, Gina; Muluk, Shania Latiza; Leany, Leany
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dewasa ini, proporsi dan simetrisitas fitur wajah dianggap sebagai penentu persepsi kecantikan, termasuk hidung. Rinoplasti merupakan suatu prosedur yang bertujuan untuk membentuk kembali kontur hidung yang dilakukan dengan indikasi kosmetik ataupun perbaikan masalah klinis. Menurut survei yang dilakukan oleh International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS), rinoplasti termasuk salah satu dari lima besar prosedur estetika paling diminati secara global. Dalam perspektif pasien, hasil akhir dari prosedur adalah masalah mendasar dalam praktik rinoplasti, tidak hanya untuk mengatasi indikasi fungsional tetapi juga aspek estetika, serta dampak keseluruhan dari penyelenggaraan prosedur ini. Tujuan: Penulis ingin menyusun sebuah tinjauan literatur yang terintegrasi mengenai definisi, prosedur pengerjaan, kelebihan, dan kekurangan termasuk komplikasi dari masing-masing tindakan guna memberikan referensi terbaru mengenai komparasi rinoplasti bedah dan non-bedah sebagai dasar pertimbangan pemilihan tindakan. Metode: Pencarian literatur dilakukan melalui database seperti PubMed dan Science Direct dengan kata kunci “rinoplasti”, “rinoplasti bedah”, dan “rinoplasti non-bedah”. Studi lain yang tidak membahas tentang populasi dan sampel yang sesuai dieksklusikan. Hasil: Rinoplasti bedah memberikan hasil permanen dan dapat dilakukan bersama prosedur lain sehingga dapat memenuhi aspek efisiensi, namun waktu pemulihan yang lama, risiko yang cukup rumit, serta biaya yang tinggi harus dipertimbangkan. Sedangkan rinoplasti non-bedah memiliki durasi penegrjaan yang singkat, waktu pemulihan yang lebih cepat, biaya yang lebih rendah, tetapi membutuhkan perawatan yang lebih intensif karena hasil bersifat reversibel. Beberapa komplikasi juga dapat menyertai prosedur ini, seperti oklusi pada pembuluh darah. Kesimpulan: Di antara kedua opsi tersebut, tidak dapat diputuskan secara definitif mengenai prosedur yang lebih unggul karena kedua prosedur memiliki indikasi, manfaat, dan komplikasi yang dapat mempengaruhi setiap kandidat secara subjektif. Maka, diperlukan wawancara komprehensif mengenai riwayat kondisi, hasil yang diharapkan, kemungkinan risiko dan komplikasi, serta riwayat sosiodemografi dan status finansial setiap kandidat sebelum keputusan pemilihan prosedur diambil.
The Mediating Effect of Patient Satisfaction in The Effect of Service Quality on Patient Loyalty: Patient Survey at Hermina Hospital Bandung Pharmacy Installation Pasya, Aurora Rahyu
Return : Study of Management, Economic and Bussines Vol. 3 No. 2 (2024): Return : Study of Management, Economic And Bussines
Publisher : PT. Publikasiku Academic Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/return.v3i1.207

Abstract

Background: Pharmaceutical services are a form of health service that directly connects patients with pharmaceutical preparations. The quality of service greatly determines the level of patient satisfaction. Service quality and patient satisfaction are factors that influence patient loyalty. Method: The data analysis technique that will be used to test this research uses the Partial Least Square (PLS) method which is operated using SMARTPLS 4.0. Results: Service quality has a significant effect on patient satisfaction and patient loyalty, patient satisfaction has a significant effect on patient loyalty, and service quality has a significant effect on patient loyalty which is mediated by patient satisfaction. Conclusion: When a hospital provides better quality service than before, it will have an impact on high patient satisfaction and patient loyalty. The more positive patient satisfaction is, the more patient loyalty will increase. When service quality is improved, a positive perception of patient satisfaction arises, which can encourage increased patient loyalty.